Chapter 3

77.1K 4.5K 31
                                    

Sepulang sekolah, Elia masuk dalam rumah mendapati Ibu dan Ayahnya sedang sibuk memotong sayur. Setelah mengucapkan salam, Elia langsung mencium tangan kedua orang tuanya.

"Ada pesanan ya Bu?" tanya Elia pada Ibunya.

"Iya sayang. Nanti malam kamu kalau nggak sibuk mau bantuin Ibu kan?" ucap Ani sambil membelai rambut Elia.

Elia tersenyum dan mengangguk. "Siap Bu!"

"Apa kamu tidak ada PR sayang?" tanya Ayahnya.

"Nggak ada kok Yah. Kan tadi masih hari pertama masuk kelas," jelas Elia pada Ayahnya.

"Oh iya, gimana sekolahmu? Lancar? Kamu bilang kelas XI IPA A itu adalah kelas unggulan yang keren. Jadi anak Ibu sudah jadi anak keren di sekolah?" tanya Ibunya dengan maksud membanggakan anaknya.

Elia seketika teringat kejadian pembullyan yang terjadi pada Teli di depan kelasnya dan ia hanya bisa melihatnya saja. Sontak dia langsung menundukkan kepalanya saat mendengar pertanyaan Ibunya.

"Kenapa sayang?" Eko, Ayah Elia mulai sedikit khawatir dengan respon Elia.

Elia mendongakkan kepalanya dan mencoba tersenyum. "Nggak Yah, nggak ada apa-apa kok. Hmm... Yah, Bu, Elia ke kamar dulu ya, mau mandi dan ganti baju setelah itu Elia bantu kalian."

"Iya sayang."

***

Setelah mandi dan ganti baju, Elia langsung ke dapur untuk membantu orang tuanya.

Orang tua Elia mempunyai usaha warung makan dan catering. Elia sudah biasa membantu orang tuanya maka dari itu, memasak adalah hal yang sangat mudah baginya.

"Dina mana Bu? Belum pulang?" Elia bertanya tentang keberadaan adiknya yang masih SMP kelas 7.

"Nginap ke rumah temannya. Katanya ada tugas sekolah jadi sekalian menginap."

"Nama temannya siapa Bu?"

"Sinta. Katanya rumahnya jl. Kalideres sana."

"Hm, oh iya Bu, Kok tumben ordernya dadakan?" tanya Elia sambil menata rapi tumpukan kotak makan.

"Iya sayang, katanya acaranya memang dadakan. Meskipun gitu Ibu ambil aja ordernya. Rizeki kan sayang kalau ditolak! Lumayan buat bayar cicilan dan utang."

"Rentenir itu datang lagi ke rumah?" tanya Elia dengan hati selalu miris ketika mengingat kondisi ekonomi keluarganya.

"Tidak sayang. Rentenir itu belum datang ke rumah kita. Kalau kita besok bisa nyicil utang ke mereka tepat waktu, mereka nggak bakal nagih ke rumah. Kamu tenang saja sayang!" jelas Ayahnya.

Elia menghela napas sambil memejamkan matanya mengingat keluarganya terlilit utang yang sebegitu banyaknya.

Apa boleh buat, dulu Dina, adik Elia sakit parah ditambah dulu Ayahnya pernah tertipu oleh seseorang yang mengatasnamakan sebuah perusahaan telekomunikasi dan menginformasikan bahwa Ayahnya dapat hadiah puluhan juta rupiah.

Apa daya Eko dengan keluguannya serta keadaan mendesak karena anaknya yang sedang sakit, tentu saja percaya pada oknum tersebut dan mentransfer sejumlah uang yang diminta oknum tersebut dengan dalih untuk pembayaran pajak. Namun naas, sampai saat ini pun hadiah itu tidak kunjung datang. Apalagi kalau bukan namanya penipuan.

Saat itu benar-benar masa kelam bagi keluarga Elia sampai Eko pun terpaksa menggadaikan rumahnya dan meminjam uang untuk pengobatan Dina dan mencari modal untuk membangun usahnya kembali.

"Do'ain Elia ya Yah, Bu, supaya Elia sukses dan bisa membantu kalian!" pinta Elia pada kedua orang tuanya.

"Sayang, kamu masih SMA saja sudah membanggakan kita! Kamu membantu kita bekerja, kamu sayang dengan kedua orang tuamu Nak!" ucap Ani sambil memegang tangan anaknya.

"Nak, mungkin keadaan Ayah sekarang terlihat tidak bisa menyekolahkanmu sampe kuliah tapi Ayah janji, Ayah akan bekerja lebih giat lagi supaya kamu bisa kuliah! Ayah tahu kemampuanmu Nak!" ujar Ayahnya sambil membelai pipi Elia.

"Buktinya kamu sudah bisa masuk kelas unggulan sayang!" Ani menambahkan.

Elia menangis dan langsung memeluk Ayah dan Ibunya. "Elia janji akan membahagiakan kalian!"

Setelah itu Elia dan Eko pun langsung mengantarkan catering makanan tersebut pada pemesan.

Setelah pulang mengantarkan pesanan, Elia melihat Sandra berdiri di depan rumahnya.

"Sandra?" sapa Elia memastikan.

"Elia," sahut Sandra sambil memeluk Elia.

"Lo ngapain disini malam-malam gini?"

"Gue mau nginap di rumah lo. Boleh kan?"

Belum sempat Elia menjawab, Sandra segera menyapa Eko dan Ani sambil mencium tangan merekan. "Malam Om, Tante..."

"Oh, Nak Sandra. Elia, kok nggak disuruh masuk temannya? Ayo nak Sandra silahkan masuk!" ucap Ani mempersilahkan.

Elia dan Sandra pun masuk dalam rumah.

"Hmm- Tante, malam ini Sandra boleh nginap kan disini?" pinta Sandra pada Ani.

"Tentu saja sayang! Tapi lain kali kalau mau kesini, kamu telepon dulu biar kamu nggak nunggu kayak tadi. Ini kan sudah malam."

"Iya Tan, makasih banyak ya."

"Sama-sama."

Elia pun langsung menggandeng tangan sahabatnya tersebut ke kamarnya.

"El, lo punya baju tidur buat gue kan? Gue nggak bawa. Gue cuma bawa seragam dan alat sekolah buat besok."

Elia langsung mengambilkan salah satu baju tidurnya dan memberikannya pada Sandra. "Nih, udah sono mandi! Nanti gantian..."

"Okay..."

Setelah mereka berdua selesai mandi dan ganti baju, mereka pun mengobrol sebelum tidur.

"Lo kok tumben tiba-tiba kesini sih San? Nggak bilang ke gue dulu. Ada apa?"

"Ck, ya biasa lah El, orang tua gue bentrok melulu...bosan gue. Jadi gue melarikan diri kesini aja," jawab Sandra dengan santainya.

"APA?!" tanya Elia kaget.

"Ih, apaan sih lo El, kayak nggak tahu ortu gue kayak apa aja."

"Hmm, mak... maksud gue, apa ortu lo udah tahu kalau lo nginap disini? Apa lo udah minta ijin?"

Sandra mencubit kedua pipi Elia. "Udah... udah... lo santai aja. Gue udah bilang kok kalau mau nginep di rumah lo!"

Elia sedikit lega mendengar jawaban Sandra namun sebagai sahabat tentu saja Elia harus menghiburnya.

"Hmm, San, lo yang sabar ya!"

Sandra memicingkan matanya dan berkata, "Lo juga! Habis sekolah langsung banting tulang bantu orang tua lo."

Elia tersenyum ringan pada Sandra.

"Eh, El, ngomong-ngomong, tadi pas gue mau kesini lihat ada pita cantik di toko, jadi gue beli'in lo. Lo kan suka pake pita merah," ujar Sandra sambil memberikan Elia pita merah cantik bermotif bunga.

"Wah... bagus banget San." respons Elia takjub.

Iya. Elia memang suka memakai pita di rambutnya. Setiap hari dia selalu memakai asesoris pita di rambutnya. Meski banyak temannya mengritiknya karena penampilan rambutnya yang lebih mirip anak TK, dia tetap saja tidak bergeming. Dia menguncir bahkan mengepang rambutnya seriap hari dan tak lupa meletakkan pita di rambutnya.

"Lucu kan?"

"Iya. Lucu. Makasih banyak ya San," ucap Elia sambil memeluk Sandra.

"Iya. Sama-sama."

"Lo udah sering banget beli'in gue pita San, gue janji nanti gue bakal beli'in kacamata baru buat lo! Hmm... tapi ya mungkin nggak semahal yang lo pake."

"Serah lo aja deh!"

***

Secret AdmirerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang