Bab 6

480 60 26
                                    

Emma berjalan mengitari mall tanpa tujuan yang jelas. Tadinya ia ingin membeli beberapa buah baju, namun setelah sekian lama berputar-putar, ia tidak menemukan potongan yang cocok dihatinya. Namun matanya tertarik pada suatu barang di etalase toko buku.

The Three Secret Cities. Matthew Rilley.

Sepertinya itu buku yang bagus. Mungkin Andre akan suka membacanya,pikir Emma. Emma masuk kedalam toko buku tersebut. Dilihiatnya buku itu sekilas, membaca referensi dibelakang buku tersebut dan dia langsung memutuskan untuk membelinya. Semoga mood Andre dapat berubah setelah membaca buku ini, harap Emma.

Selain membeli buku itu, Emma tertarik pada suatu buku di deretan rak Romance. Diambilnya sebuah buku terbitan Mills&Boon yang mengisahkan cinta terlarang antara seorang perempuan kulit putih dan seorang kepala suku Indian dengan latar belakang tahun 1870an. Selain itu, perhatiannya tertuju juga pada sebuah buku mengenai management keuangan. Emma kemudian melihat- lihat dirak-rak  buku yang lain. Setelah tidak dapat menemukan buku lain yang menarik hatinya, Emma berbalik menuju kasir. Namun badannya menabarak orang yang berdiri dibelakangnya.

Buku – buku yang hendak ia bayar bertebaran dilantai sementara ia nyaris terjungkal jatuh apabila ia tidak menopang dirinya disalah satu rak buku. Rupanya orang yang ditabraknya pun terjatuh dan bukunya berhamburan. Namun rupanya keseimbangan orang itu cukup bagus karena ia tetap kok berdiri.

"Maaf. Saya tidak sengaja"  ujar Emma sambil berjongkok untuk mengambil buku- bukunya yang terjatuh.

"Tidak apa-apa, saya juga salah" ucap sebuah suara yang tidak asing lagi.

Emma mendongak dan sekali lagi, untuk yang kesekian kalinya, ia tersihir oleh sepasang mata yang menghanyutkan, seperti sehari sebelumnya.

"Rasanya kita berjodoh. Salam jumpa."

"Kamu..." desis Emma.

"Hmm... seleramu beragam juga ya" ujar pria itu ketika ia ikut berjongkok untuk membereskan buku-buku yang berserakan.

Emma hanya diam diri tanpa mengucapkan sepatah kata apapun. Hatinya masih dengkol peristiwa kemarin. Ia hanya berdiam diri sambil mengumpulkan bukunya yang berserakan.

"Ternyata benar tebakanku kemarin. Kau tipe orang romantis" pria itu berkata sambil memegang novel Romance yang ingin dibeli oleh Emma.

"Itu bukan urusan anda!" sergah Emma.

"Salah" jawaban pria itu.

Emma tertegun dan tidak mampu berkata-kata.

"Itu menjadi urusanku karena kau sangat mempesona dan sepertinya kita berjodoh" kata pria itu menambahkan.

"Sayang sekali, sepertinya saya tidak ingin mengenal, apalagi berjodoh dengan seseorang yang memerlukan buku seperti ini untuk menerangi hidupnya" ujar  Emma sambil menunjuk sebuah buku yang tersembul dari kantong belanjaan pria tersebut.

KamaSutra the sex Guidance for Ultimate Pleasure.

Sehenak pria itu tampah terperangah, namun dengan segera ia mampu  menguasi keadaan, katanya "My dear, a guy needs it to enlighten not only their life but also for the benefit of his partner. It gives the most exciting moment for his partner. You 'll also enjoy what's in it."

Sekali lagi, sebelum Emma sempat merangkai kata-kata untuk membalas ucapan tadi. Pria tersebut sudah selesai membereskan buku-bukunya dan pergi keluar toko buku tersebut sambil mengedipkan matanya ke Emma. Meninggalkan Emma dengan hati mendongkol.

Sial. Kenapa ia harus melihat buku ini si? Batin Tony kesal sambil melihat buku yang akan ia hadiahkan kepada Doni. Buku sial. Tak tertahankan rasa malunya dihadapan gadis itu tadi.

"Kenapa bengong?" ukar Leo mengagetkan.

"Hey... ngapain lu di sini?"

"Namanya juga jam makan siang. Biasa dong kalau gue mampir ke sini buat isi perut. Yang jadi pertanyaan gue adalah kenapa bengong?"

Tony tidak menjawab pertanyaan Leo tadi. Ia terus memandangi buku sialan itu. Tony tidak pernah merasa seperti ini sebelumnya. Malu. Hanya karena sebuah buku? Selama ini biarpun orang-orang  mengetahui rahasia panas hubungan asmaranya pun ia tidak pernah ambil pusing. Namun semuanya menjadi berbeda gara-gara gadis itu.

Tiba-tiba sebuah tawa yang membahana menyentakkannya dari alam lamunannya.

"Apaan sih Le, sepertinya lucu sekali?"

"Lu tuh yang lucu. KamaSutra? Lu bengong gara-gara ini? Bukannya tanpa buku itu lu sudah jago?"

"Ini bukan buat gue" kata Tony membela diri. "Buat kado Doni" tambahnya tersenyum lebar.

Sekali lagi Leo tertawa yang memancing tawa Tony juga.

"Memangnya kalau buat Doni itu bakal berguna buat dia?" tanya Leo mengomentari gaya hidup temannya itu.

"Hehehe... siapa tahu berguna, meskipun ia janji untuk selibat" jawab Tony.

"Tapi apa yang sebenarnya terjadi hingga ia memutuskan untuk melakukannya ya?"

"Ah sudahlah jangan dipikir. Itu sudah menjadi keputusannya."

"Which I respect it!"

"Ton, tentang taruhan itu, gimana perkembangannya?" tanya Leo. Melihat Tony yang diam saja, Leo menambahkan "Relaks, gue netral, tidak memihak siapapun. Tapi, I don't feel it's right."

"Nggak Tahu deh." Jawab Tony singkat.

"Menurut gue pribadi, tapi maaf sebelumnya ya... Gue nggak setuju sama taruhan ini. Perasaan seseorang itu bukan untuk dipermainkan. Apalagi seorang cewe. Lagian lu tau dong kalau sudah masalah mendendam, bisa bahaya."

"... Gimana ya Le, ini bukan masalah yang sepele buat gue. Masalahnya bukan cuma masalah pribadi gue sama William itu, tapi jujur aja, cewe itu memang mempesona,"

"Wah. Kalau sudah begini sih gue nggak ikut campur deh. Masalah hati sih. Cuma salah melangkah sedikit saja, lu bisa kehilangan segalanya."

"Itu sudah resiko gue. Ga masalah kok. Lagian siapa yang bilang kalau gue pakai hati?" jawab Tony.

"Ya udah terserah apa kata lu aja, gua laper berat nih. Makan yuk."

"Gue sih sudah order. Tinggal tunggu."kata Tony.

KemudianLeo memesan makanan. Dan tak lama kemudian kedua bersahabat itupun makan denganlahap.

(BUKAN) TARUHANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang