Bab 9

466 62 38
                                    

"Halo cantik..."

"Halo kakakku sayang, tumben main ke rumahku."

Emma mencium pipi Andre sambil mempersilahkan Andre masuk ke dalam rumahnya. Andre langsung menyodorkan sebuah tas berisi bungkusan yang diterima Emma dengan senang hati. Emma membuka bungkusannya dan mendapati sebuah boneka kangguru yang besar dan sebuah lukisan pemandangan yang melukiskan pemandangan kota di malam hari.

"Terima kasih Ndre..."

"Itu lukisan Melbourne di malam hari. Aku senang kalau kamu menyukainya."

Emma melihat sebuah undangan di dalam tas itu. Diambilnya sambil melontarkan pandangan bertanya pada Andre.

"Baca saja" jawab Andre.

Emma membaca sekaligus undangan itu kemudian dimasukannya kembali undangan itu kedalam tas. Raut wajahnya tak menunjukan ekspresi apapun, bahkan cenderung dingin.

"Papa sakit keras. Emm... Datanglah ke pesta ulang tahunya, dia pasti akan bahagia. Itu akan menjadi kado ulang tahunnya yang terindah."

"Aku tidak mau datang" sahut Emma ketus.

"Pikirkan lagi Emma. Kamu sudah menolak mengorganize pestanya. Setidaknya kamu datang dan berdamai dengan Papa. Biarlah Papa menikmati hari tuanya dengan damai."

"Pokoknya aku tidak mau. Mau dia sakit, sekarat atau mati sekalipun aku tidak perduli."

Andre hanya terdiam melihat Emma yang terlihat amat marah. Andre sangat mengenal watak gadis ini. Keras, kukuh pada pendiriannya. Andre sudah mendugakan menjadi sangat sulit untuk membujuk Emma untuk melakukan permintaannya ini. Namun ia tidak menyangka reaksi Emma akan menjadi seperti ini.

"Emma yang kita biacarakan ini adalah Papa, orang yang membuat kita terlahir di dunia ini."

"Ndre... Tidak ingatkah kamu ketika ia menelantarkan Mama, mama yang melahirkanku. Dia menyia-nyiakan Mama! Dia mematahkan hati Mama! Berkali-kali! Mama meninggal karena dia. Mama amat sengsara memikirkan semua perbuatan orang itu!" bentak Emma.

"Tapi Emm, Papa sudah tu..."

"Aku tidak perduli! Pokoknya aku tidak mau tahu apa yang terjadi padanya."

"Emma jangan begitu. Bagaimanapun dia Papa kita Emm... jangan bersikap seperti ini" bujuk Andre.

"Dia menyengsarakan Mama. Itu sudah cukup bagiku! Aku tidak habis pikir kenapa kamu membelanya Ndre. Kamu tahu seperti apa kehidupan yang kami jalani selama ini."

"Tapi itu hanya karena Mama tidak mau menerima tunjangan dari Papa!" balas Andre.

"Perempuan mana yang mau dirinya diduakan? Apalagi ditigakan? Perempuan mana yang mau melihat suaminya main gila dengan perempuan lain di depan mukanya? Perempuan mana yang sudi digadaikan demi bisnis suaminya? Jawab?! Tidak ada perempuan yang tidak terluka harga dirinya jika diperlakukan demikian! Dijual!" teriak Emma.

Andre terkesiap mendengar kalimat terkahir Emma yang diucapkan dengan amarah membara.

"Sudahlah sama saja. Kamu tidak akan mengerti karena kamu melakukan hal yang sama. Selalu berganti-ganti pacar. Bahkan kamu mempunyai dua orang pacar sekaligus. Apa kamu mengerti perasaan mereka. Selama kamu masih belum bisa mengubah hal itu, jangan sekali-kali kamu mengajukan permintaan yang sama kepadaku!"

"Emma dengar dulu..."

"Sudahlah, semua laki-laki sama saja! Aku tidak mau tahu dan aku tidak mau mendengar sepatah katapun dari kamu!"

"Kenapa kamu keras kepala begini sih Emm...."

"Sudahlah. Aku cape. Aku tidak mau berdebat lagi. Pulang saja sana!"

(BUKAN) TARUHANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang