13

1.4K 238 17
                                    








ketika kita merasa kehilangan apa yang kalian rasakan??

sedih sudah pasti.

selain sedih doyoung merasakan kosong. ia benar-benar melepas sejeong pergi, ia tak bergerak mencari dimana wanita itu pergi.

tidak, doyoung tidak menyerah hanya karna keinginannya tidak direstui orang tuanya.

dan ia tidak menyerah karna sejeong memintanya begitu.

doyoung hanya ingin memberikan waktu untuk sejeong, dan ia ingin membuktikan kalau sebenarnya mereka ditakdirkan untuk bersama.

kenapa doyoung begitu yakin?

karna hatinya berkata begitu.

"kau menemukannya?" tanya joy.

doyoung mengangguk kecil.

"lalu dimana sejeong?"

"aku tidak tahu." jawab doyoung.

wanita itu mendelik bingung. "maksudmu bagaimana?"

"sejeong memintaku untuk berhenti—"

"lalu kau menyerah??? semudah itu???"

"tentu saja tidak."

"lalu kenapa—"

"aku hanya memberinya waktu. agar ia sadar kalau aku berharga untuknya."

joy mendecih. "percaya diri sekali astaga kim doyoung."

doyoung tertawa, hambar. "pergi sana, suamimu sudah menjemput." usirnya.

joy menengok ke arah pandang doyoung, melihat changkyun yang berjalan menuju ke arah mereka.

"lalu apa yang akan kau lakukan sekarang?" tanya joy, mengabaikan usiran laki-laki itu.

"aku sedang menunggu."

"menunggu apa?"

"menunggu takdir mempertemukan kami lagi."







hidup memang tidak mudah. di tempat dimana ia dilahirkan sejeong berjuang untuk bertahan hidup.

kalau dulu sejeong berpikiran sempit hingga ia tanpa sadar terjun ke dunia malam, kali ini sejeong menggunakan sedikit otaknya.

alih-alih kembali menjual dirinya kepada pria berhidung belang sejeong memilih untuk mencari pekerjaan dari satu tempat ke tempat lain.

ia beruntung seorang wanita pemilik kebun memberinya pekerjaan, meski hanya menjadi seorang yang membantu mengumpulkan karet sejeong tetap bersyukur.

gajinya memang tak seberapa tapi sejeong tetap bersyukur karna pemilik kebun itu memperbolehkan sejeong tinggal di rumahnya.

"nyonya—"

"sudah kukatakan jangan panggil aku dengan sebutan itu." sahut lee sunmi, pemilik kebun.

sejeong tersenyum kecil. "lalu aku harus memanggil nyonya bagaimana?"

"terserah padamu asal jangan—"

"tapi nyonya lebih pantas."

sunmi hanya menggelengkan kepala, "sudah sudah ayo kita makan dulu."

sejeong menurut, mengikuti wanita itu menuju meja makan.

dengan ini sejeong sudah merasa bahagia, tapi benarkah???

otaknya boleh mengatakan ia bahagia tapi hatinya sekali lagi berkata lain. hati kecil memang tidak pernah bisa berbohong.

meski terlihat bahagia hatinya terasa kosong. tanpa kehadiran laki-laki itu ia merasa kehilangan.

Dear youTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang