Seusai makan siang itu, Tony langsung menyuruh sekretarisnya untuk memanggil manajer produksi dan promosi untuk sebuah rapat darurat. Tidak sampai sepuluh menit kemudian, seluruh staf produk dan promosi sudah berkumpul di ruangan Tony.
"Saya ingin mengetahui perkembangan produk terbaru kita. Apakah Tech Watch 1983 sudah siap untuk dipasarkan?" cecar Tony.
"Masalah produksi sudah fixed, hanya tinggal uji coba ketahanan baterai saja, Pak, yang belum selesai. Dari pihak produksi, kami memperkirakan dalam waktu sebulan-dua bulan kita bisa merilis produk terbaru kita," jawab staf produksinya.
"Kami dari pihak marketing-lah yang punya masalah, Pak."
Tony hanya diam. Hal ini sebelumnya telah ia duga. "Apa yang menjadi masalah kalian?"
"Banyak merk kompetitor yang mengeluarkan produk sejenis. Memang milik kita secara lokal jauh lebih berkualitas, namun jika promosinya kurang, produk kita bisa tidak laku. Apalagi si jam lambang buah itu akan mengeluarkan seri ke-5-nya. Yang menjadi masalah sekarang adalah kemungkinan biaya promosi yang akan membengkak."
"Bukan masalah bagi kita, bukan?" sergah Tony. "Selama... strategi itu jitu. Saya tidak seperti ayah saya. Saya lebih senang apabila promosi yang kita lakukan tepat sasaran. Saya tidak suka mengulang dua kali. Dan saya ingin tahu, apa rencana untuk mempromosikan Tech 0-204/334 kita ini?"
"Kami berencana untuk mengadakan pre-launching dan launching yang spektakuler. Untuk yang pre-launching, skalanya lebih kecil. Tujuannya memberikan gambaran kepada masyarakat tentang produk kita. Setelah itu baru kita lakukan grand launching. Mungkin menyewa slot acara di stasiun TV tertentu. Kemudian kami juga ingin memperbanyak slot iklan di media elektronik maupun media cetak."
"Kenapa kalian merasa cara itu jitu untuk mengejar ketertinggalan kita?" tanya Tony.
"Kami melihat pada produk terdahulu. Kekalahannya dari tech-watch sejenis adalah karena kurangnya pengetahuan masyarakat akan produk kita. Padahal jam kita ini bisa di- pairing dengan handphone Android mana pun. Maka kami putuskan untuk memperbesar kegiatan promosi. Tapi pasti akan ada pembengkakan di budget promosi."
"Baik kalau demikian, saya rasa sedikit tambahan di budget promosi bukan masalah. Untuk meminimalisir pengeluaran pada pre-launching ini, kita bisa memakai EO yang tidak terlalu besar. Bagaimana menurut kalian?"
"Ide bagus, Pak. Kami rasa medium size EO sudah bisa. Karena toh ini sifatnya hanya perkenalan. Bisa dibungkus dengan konser band seperti pensi."
"Ok, kalau begitu, bisa kamu siapkan konsepnya dalam waktu 2 hari? Kebetulan saya punya kenalan yang bisa membantu."
"Sekarang pun bisa, Pak, namun masih dalam rough draft. Dalam dua hari kami dapat memberikan clean draft-nya, Pak."
"Bagus kalau demikian. Ada bonus untuk kalian, tentunya jika target tercapai dan kuota lancar," jawab Tony. "Oh iya, saya menginginkan sesuatu yang fresh seperti konsep segar dan partner baru. Untuk acara kali ini saya merekomendasikan sebuah event organizer baru. kita akan membicarakan detail dengan mereka secepat mungkin."
"Baik, Pak," jawab karyawannya segera.
Setelah pembahasan yang cukup lama, ruang kantor Tony akhirnya sepi. Dipandanginya kartu nama yang diperolehnya. Cetakannya bagus, nama yang tercetak di atasnya pun terdengar indah. Tony sedang berpikir untuk menelepon gadis itu ketika sekretarisnya mengetuk pintu dan masuk.
"Permisi Pak, Reno dari bagian Promosi menanyakan contact person dari EO yang Bapak maksudkan tadi" ujar sekretarisnya.
"Tunggu, biar saya kontak dia dulu. Saya mau mereka dengar keinginan saya terlebih dahulu, baru nanti kalian diskusikan ide yang tadi kita bahas ke mereka."
"Baik Pak. Memang Bapak sangat jauh berbeda dengan ayah Bapak," jawab sekretarisnya lagi.
Tony mengernyitkan dahi, lalu ia berkata "Saya tidak suka dipersamakan dengan ayah. Memang reputasinya di dunia bisnis bagus, namun saya harus merintis lagi dari bawah untuk keluar dari bayang-bayangnya. Itu susah sekali Ta" jawab Tony kepada sekretarisnya.
"Bukan itu maksud saya Pak...." sahut sekretarisnya buru-buru.
"Tasha, saya yakin bukan itu maksud kamu. Sudahlah, tidap apa-apa. Tolong tolak dulu semua telepon yang masuk untuk saya sementara ini, kecuali dari ayah."
"Baik Pak. Terima kasih, saya permisi dulu."
Tony kembali memandangi kartu nama yang dari tadi ia pegang.
Emma... Sayang sekali sebenarnya jika gadis seperti itu menjadi bahan taruhan, batin Tony dalam hati. Tapi yah... sudahlah. I'm in the game, so beat it, pikirnya sambil meraih gagang telepon.
Terdengar nada panggil beberapa kali sebelum sebuah suara lembut menggantikannya.
"Halo. Lavender Event Organizer, ada yang bisa kami bantu?"
Tony hanya terdiam. Membayangkan apakah suara Emma akan seindah operator telepon ini. Menyusun strategi selanjutnya. Memikirkan apa yang akan ia lakukan selanjutnya.
"Halo... Halo..." terdengar suara dari seberang yang membangunkannya dari lamunan.
"Oh... Halo... maaf, saya Anthony dari Chain Tech," jawab Tony kagok.
"Ya, Pak Anthony, ada yang bisa kami bantu?" jawab suara di seberang sana.
"Perusahaan kami ingin EO anda menangani acara launching produk terbaru kami. Kami harap EO anda mau meluangkan waktu untuk menanganinya. Bisa tolong sambungkan dengan bagian yang bisa membantu saya?"
"Baiklah kalau begitu, kebetulan saya sendiri yang bertanggung jawab, Pak, dan kami rasa Bapak memerlukan presentasi dari kami mengenai kinerja kami. Jika Bapak dapat meluangkan waktu, kami dapat mempresentasikan portofolio kami. Dan mungkin jika Bapak puas dengan presentasi kami dan proposal yang kami ajukan, kita dapat membahas detail-detail selanjutnya," jawab suara indah itu dengan cekatan.
"Baik kalau begitu. Saya lebih senang jika kita bertemu secepatnya. Lebih cepat lebih baik."
"Bagaimana jika lusa?" jawab suara di seberang.
"Coba saya lihat jadwal saya..." Tony sengaja mengulur waktu. "Lusa jadwal saya penuh," ujarnya, meskipun ia tidak memiliki janji penting apapun dua hari kedepan. "Bagaimana jika Jumat... sekitar pukul 13.00? tapi itu pun belum pasti, nanti saya suruh sekretaris saya untuk mengkonfirmasi lebih lanjut. Bagaimana?"
Terdengar suara "klik, klik" dari mouse di telepon. Lalu beberapa saat kemudian "Baiklah, Pak. Saya rasa kami bisa. Di mana dan dengan siapa kami nanti harus bertemu?" kembali suara tersebut terdengar dan membuat kuduk Tony sedikit meremang.
"Anda tentu tahu gedung kami, bukan? Temui saya di lantai 14."
"Baik, Pak."
"Maaf, kalau saya boleh tahu, saya berbicara dengan...?"
"Emma. Pak. Senang bekerjasama dengan Anda. Selama siang dan terima kasih."
"Selamat siang."
Tony merenung. Tidak menyangka bahwa target sendirilah yang barusan berbicara dengannya. Tidak pernah dalam seumur hidupnya dirinya grogi hanya karena suatu percakapan di telepon. Suara lembut itu masih terngiang di telinganya. Suara yang cocok untuk dimiliki oleh seorang gadis yang amat menawan. Seorang gadis yang dalam benaknya seharusnya pantas untuk dijaga dan dimanjakan, bukan untuk dipermainkan.
Di dalam hatinya, Tony merasakan ada sedikit keraguan. Gadis itu rasanya lebih cocok untuk dipeluk sayang, bukan menjadi objek taruhan. Namun jika seandainya memang secara fisik gadis itu memesonanya, namun keberadaan William disampingnya cukup untuk membuatnya melakukan apa pun terhadap gadis itu. Termasuk mermpermainkannya.
Suara sekretarisnya membangunkan Tony dari lamunan sesaat. Sekretarisnya mengingatkan bahwa hari ini Tony harus bertemu dengan ayahnya untuk membahas beberapa hal sambil menuju ke bandara. Maka Tony segera membereskan mejanya dan bergegas keluar kantornya.
Sebelummeninggalkan kantornya, Tony berkata "Ta, tolong sampaikan pada bagian promosi,saya menginginkan clean draft-nyasudah jadi Jumat pagi. Kita rapatkan pukul 10.00 karena kita akan bertemu EO-nyasesudah makan siang."
KAMU SEDANG MEMBACA
(BUKAN) TARUHAN
RomanceEmma adalah seorang gadis yang memiliki trauma masa lalu yang membuatnya tidak mempercayai pria. Tony adalah pria yang pernah dikhianati dan membawa dendam. Apa yang terjadi ketika keduanya terjebak dalam pertaruhan kekanakan yang mengatasnamakan...