Bab 13

484 56 41
                                    

Tony berjalan menuju dapur menemui pembantunya dan memerintahkannya untuk menyiapkan meja makan. Lalu ia kembali menuju ruang tamu dan menemui Emma sedang tertidur nyenyak di sofa di mana ia meninggalkannya tadi. Entah mengapa ia menikmati keadaan ini. Ia merasa damai hanya dengan melihat gadis itu tertidur pulas.

Ia mencondongkan badannya dan menyibakkan rambut Emma yang tergerai menutupi wajahnya. Ketika memandang wajah itu, ia terdorong untuk mencium gadis itu. Tony sudah menundukkan badan hendak menciumnya. Dikecupnya pipi Emma. Pada saat yang bersamaan terdengar suara berdeham dari belakangnya.

Tony menengok ke belakang dan emndapati ayahnya memandanginya sambil tersenyum geli. Ia pun berdiri dan bersikap seperti seorang anak kecil yang ketahuan mengambil permen.

"Papa? Kok sudah pulang dari Singapura tapi tidak memberitahukan saya?"

Ayahnya hanya tersenyum dan menggerakan kepalanya sebagai isyarat mengajak Tony keluar dari ruang tamu.

"Wah, kemajuan nih?" sindir ayahnya.

Tony hanya tersenyum simpul mendengar sindiran ayahnya.

"Ton, Papa senang. Biarlah yang lalu berlalu" tukas ayahnya.

"Santailah Pa. Tapi apa sebenarnya yang membuat Papa sampai pulang ke Jakarta tanpa pemberitahuan sebelumnya?"

"Sebenarnya Papa hanya ingin membicarakan masalah hotel di Bali. Papa ingin kamu yang menanganinya dan Papa pesan sekali, jangan biarkan masala lalumu mengganggu rencana kita ini."

"Maksud Papa apa?"

"Kamu tahu jelas apa maksud Papa. Pihak mereka diwakili oleh Wiliam. Jangan buat semua menjadi berantakan hanya karena permasalahan pribadi kamu dengan William!"

"Pa, jangan paksa saya!"

"Sudah berulang kali Papa katakan, jangan terlalu memendam dendam. Masa lalu biarkan berlalu. Jangan merusak kesempatan di depan mata hanya karena ini!"

"Tapi saya tidak mau!"

"Papa tidak mau dibantah!"

"Tapi..."

"Tidak ada tapi-tapian! Kamu selalu melihat ke masa lalu, kapan kamu bisa maju? Jalani permainanmu, menangkan dan lanjutkan hidupmu!" tukas ayahnya dengan pandangan penuh arti yang diarahkan ke ruang tamu.

"Lagipula, coba kamu pikirkan nasib orang-orang yang bergantung pada kelancaran proyek kita. Ego kamu bisa membuat mereka kehilangan pencaharian. Sudahlah, move on nak."

Tony hanya tersenyum melihat tatapan ayahnya yang ditujukan ke ruang tamu, nampak di matanya bagaimana Emma tertidur dengan pulas.

"Bagaimana hubunganmu dengan gadis itu?"

"Namanya Emma. Dan hubungan kami... Jujur saya tidak tahu Pa. Emma sangat berbeda dengan perempuan lain yang pernah dekat dengan saya. Dia sangat tertutup dan selalu menentang apa yang saya katakan."

"Kalau dia menentangmu, rasanya dia gadis yang baik. Papa turut senang." Sang ayahpun terkekeh.

"Memang. Tapi saya tidak yakin ia akan menerima saya apa adanya. Mungkin sekali ia akan menolak saya."

Papanya hanya tertawa geli, katanya "Itu namanya tandanya kalian berjodoh."

"Lah, bagaimana bisa...?"

"Itu yang terjadi di dalam film romantis kesukaan mamamu bukan? Sepasang laki-laki dan perempuan yang berbeda sifat, berawal dari pertengkaran berakhir dengan percintaan." Jawab ayahnya sambil terkekeh lagi.

"Ayo, Papa lapar, kita bangunkan saja gadismu itu, Papa ingin mengenalnya lebih jauh." Ujar ayah Tony sambil berjalan menuju ke ruang makan.

Tony berjalan menuju ruang tamu, dalam hatinya ia bertekad untuk menjalankan nasihat ayahnya. Sudah saatnya dia memenangkan permainannya. Mendapatkan Emma, mengalahkan William dan kemudian melanjutkan hidupnya dengan penuh kemenangan dengan Emma disisinya. Untuk kali ini, dia tidak akan pernah melepaskan gadis itu. Tidak akan.

(BUKAN) TARUHANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang