"BICARA APA KAMU?"
Suara menggelegar Dominic tidak lagi membuatku menciut. Aku sudah bertekad untuk keluar dari kesewenang-wenangannya. Sudah cukup ia membohongiku dan memanipulasi perasaan agar aku mau menurut padanya.
"Kau sudah mendengarnya dengan jelas. Aku tidak perlu mengulangi perkataanku," sahutku tenang.
"Pikiran dari mana itu?" ejeknya menyipitkan mata.
"Sudah jelas, Dom. Kau tidak perlu berpura-pura mengatakan kau mencintaiku. Kalau kau benar-benar mencintaiku, kau tidak akan berduaan dengan Pauline sepanjang pesta pernikahan kita dan kau tidak akan meninggalkanku demi perempuan yang menciummu saat kita di Denver!" dengan geram aku berbalik memunggunginya.
"Astaga!" kudengar Dominic menarik nafas dan menghembuskannya kasar.
"Sudah kukatakan aku dan Pauline hanya berteman. Dan Irish, dia relasi bisnis baruku. Aku tidak ada hubungan apapun dengan mereka berdua," Dominic merendahkan suaranya.
"Jadi, karena teman, kau meninggalkan mempelaimu dan lebih memilih bersamanya sepanjang pesta? Karena relasi bisnis, kalian berciuman ditempat umum? Seperti itukah? Fine! Jangan salahkan aku jika aku juga melakukan hal yang sama denganmu!" geramku mengusap sisa air mata di wajahku.
Dominic mendekat dengan cepat, meraih pinggangku dan membuat wajahnya sedemikian dekat denganku.
"Jangan sekali-kalipun berani melakukannya, Frey! Aku akan mematahkan leher laki-laki manapun yang berani melakukan hal itu padamu!" desisnya geram.
Kudorong dadanya yang keras.
"Egois!" aku menyentak kasar.
Dominic menyugar rambutnya dan menghempaskan tubuhnya di sofa.
"Duduk!"
Seperti kerbau dicocok hidungnya, aku menurut dan duduk di depannya.
"Dengar ya Frey, aku tidak mau kamu salah paham. Kamu sadar tidak kalau cemburu kamu keterlaluan?"
"Apa?" aku nyaris berdiri ketika Dominic memberi isyarat agar aku tetap duduk.
"Frey, Pauline itu temanku ketika kuliah dulu. Ketika kita menikah, aku baru saja menanda tangani kontrak kerja sama dengan perusahaannya. Katakanlah aku membantu mengembangkan usaha yang sedang dirintisnya dengan menjadi pemegang saham di perusahaan garmennya. Sedangkan Irish, seperti yang sudah kujelaskan padamu, aku merintis usaha baru dan Irish merupakan salah satu relasiku. Kamu sedang bersama Bella saat pernikahan kita. Kupikir dengan memberimu waktu bersama orang-orang terdekatmu, kamu akan merasa senang karena setelah pernikahan kita, aku akan benar-benar menyita waktumu untuk mendampingi kemanapun aku pergi."
Aku terdiam. Kutunggu Dominic menceritakan tentang Irish, tetapi Dominic berhenti. Ia memandangku lekat.
"Irish?" aku tidak tahan. Akhirnya nama itu keluar dari mulutku.
"Irish. Ehm... dia memang pernah mengatakan jika dia mencintaiku," Dominic menarik nafas, matanya tetap lurus memandangku.
Aku menunduk. Benar bukan? Perempuan itu mencintai Dominic!
"Maaf, aku tidak menceritakan padamu. Kupikir ini tidak penting. Aku lebih memilih menjaga perasaanmu. Aku mencintaimu, Frey."
Tiba-tiba saja Dominic sudah berada di depanku dan menggenggam tanganku.
"Aku sudah menegaskan padanya bahwa aku tidak mau mencampurkan masalah bisnis dengan masalah pribadi. Aku juga sudah menarik garis tegas agar ia bisa bersikap profesional. Tapi kalau kamu menghendaki, aku akan melepaskan kerja sama dengan perusahaannya, Frey."
KAMU SEDANG MEMBACA
In My Boss Arms
RomanceGak suka? Jangan baca! Khusus yang sudah berusia 21 keatas. Dilarang ngeyel, protes ataupun melakukan demo. Seperti biasa, cerita ini bukan untuk konsumsi anak-anak atau orang dewasa yang belum matang pemikiran dan diragukan kebijakannya dalam memba...