Bab 8

454 60 24
                                    

Minggu ini benar-benar mengesalkan. Hari berlalu begitu lambat, terutama pada hari setelah Emma menandatangani kontrak dengan Chain Tech. Bukan masalah dengan produk kerja yang dituntut oleh pihak perusahaan namun lebih merupakan masalah pribadi dengan pemimpin perusahaan itu sendiri. Tony.

Pria itu sungguh arogan, seksis, meremehkan dan menyebalkan. Ingin rasanya Emma menyiramkan ice lemon tea yang dipesannya hari ini ke atas kepala pria yang sangat mengganggu itu.

Dari hari pertama mereka bertemu, tidak ada satu haripun pria itu tidak merendahkannya dengan komentar-komentarnya yang menjengkelkan. Sepertinya pria itu hanya menganggapnya sebagai sepotong tubuh tak berotak. Komentar-komentar ringan pria itu selalu membuatnya naik darah.

Ada saja sesuatu yang membuat pria itu merasa tidak puas dengan apa yang ia kerjakan. Seharusnya masalah-masalah sepele mengenai detail launching ini dapat didiskusikan dengan staf bagian promosi. Tidak perlu harus berhadapan dengan pria itu. Selalu ada hal-hal kecil yang membuatnya tidak puas dan mencari-cari kesalahan Emma. Dan harus Emma yang menghadapnya.

Jengkel. Bukan. Lebih dari sekedar jengkel ataupun marah. Emma muak dengan pria itu. Terutama setelah apa yang terjadi hari ini. Ingin rasanya Emma menghentikan apa yang sedang ia lakukan saat ini juga. Namun ia harus mengingat kelangsungan perusahaannya dan juga nasib karyawan-karyawannya. Dengan berat hati ia harus tetap bekerjasama dengan pria itu.

Hari pertama ia bekerjasama, pria itu sudah mengomentari pakaian yang ia kenakan. Selera profesional muda yang mengundang katanya. Padahal jika diingat lagi, Emma hanya mengenakan rok selutut dan blazer berwarna coklat tua, kamisol satin warna peach dan sepasang sepatu stiletto dengan model klasik berwarna senada. Tidak ada yang dapat dikategorikan mengundang pikirnya. This guy has sexist issue!

Namun yang tidak ia sadari adalah betapa rok selutut itu, meskipun terlihat sopan, memamerkan bentuk kakinya yang indah. Kamisol satin itu terlihat amat pas dikombinasikan dengan kulitnya yang sehalus sutera, membuat orang yang melihatnya tertantang untuk merasakan kelembutan dan kehalusan dibaliknya. Sepatu hak stiletto itu membuat penampilannya terkesan seksi dan liar. Hal-hal ini tidak disadari oleh Emma.

Hari kedua, pria itu mengeluh mengenai pemilihan dekorasi untuk lauching yang dianggapnya kurang modern. Belum lagi pria itu mengkritik mengenai timing dan tempat dilaksanakannya launching itu. Padahal hari sebelumnya teamnya telah membuat suatu kesepakatan. Belum lagi kesalahan-kesalahan kecil -menurut pria itu- yang membuat Emma harus bolak-balik mengunjungi ruangan kantor pria itu. Kesalahan kecil pikir Emma, yang seharusnya tidak membutuhkan penanganan langsung dari seorang direktur.

Untunglah hari ketiga dan keempat ia tidak harus bertemu dengan pria itu. Namun selama seminggu berikutnya Emma harus duduk semeja dengan pria menyebalkan itu entah berapa lama. Herannya, ada saja komentar pria itu yang ditujukan secara pribadi kepada Emma. Namun selama sebulan terakhir Emma telah terbiasa mengahdapi pria itu. Kali ini yang membuatnya sangat kesal adalah perilaku menjengkelkan pria itu yang menolak rancangan deokrasi ruangan yang telah disempurnakan atas permintaan pria itu sendiri. Sudah lima kali mereka mengganti tema dan design dekorasi dan pria itu selalu merasa tidak cocok.

Emma sangat kesal, sampai sampai ia hampir walk out dari ruang rapat itu kalau saja Rossie tidak menahannya. Akhirnya setelah melalui perdebatan yang cukup panjang, mereka menyetujui rancangan akhir itu akan tetap dipakai dengan sedikit penambahan ornamen lightning pada background panggung utama.

Karena Rossie harus kembali ke kantor pada jam siang maka terpaksa Emma menikmati makan siangnya sendirian karena ia terpaksa harus tetap berada di gedung itu sampai mock up dekorasi itu selesai dikerjakan. Hal itu dikarenakan ia harus segera mengurus keperluan penataan ruangan itu alias sudah mencapai date line. Untuk menghilangkan kekesalan, pada saat makan siang Emma pergi ke sebuah restoran yang terletak di gedung itu dan mengambil sebuah novel untuk meredakan ketegangan yang ia alami hari ini.

(BUKAN) TARUHANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang