"bagaimana pekerjaanmu?"
suara berat milik ayah terselip di antara dentingan bunyi sendok yang terkadang beradu dengan piring.
pemuda yang duduk di tengah itu mendongak, sadar kalau pertanyaan itu ditujukan padanya.
"pekerjaanku baik-baik saja, ayah."
"bagaimana dengan calon istri, kamu sudah punya kan?" kali ini wanita paruh baya yang biasa ia sebut ibu lah yang berbicara.
pemuda itu diam sejenak, menatap makanan yang masih setengah belum ia habiskan namun nafsu makannya mendadak hilang.
"kenapa ibu selalu bertanya begitu?" pemuda itu bertanya balik.
ibu menatap sang anak dengan satu alis terangkat. "kenapa?? bukannya wajar kalau ibu bertanya begitu, usiamu sudah terlampau matang untuk menikah, kamu tidak ingin memberi kami cucu-"
"kakak sudah punya dua anak, kalau ibu butuh cucu lagi minta saja padanya."
satu satunya wanita di sana langsung menaruh alat makannya, "kamu selalu begini, susah dinasehati. terserah padamu saja ibu tidak peduli lagi lalau suatu hari kamu jadi bujangan lapuk."
setelah begitu ibu bangkit membawa serta alat makannya. pemuda itu menghela nafas panjang dan berat, ia bersandar pada punggung kursi sambil menoleh menatap ayah.
berharap pria paruh baya itu tak mengatakan hal yang sama dengan sang ibu.
"doyoung..."
"ya ayah?"
"ayah senang kamu berhasil menjadi dokter yang hebat, kami sebagai orang tua senang dengan kesuksesanmu."
"ayah tidak pernah melarangmu menjadi seorang pekerja keras, tapi jangan lupakan kebutuhanmu sendiri."
"kamu sudah mapan, usiamu sudah matang lalu apa yang kamu tunggu??"
"ayah-"
"ayah mengerti. tapi kamu juga harus mengerti kami."
dengan begitu pemuda itu sangat mengerti kalau saat ini ia terpojok, sebagai seorang anak bagaimana bisa ia menolak keinginan orang tuanya??
-oOo-
sudah lama gadis itu hidup bagaikan kelelawar. saat siang ia hanya meringkuk di atas kasur atau tidak keluar sedikit pun dari kamarnya, saat malam lah gadis itu baru beraktivitas.
dengan pakaian super minim gadis itu siap berangkat kerja. tidak perlu berjalan terlalu jauh, cukup masuk ke bangunan di sebelah rumahnya lah ia sampai.
"terlambat lagi, god sejeong." sapa salah satu bartender, namanya takada kenta.
gadis itu hanya tersenyum tipis kemudian membuka mantel coklatnya dan menggantungnya bersama mantel lainnya di tembok belakang bar.
"yang lain sudah dapat pelanggan?" tanya gadis itu, sengaja duduk di atas kursi depan bar, ia memperhatikan kenta yang sedang meracik minuman.
"nayoung bahkan sudah dapat 3," jawab kenta, ada jeda sejenak karna dia pergi memberikan pesanan dan saat pria itu kembali gadis itu dapat mendengar perkataan yang tertunda. "kau tahu?? salah satu dari 3 pelanggannya itu pengusaha terkenal!"
gadis itu menarik sudut bibirnya sedikit. "terus?"
kenta baru akan bercerita lebih banyak tapi seseorang dengan lancang meraba-raba bokong gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear you
Fanfictiontentang doyoung dan sejeong, dua orang yang bersama entah karna takdir atau paksaan.