07. Cinta dan Luka

1.5K 363 165
                                    

"Cinta dapat menjadi sumber bahagia.
Namun, dapat pula menjadi bencana.
Dapat membuat seseorang hilang akal dan ingin lenyap seketika,
Sebab luka dari cinta tak mampu lagi ditanggungnya."

*****


Praang!!!

Terdengar bunyi pecahan kaca dari sudut ruangan di sebuah kamar yang nampak remang-remang cahayanya. Bunyi itu dihasilkan dari sebuah gelas yang telah diteguk sekaligus hingga tandas. Gelas itu berisikan minuman yang kata orang dapat memabukkan.

Minuman yang dicobanya untuk melenyapkan sejenak kegilaan dari hiruk pikuk luka di hati, ataupun bayangan seseorang yang berkelebat menyusup masuk disetiap inci ruang mata indahnya. Namun, nyatanya tak ada yang berbeda.

Berkurangnya kesadaran tak mampu membuat ia lupa sesaat. Lupa akan kesakitan di hati, ataupun bayangan sosok pengkhianat yang masih menempati ruang hati.

Tampak seorang gadis yang telah duduk terjerembap di lantai yang dingin itu. Tubuhnya menggigil, tetapi dadanya justru terasa panas. Penuh sesak yang kian mencuat.

Luka akibat pengkhianatan cinta masih segar menguar seadanya. Membuatnya lelah menghadapi hidup yang telah tiada arti untuk berjuang atau sekadar bertahan dari keputusasaan.

Ia merasa kepalanya pening. Ekor matanya terasa memandang seisi ruangan seperti berputar-putar seakan meneriakkan suara penuh ejekan atas kebodohannya.

"Kumohon berhentilah, Aku memang bodoh!" hardiknya kepada suara yang seolah tak henti mengoloknya. Tangisnya kembali pecah entah yang kesekian kalinya dalam dua jam di kamar dengan suasana malam yang dingin itu.

Setelah menemukan ide untuk melenyapkan kesakitan yang tak tertahan olehnya, seketika ia terbahak-bahak lalu setelahnya menangis keras, detik berikutnya tertawa lepas. Namun, justru derai air mata yang kian deras membanjiri pipi pucatnya.

"Mungkin itu satu-satunya jalan," ujarnya tersenyum miris. Ia akan segera mengakhiri hidup yang telah tiada kebahagian lagi baginya.

"Dengan kematian aku akan bebas dari kesakitan. Selamat tinggal pengkhianatan," ucapnya lirih atas tindakan nekatnya di tengah rintihan sakitnya. Hal yang benar-benar konyol untuk dilakukan seorang manusia yang berakal.

Lalu setelahnya kelopak mata itu tertutup sempurna, dengan tubuh terkapar lemas tak berdaya.

Waktu masih berdetak laju...

"Tidak! Kakak," pekikkan keras, menyentakkan seorang pemuda dari alam bawah sadar. Kedua netranya membulat memandang nanar. Tanpa sadar ia telah terlonjak lalu terduduk di ranjang.

Dada bidangnya naik turun dengan ritme yang tak beraturan. Detak jantungnya memburu membuat napasnya tersengal-sengal.

Masih jelas jejak air mata di pipinya. Peluh keringat menetes dari pelipisnya, lalu disekanya kasar dan menangkupkan kedua telapak tangannya di wajah kemudian mengusapnya dengan kedua tangkupan tangan ke arah rambut hingga tengguknya.

Ia menghembuskan napas berat beberapa kali. Mencoba menenangkan diri dari mimpi buruknya.

Arkan bangkit dari atas kasur, diraihnya air minum yang tersedia di atas nakas. Lalu diteguknya hingga tandas, sekali lagi. Ia kembali mengingat mimpi yang terasa nyata itu.

"Mimpi terburuk selama aku hidup." Gumamnya dengan perasaan takut yang bergelanyut.

"Ya Allah, kenapa perasaanku menjadi sangat tidak tenang. Semoga kakak baik-baik saja, dan selalu dalam lindungan-Mu," serunya, tulus memohon.

BERDETAK (Berakhir dengan Takdir) {TAMAT}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang