12

113K 6.3K 281
                                    

Aku berusaha melepaskan gamitan Pramaditya, tapi ia semakin erat menggenggamku. Ini salah! Tidak! Aku tidak mau menikah dengannya!

"Menurutlah, Frey! Kupastikan kau tidak akan suka mengetahui akibatnya jika kau memberontak. Aku juga tidak!" gumamnya memperingatkanku.

Apa? Apa dia akan membunuhku?
Oh, apa yang harus kulakukan?
Dominic! Tolong aku!

Aku sudah berada di dekat altar tanpa berani menatap ke depan. Air mataku mengalir tanpa terasa. Ini seperti menyerahkan diri di tiang gantungan. Aku menunduk dalam-dalam dan memejamkan mataku.

Pramaditya menghentikan langkahnya. Otomatis aku juga berhenti. Lalu ia mengangkat sebelah lenganku, lalu jemariku di genggam. Erat.
Genggaman itu merangkum jemariku yang dingin, mengalirkan kehangatan.

Laki-laki itu menarik tanganku untuk lebih mendekat ke altar.
Prosesi dimulai.

Aku mengerjapkan mata berkali-kali. Apakah sekarang telingaku bermasalah? Rasanya aku sudah gila! Bahkan harum parfumnya pun sama!
Dengan penasaran aku mengangkat wajahku. Kabur. Air mata sialan ini membuatku tidak bisa melihat dengan jelas.
Laki-laki di sebelahku ini menyebutkan namanya dan namaku. Mengucapkan janji pernikahan. Sekali untuk selamanya.

Ia menyodorkan sebuah text dan kukerjapkan mataku berulang-ulang, menepis air mataku, membacanya dengan pikiran melayang jauh. Menyebutkan satu nama yang kuharapkan berada di sini bersamaku dengan gemetar. Ah, apakah rindu ini sedemikian hebatnya sehingga seluruh isi kepalaku, apapun yang aku lihat, dengar dan rasakan hanyalah tentang Dominic, Dominic dan Dominic?

Rasanya kepalaku makin berat ketika kerudung berbahan tule itu akhirnya dibuka. Ia mengangkat daguku, mencium bibirku. Aku benar-benar sudah gila karena merasakan rasa ciuman itu sama seperti bibir Dominic.

Sesaat kemudian aku tenggelam dalam kegelapan panjang setelah kudengar suara khas Dominic memanggil namaku dengan panik.

Dominic...

.

.

🌷🌷🌷

.

.

Bau minyak kayu putih menyengat indra penciumanku. Rasa kepalaku berdenyut nyeri. Aku mengerjap berusaha memperoleh ingatanku. Penculikan itu, Pramaditya, pernikahan, ciuman....

TIDAK!
Aku terduduk seketika, membuat denyutan di kepalaku semakin hebat dalam sesaat.

Mata itu... mata itu tampak cemas memandangku. Mata yang sangat kukenal. Dominic! Benarkah?

"Frey? Kamu sudah sadar? Astaga! Kamu pingsan lama sekali?"

Benarkah ia Dominic?

"Dominic?" suaraku seperti tercekik memastikan bahwa ia bukanlah halusinasiku semata.

Ia menggenggam jemariku hangat.

"Aku Dominic, Frey. Maaf-"

Belum selesai ia berbicara, aku sudah menubruknya dan menangis menumpahkan kelegaan sekaligus ketakutan. Lega karena ia yang menyelamatkanku dan takut ia menghilang dan ini hanya khayalanku saja.

"Aku takut, mereka menculikku Dom...memaksaku..." kurasakan pelukan Dominic mengetat.

"Maafkan aku Frey, maaf-"

"Aku tidak mau menikah dengannya, Dom! Aku takut! Aku-"

"Sssttt.... Frey, tenanglah," suaranya sedikit membuat kepanikanku berkurang.

"Dia jahat, Dom! Dia memaksaku!"

"Hei, Freyssa, lihat aku," Dominic mengurai pelukanku. Dengan terpaksa aku melepaskan cengkeramanku pada jas-nya.

In My Boss ArmsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang