Aku tidak bisa terus-menerus seperti ini. Hampir tiga minggu aku jobless. Padahal aku tetap butuh makan. Uang tabungan juga pasti lama kelamaan akan habis.
Aku harus mencari pekerjaan segera kalau tidak ingin mati kelaparan. Beberapa lamaran sudah kubuat dan kukirimkan, tetapi tidak satu panggilanpun sampai saat ini.Hari ini aku harus ke ATM karena uang di dompetku hanya tinggal selembar dua puluh ribuan dan beberapa keping uang recehan.
Untung saja di mini market bawah ada ATM, jadi aku tidak perlu mengeluarkan ongkos untuk menarik beberapa ratus ribu dari tabunganku.Dengan sedikit tergesa, aku menutup pintu apartemen dan berjalan ke arah lift.
"Frey," aku memutar tubuhku. Di belakangku, Pramaditya berjalan dengan langkah lebar.
"Mau ke mana?" dengan cepat ia menjajariku.
"Ke bawah. Mini market," sahutku secukupnya.
"Kebetulan aku juga mau ke sana. Kita barengan saja," aku hanya mengangguk dan tersenyum basa-basi.
Kami masuk ke dalam lift. Di dalam sudah ada seorang laki-laki berpakaian formal dengan kaca mata hitam yang membuatku berkerut. Di dalam lift menggunakan sunglasses? Orang kaya kadang bersikap aneh!
Aku teringat Dominic. Laki-laki itu tidak lupa menyelipkan kaca mata hitam di saku jas-nya. Entahlah.
Hei? Kenapa aku jadi teringat dengannya lagi? Sepertinya ia membayangiku kemanapun!"Kau kenapa Frey?"
Aku mendongak dan menggeleng.
"Tidak apa-apa."
"Wajahmu tiba-tiba murung," Pramaditya mengamatiku.
Aku hanya tersenyum tipis dan menarik nafas lega ketika pintu lift terbuka. Kami sudah sampai di lantai dasar dan langsung menuju ke mini market.
Aku mengambil beberapa barang yang kuperlukan. Tidak banyak dan secukupnya karena aku harus berhemat bukan?"Hanya itu?" Pramaditya mengerutkan dahi menunjuk belanjaanku.
Aku mengangguk, lalu menuju ke ATM. Dengan was-was aku melihat saldo tabunganku yang pastinya semakin menipis. Apakah sebaiknya aku menjual saja apartemenku dan pindah dari kota ini?
Dengan gemetar aku menekan layar ATM itu. Mataku mengerjap berkali-kali. Kenapa deretan angka itu tidak berubah? Ini pasti salah! Astaga! Aku harus ke Bank untuk memastikan lagi!
Aku berbalik, mendapati Pramaditya masih menungguku."Uhm, maaf, aku ada keperluan di bank. Jadi bisakah aku titip ini? Aku akan mengambilnya nanti," aku mengulurkan kantong plastik berisi belanjaanku yang tak seberapa.
Pramaditya mengerutkan dahi.
"Kau mau kemana?"
"A-aku akan ke Bank. Mungkin ada kesalahan pembukuan," kataku gugup. Digit saldoku berderet panjang! Ini pasti salah!
"Aku temani?" tawarnya.
Aku menggeleng.
"Terima kasih tapi pasti merepotkanmu. Lagi pula Ini mungkin akan memakan waktu lama. Aku bisa sendiri," kutitipkan belanjaanku dan berlari kecil menuju bank yang letaknya hanya beberapa ratus meter dari apartemen.
.
.
🌷🌷🌷
.
.
Aku memandang pegawai bank itu dengan melongo.
Tidak ada kesalahan pengiriman. Itu benar untukku! Tapi, siapa yang mengirimkan uang sebanyak itu?"Apakah saya bisa tau, siapa yang mengirimkannya? Saya tidak bisa menerimanya jika saya tidak tau dari mana uang itu," tanyaku berharap aku tau siapa pengirimnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
In My Boss Arms
RomanceGak suka? Jangan baca! Khusus yang sudah berusia 21 keatas. Dilarang ngeyel, protes ataupun melakukan demo. Seperti biasa, cerita ini bukan untuk konsumsi anak-anak atau orang dewasa yang belum matang pemikiran dan diragukan kebijakannya dalam memba...