23. Luapan Perasaan

1K 270 58
                                    

"Perasaan seseorang memiliki ruang di sudut-sudut tertentu. Dalam pembagian emosi sesuai porsi: amarah, cinta, kecewa, luka dan hal lainnya yang dapat menjadi luapan perasaan berupa tindakan dan ucapan."
*****

Jemari tangan Arkan seketika terkepal erat. Rahangnya mengetat mendengar serentetan kebenaran yang membuatnya murka. Menatap nyalang ke sembarang ruang mencari keberadaan Reyhan.

Ia telah mendengar semua kebenaran tentang banyak hal yang sudah lama ditutupi kakaknya. Dimulai tentang penamparan laki-laki itu dan sikap kasarnya yang selama ini dirahasiakan Neira darinya. Juga perubahan sikap hingga sekarang perselingkuhannya secara terang-terangan di hadapan kakaknya amat membuatnya geram.

Setiap penuturan yang menyusup pendengarannya seakan menjadi bahan bakar yang kian penyulut api untuk berkobar hingga membuat darah Arkan mendidih.

"Arkan... Dengarkan Kakak! Kau sudah berjanji bukan, untuk tidak akan bertindak gegabah?" Neira mencekal lengan adiknya itu saat ia berniat melenggang pergi.

"Aku tidak bisa tinggal diam, Kak. Ini sudah sangat kelewatan. Aku tidak bisa lagi toleransi atas sikap brengseknya selama ini. Biarkan aku membereskannya dengan caraku. Maafkan aku kak...." tukasnya sembari melerai cekalan Neira dilengannya.

Neira menatap khawatir kepergiannya. Namun, akhirnya karena merasa pusing, ia tidak lagi mengejarnya. Toh Arkan tidak akan menemukan Reyhan di rumah ini, karena diketahuinya laki-laki itu memang sedang tidak ada di rumah sejak tadi. Bahkan Neira tidak tahu ke mana tujuan setiap kepergiannya.

Arkan bergegas pergi dengan penuh emosi yang memuncak. Ia bisa merasakan betapa terlukanya kakak tercintanya. Apalagi ketika dilihatnya cinta itu telah ada di matanya untuk Reyhan yang entah sejak kapan hal sepenting itu terlewat dari pengawasannya.

Pemuda itu semakin murka. Kakaknya kembali dibuat terluka oleh orang yang dicintainya. Bahkan lagi-lagi mengkhianatinya. Baik seseorang di masa lalu ataupun sekarang. Sama saja. Brengsek.

Dia akan menemukan di sudut manapun keberadaan Reyhan.

Pucuk dicinta ulam tiba.

Bagaikan sebuah harapan yang terwujud, bola mata Arkan melebar melihat kedatangannya dari arah pintu utama yang baru saja ditutupnya.

"Benar saja, si brengsek itu!!"

Tanpa membuang banyak waktu, dengan langkah lebar dan tergesanya ia beringsut ke arahnya. Lalu terdengar....

Buughh!!!

Sebuah bogem mentah telah mendarat sempurna di wajah tampannya.

Seketika darah segar keluar dari sudut bibirnya. Ia yang baru datang dan tiba-tiba diterjangnya dengan tumbukkan keras hingga panas dan pedih menjalar di otot-otot wajahnya itu merasa tidak tahu menahu asal muasal kemarahan adik iparnya. Sontak saja membuatnya naik darah menatap tajam berkabut amarah di kedua bola matanya.

"Kurang ajar. Lancang sekali kau anak ingusan! Berani memukul Kakak iparmu, hah?!"

"Tutup mulut kejimu itu... Kakak ipar brengsek!!" tukasnya menatap tajam sesaat lalu menyunggingkan sebuah senyum penuh ejekan.

Reyhan semakin geram sejurus kemudian menyerangnya balik, tetapi dengan gerakan cepat Arkan beringsut menghindar, lalu menyarangkan lagi bogem mentahnya di wajah arogannya.

BERDETAK (Berakhir dengan Takdir) {TAMAT}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang