Chapter 6

61.3K 3.9K 62
                                    

Setelah pulang sekolah, Elia langsung membantu orang tuanya menyiapkan catering di suatu pesta ulang tahun.

Setelah selesai acara, membereskan peralatan makan, Elia dan orang tuanya pulang ke rumah dengan hati lega dan syukur.

Elia membuka kamar Dina dan melihat adiknya tersebut sudah tidur, kemudian ia menutup pintu kamar Dina kembali.

Meskipun Dina tidak pernah membantu orang tuanya sepertihalnya Elia, Elia tidak pernah iri terhadap Dina. Dalam hati Elia, ia berharap adiknya tersebut bisa belajar semaksimal mungkin untuk dapat merai cita-citanya dan membanggakan kedua orang tuanya.

Elia masuk ke kamarnya dan melempar sembarangan tubuhnya ke kasur berharap semua otot-ototnya berelaksasi sambil memejamkan matanya.

Iya. Seperti biasa pikiran dan bayang-banyang Bagas selalu menghantui hari-harinya bahkan saat dia kecapekan seperti ini.

Dia memikirkan adegan yang terjadi pada Teli dan Lisa sebelumnya. Dia sangat takut kejadian tersebut juga akan menimpa dirinya nanti ketika dia mengutarakan perasaannya pada Bagas.

"El, Masa' lo udah nyerah sebelum berperang sih?"

"Udah El, lupain si Bagas! Dia itu jahat! nggak berperikemanusiaan! Ngapain lo suka sama dia?"

"El, nggak ada alasan untuk mencintai seseorang kan? Lo masih suka sama Bagas meski udah tau sifat Bagas kayak gitu kan? Itu berarti cinta lo tulus! Dan mungkin saja Bagas bisa lihat itu!"

"Lihat aja, kalau lo ngasih surat itu, lo pasti bakal ditolak dan dipermalukan!"

"Setidaknya lo udah berusaha perjuangin cinta lo!"

Rasanya bisikan pro dan kontra memenuhi pikiran Elia malam ini, namun tampaknya Elia mempunyai jawabannya sendiri.

Elia bangkit dari posisinya dan duduk di depan meja belajarnya. Ia mengambil surat cintanya dari tasnya dan menyimpannya di laci mejanya lalu ia menulis beberapa kalimat di kertas yang baru. Kalimat-kalimat indah yang menunjukkan isi hatinya.

***

"Elia!" teriak Sandra memanggil Elia sambil berlari menuju gerbang sekolah.

"Hey!" sapa Elia sambil menghentikan jalannya untuk menunggu Sandra.

"Eh, El, lo udah denger nggak kalau Bagas nanti akan main futsal saat jam istirahat?" ujar Sandra antusias.

Elia terdiam sejenak memikirkan rencananya hari ini.

"Ih, lo kok diem sih El? Ini kan kabar baik buat lo! Bisa bisa mandangi dan ngagumi Bagas sepuasnya!"

Elia masih diam dan berpikir. Sebenarnya ia ingin sekali memberitahu rencananya pada sahabatnya, Sandra namun dia ingat kalau Sandra selalu tidak suka bila ia menginginkan hal yang lebih dari sekedar memandang Bagas. Ya, mungkin Sandra tidak ingin melihat sahabatnya hancur sepertihalnya wanita-wanita yang telah ditolak oleh Bagas.

"Maafin gue San, kali ini gue nggak bisa ngasih tahu lo rencana gue. Kali ini gue ingin perjuangin cinta gue tanpa melibatkan lo atau siapapun dan gue udah siap dengan konsekuensinya," gumam Elia dalam hati.

"El..! ngomong kek!"

"Hmm... entahlah San, sejak kejadian beberapa hari lalu... gue kecewa banget sama Bagas. Kali ini gue ingin ngelupain Bagas," jawab Elia bohong.

"What..?! El, lo nggak bercanda kan?" tanya Sandra spontan sambil beralih berdiri di depan Elia dan memegangi pundak sahabatnya tersebut.

Elia hanya diam memandang wajah serius sahabatnya tersebut kemudian memberi anggukan untuk menjawabnya.

Secret AdmirerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang