7

144K 7.3K 192
                                    

Dengan kesal aku melemparkan tas mungil yang kubawa ke arah Dominic yang berjalan di depanku, dan lemparanku tepat mengenai punggungnya. Rasakan!

Dominic membalikkan tubuhnya menghadapku.

"Ada apa?" tanyanya mengerutkan dahi.

"Ada apa - ada apa... itu tadi apa? Kenapa tiba-tiba kita disuruh menikah?" semburku sebal.

"Oh itu. Tidak ada. Mommy menyuruh kita menikah. Dan ya, kita akan menikah," jawab Dominic datar.

"Kenapa kau tidak menolaknya? Aku bekerja padamu, bukan pacaran denganmu!"

"Oh, kamu mau kita pacaran?"

Sumpah, aku ingin mencakar, menggigit, menjambak, atau mungkin menonjok hidungnya yang mancung itu!

"DOMINIC!" sepertinya aku sudah di ambang jurang murka. Tapi sialnya, bentakanku tidak ber-efek apapun padanya. Ia justru mendekat hingga berdiri tepat di depanku hanya berjarak sejengkal saja.

"Hati-hati, Baby. Wajah kesal dan marahmu ini sangat menggodaku. Aku bisa lupa diri dan menyeretmu ke tempat tidur," ujarnya tanpa mengalihkan pandangannya padaku.

Tubuhku gemetar. Tanganku mengepal menahan kemarahan dan kekesalan yang bertumpuk.
Kupejamkan mataku, menata hatiku yang saat ini sedang pasang karena emosi tinggi tingkat dewa.

"Kenapa memejamkan mata? Kamu ingin kucium?"

Refleks aku membuka mata. Sungguh, menghadapinya sangat menguras emosiku.

"CIUM TEMBOK SANA!" bentakku lalu berderap kesal ke kamar mandi. Kesal karena tidak berhasil meluapkan kemarahanku padanya.

Kudengar tawa kerasnya saat aku membanting pintu. Kututupi kedua telingaku dengan kedua telapak tanganku. Aku kesal! Sebal! Marah! Dominic keterlaluan! Dasar boss gila! Jerapah tengik! Aku hanya bisa menyumpah di belakangnya.

.

.

🌷🌷🌷

.

.

Kukira kami akan meeting dengan Mr. Gillard di sebuah ruang meeting di perkantoran. Tapi ternyata aku salah. Meeting dilakukan di hotel tempatku dan Dominic menginap.

Aku sedang mencari tempat duduk setelah mengambil makan siang ketika Rose, sekretaris Mr. Gillard dengan senyum manisnya menawariku duduk bersamanya.
Aku mengiyakan dan duduk berhadapan dengannya.

"Kau sekretaris Mr. Maxleon?"

Aku mengangguk mengiyakan,

"Kau pasti senang bisa bekerja padanya," ujarnya terkekeh.

"Kenapa pasti?"

"Ya karena dia tampan, masih single, kaya raya dan kudengar dia sangat pemilih ya?"

"Oh ya? Setenar itukah dia?" tanyaku ala kadarnya, sekedar mengimbangi pembicaraan Rose.

"Masa kau tidak tau? Menurut gosip yang kudengar, Mr. Maxleon memiliki sex appeal yang hebat!"

"Menurutmu sendiri?"

"Dia sangat menggoda," sahutnya dengan mata berbinar menatap sosok Dominic yang tengah berbincang dengan Leonidas Gillard.

"Hai ladies, boleh bergabung?"

Aku dan Rose menoleh serentak. Seorang pria muda berkaca mata tampak tersenyum ramah. Aku dan Rose sama-sama mengangguk. Pria itu melebarkan senyumnya dan mengambil tempat di antara aku dan Rose.

In My Boss ArmsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang