Bab 12

409 55 13
                                    

 Tony mematikan mesin mobilnya dan menoleh ke tempat duduk penumpang. Tampak Emma sedang tertidur dengan nyenyaknya. Disentuhnya bahu Emma untuk membangunkan gadis itu, namun bukannya terbangun, reaksi Emma malah semakin meringkuk pulas. Tony mencondongkan badannya dan berbisik lembut di telinga Emma.

Emma mulai terbangun. Matanya berkedip perlahan. Ada dorongan kuat dari dalam diri Tony untuk mengecup bibir Emma yang merekah tersenyum kepadanya. Emma yang baru setengah terbangun mendadak tersadar sepenuhnya dan mukanya memerah. Tony tersenyum geli melihat ekspresi yang tergambar di wajah Emma.

"Bangun Sleeping Beauty, kita sudah sampai di tempat tujuan."

"Oh... maaf, aku ketiduran. Aku capek sekali tadi siang."

"Aku mengerti, akhir-akhir ini merupakan masa-masa sibuk. Hari ini juga pasti merupakan hari yang berat bagimu ya" jawab Tony.

Emma hanya mengangguk singkat. Masih terpana dengan tinakan Tony yang berani tadi.

"Aku sudah lapar nih. Masuk yuk" ajak Tony

"Baik" jawab Emma tenang.

Tony keluar dari mobil dan membukakan pintu bagi Emma. Mereka berdua berjalan mengitari jalan setapak di mana terhampar kebun yang sangat indah.

Emma terpana melihat pemandangan dihadapannya. Didepannya, sejauh mata memandang, tampak kebun dengan beraneka ragam jenis tamana. Bunga-bunga berwarna-warni diatur dengan sedemikian rupa sehingga menghasilkan lukisan pemandangan yang tak ternilai. Gladiol, mawar, lilly, anggrek, bunga sepatu, melati, daisy semua terhampar bagaikan permadani yang menyebarkan keharuman tiada tara.

Didepan jalan setapak itu terdapat kolam berisi ikan koi yang beraneka warna memisahkan halaman dengan rumah utama. Pinggir kolam itu dihiasi dengan air mancur marmer berbentuk ikan. Di sebelah kanan kolam itu ada sebuah pondok kecil di mana orang-orang dapat menikmati keindahan alam di siang hari. Barisan bintang turut memperindah kesan magis dimalam itu. Berlian angkasa itu bertaburan di langit yang hitam pekat. Sungguh damai dan tenang suasana tempat itu. Tidak berubah sedikitpun.

Sekelibat ingatan Emma kembali ke masa silam. Bertahun-tahun lalu. Saat ia masih menempati rumah ini. Bersama Mama, Papa dan Andre. Masa kanak-kanak yang bahagia, meski hanya sekejap mata. Masa di mana Mamanya dapat tertawa dengan lepas, bergembira bersama dan masih mengerti apa arti keluarga.

Kenangan itu menyesakkan dadanya. Tanpa ia sadari, air mata menetes mengalir di kedua pipinya yang bagai porselen. Tony yang melihat hal itu segera tersentak dan terdiam.

"Emma, ada apa?" tanyanya.

Emma tersadar dari lamunannya dan dengan segera menghapus air mata yang masih mengalir di kedua belah pipinya.

Dengan suara tersendat ia berkata "Tidak apa-apa. Hanya teringat memori lama bersama...."

Emma terdiam mengingat apa yang hendak ia katakan. Bersama keluarga. Apakah itu keluarga? Pernahkah ia memiliki suatu keluarga utuh?

Tony menyentuh bahunya lembut. Seolah baru kembali dari alam lain, Emma tersentak dan segera menghilangkan pikiran-pikiran yang bersliweran di benaknya.

"Kita masuk yuk, aku sudah kelaperan" ajak Tony memecah keheningan dan rasa canggung di antara keduanya.

"Baik. Aku juga sebenarnya sudah lapar sekali"

Sambil memaksakan diri untuk tersenyum, Emma berjalan di samping Tony, memasuki tempat yang tidak asing lagi baginya.

"Ton, ini rumah siapa?" tanya Emma.

"Ini rumahku. Aku membeli rumah ini ketika aku berhasil memenangkan tender pertamaku. Lumayanlah, dengan sedikit perbaikan, rumah ini menjadi asri kembali. Dahulu orang yang memiliki rumah ini menelantarkannya begitu saja. Hanya tamannya saja yang tepat sama, tidak kuubah sedikitpun. Indah bukan?"

"Indah... sangat indah.. sama seperti dahulu" gumam Emma tidak sadar.

Mereka berdua masuk ke dalam rumah induk yang bernuansa kayu dan ukuran itu. Emma memandang sekeliling mencari kesamaan dengan ketika ia masih menempati rumah itu dua puluh tahun yang lalu. Tapi semuanya telah berubah. Satu-satunya keadaan yang masih sama adalah halamannya, seperti kata Tony.

Tony membawa Emma ke ruang tamu. Ruangan itu dipenuhi dengan sofat besar berwarna coklat susu dengan ornamen bantal yang sangat banyak. Di dinding ruangan itu tergantung lukisan gadis Bali membawa bakul di kepalanya berjalan di pinggir sungai yang mengalir tenang.

"Kau sudah lapar bukan?" tanya Tony untuk yang ke sekian kalinya malam itu.

"Iya, kelaparan malah. Dari tadi kau bertanya tentang hal itu terus..." jawab Emma. "Sepertinya kamu gugup, kenapa sih? Makanannya belum siap?"

"Tidak, tidak ada apa-apa kok" balas Tony gugup.

Kegugupan itu tidak pernah terjadi sebelumnya. Tony bertanya-tanya dalam hatinya mengapa hal ini terjadi. Ia bukan lagi anka sekolahan yang mengajak teman kencannya makan malam untuk yang pertama kalinya. Untuk menghilangkan kegundahan itu, Tony mohon diri untuk mengecek jamuan makan mereka. Ia pun beranjak pergi, meninggalkan Emma yang terserang kantuk di salah sudut sofat besar yang empuk itu. 

(BUKAN) TARUHANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang