5

177K 7.9K 249
                                    

Nadia terkikik saat melihatku datang dengan wajah merengut berbanding terbalik dengan Dominic yang bersiul senang.
Laki-laki itu memaksaku berangkat bersamanya, membuatku menjadi sorotan di kantor. Menjadikanku santapan empuk penyebar gosip panas.

"Nadia, laporannya," Dominic menyapa sekaligus memerintah.

Aku yang berdiri di belakangnya bergerak hendak duduk di meja kerjaku saat Dominic mencegahku dengan menahan lenganku.

"Siapa yang menyuruhmu duduk, Frey? Ikut aku!" Dominic menarikku ikut masuk ke ruangannya. Ia melepaskanku ketika aku sudah terkurung bersamanya di ruang kerjanya.

"Kalau kamu terus memasang wajah cemberut seperti itu, aku jamin seharian ini kamu akan terus mendesah di bawahku!" seringainya geli.

Aku melotot sebal.

"MR. MAXLEON! ANDA BENAR-BENAR KETERLALUAN!" teriakku emosi. Begitu emosinya sampai aku tidak bisa menahan diri untuk meneriakinya, lupa bahwa ia Boss-ku saat ini.

Dominic terkekeh menyilangkan tangannya di dada sambil menyandarkan pinggulnya di pinggiran meja.

"Nah, apalagi sekarang kamu marah-marah begini. Aku jadi makin ingin tau bagaimana rasanya jika kita bercinta di meja kerjaku," ia menepuk-nepuk permukaan mejanya.

Aku tersengal, makin membelalak mendengar kata-katanya yang tanpa disaring setiap bicara denganku. Rasanya sudah habis kesabaranku. Padahal aku bekerja di X-cellent ini baru satu bulan, tapi rasanya sudah tdak betah.
Kupejamkan mataku sesaat, mengatur emosi yang naik turun sejak semalam.

"Sudah tenang?" kerlingnya menaikkan sebelah alisnya.

Aku hanya diam memandangnya.

"Mr. Maxleon, saya ingin mengundurkan diri!" putusku memantapkan hati meski aku tau konsekuensinya.

Dominic menaikkan alisnya.

"Mengundurkan diri? Kamu tau berapa yang harus kamu bayar sebagai dendanya?" senyum miringnya membuatku menunduk kalah.

"Lima milyar rupiah, Baby. Sanggup?" bisiknya dengan punggung tangan mengusap sepanjang lenganku.

Aku menelan ludah.

"A-ku... eh... s-saya bisa mengangsurnya," jawabku gugup.

"Hahaha.... kamu pikir aku tukang kredit?" tawa Dominic membahana membuat wajahku panas karena malu.

Laki-laki itu masih terpingkal-pingkal memegangi perutnya. Aku merengut kesal. Laki-laki dan kekuasaannya!

"Sudahlah, kenapa kamu tidak menerima saja, Frey. Sudah kubilang aku butuh sekretaris pribadi bukan?"

"Tapi bukan berarti anda bisa seenaknya melakukan hal-" aku terdiam menggigit bibirku. Aku malu jika harus mengatakan dengan gamblang apa yang sudah dia perbuat padaku yang sialnya kubalas dengan gairah yang sama.

"Jadi apa maumu?" Dominic mundur kembali pada posisi bersandarnya. Matanya menatap lurus padaku.

"Hubungan pekerjaan yang profesional," sahutku menahan nafas berharap Dominic mengabulkan permintaanku.

"Hmm..." Dominic tampak berpikir.

Aku menunggu sambil terus berkomat-kamit dalam hati agar ia meluluskan permintaanku.

"Fine! Profesional saat jam kerja kantor! Dan sebagai sekretaris pribadi, kamu harus selalu siap jika kubutuhkan di rumah," putusnya membuatku berdecak kesal.

"Tentu saja saat di rumah, aku tidak bekerja padamu, Mr. Maxleon!"

"Dominic, Frey! Sekali lagi kamu memanggilku Mr. Maxleon saat kita hanya berdua, aku akan langsung memperkosamu!" ancamnya galak.

In My Boss ArmsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang