Tett ... Tett ... Tett ...
Suara bel masuk memekkan telinga siapa saja yang mendengarnya. Sangat nyaring dan ... yang pasti sangat malas untuk didengar.
Fachmi dan teman-temannya duduk dengan tertib di kursinya masing-masing. Tak lama, Pak Diki pun datang dengan membawa sebuah buku besar di tangannya.
"Selamat pagi semuanya," sapanya hangat. Ia pun duduk sambil meletakkan buku besar tadi di mejanya.
"SELAMAT PAGI, PAAAK," jawab seluruh isi kelas dengan kompak.
"Kalian sudah absen?" tanya Pak Diki.
"SUDAH, PAAAK."
"Bapa cek dulu." Pak Diki mengambil sebuah smartphone besar dari tasnya. Ia membuka data absen hari ini.
"Hem, bentar, ya." Pak Diki menarikan jemarinya di atas layar ponsel pintar itu.
"Lho, kok ada yang tidak absen. Fachmi Aldiansyah, Dio Fathurahman, Erza Ghani Pratama, sama Rizki Achmad T. Kemana? Tidak hadir?" tanya Pak Diki terlihat bingung. Pasalnya, semua kursi yang ada di kelas ini terisi penuh. Tak ada kursi kosong satu pun.
Semua siswa-siswi yang ada di sana langsung menatap ke arah empat cowok yang sedang asik di pojokan memainkan ponselnya.
Mereka hanya menatap. Tidak berani membuka suara, meskipun hanya satu kata. Mereka takut, ya ... takut. Fachmi dan teman-temannya adalah the Most Wanted. Apalagi mereka sudah kelas 12, tidak ada yang berani menyentuh mereka. Fachmi yang terkenal dengan ketampanan dan kecuekkan sifatnya. Rizki terkenal dengan sikap premannya. Erza terkenal dengan janji-janji manis yang sebenarnya busuk di telinga para siswi. Dan Dio, terkenal dengan sifat pendiam dan cerdasnya. Sebenarnya, mereka semua cerdas, terbukti dari nilai ujian dadakan yang diadakan oleh beberapa guru selalu terlihat baik. Hanya saja, sifat malas mereka membuat kecerdasannya tetutupi. Hanya Dio yang lebih terlihat cerdas dari ketiganya.
Melihat semua muridnya menatap dua meja ujung pojok, Pak Diki pun ikut menatap kearah dua meja tersebut.
Pak Diki menghela napas. "Fachmi, Rizki, Erza, Dio!" panggilnya dengan nada tegas. "Kalian tidak mendengarkan Bapak, huh?"
Seketika itu, Fachmi, Rizki, Erza dan Dio mengangkat pandangannya, dan bertemu dengan tatapan marah Pak Diki.
Mereka berempat hanya bisa saling melirik sambil tersenyum lebar tanpa beban.
"Jawab pertanyaan Bapak!" suruh Pak Diki sambil berjalan menghampiri keempatnya.
"Emh, yang mana, Pak?" tanya Erza polos.
"Ahh, lagi-lagi kalian. Bapak pusing sama sikap kalian! Mengapa kalian tidak mengisi absen hari ini?" tanya Pak Diki yang berdiri tepat di hadapan Dio."Absen, Pak? Emang perlu, ya? Empat bulanan lagi kita juga bakalan lulus kok, Pak!" Rizki menggedikkan bahunya acuh.
"Astaghfirullah, justru itu. Itu yang Bapak khawatirkan. Bapak takut kalian tidak lulus jika absen kalian bolong-bolong seperti ini, padahal kalian hadir dalam pelajaran!" ucap Pak Diki dengan wajah yang tidak habis pikir.
"Kita pasti lulus kok, Pak!" Erza menyisir rambutnya kebelakang.
"Hhh, mendapat kepercayaan diri dari mana kamu? Tinggi sekali!" tanya Pak Diki sambil menggeleng-gelengkan kan kepala.
"Saya turunan dari mami saya, Pak," jawab Erza dengan sangat percaya diri.
"Bapak tidak mau tahu lebih lanjut tentang kamu, Erza! Sekarang, Bapak mau kalian isi absen terlebih dahulu! Absen itu penting!"
"Gimana, gaes?" tanya Rizki sambil melirik ketiga temannya.
"Gue masih pengen lulus!" jawab Dio sambil bangkit dari kursinya dan berjalan keluar kelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Different Time [COMPLETED]
Teen Fiction[Revisi Tertunda] -Tentang waktu, juga ramalan cinta. Tentang rasa, sekaligus perjuangan.- Fachmi Aldiansyah. Seorang cowok berhati dingin dengan ketampanan maksimal luar biasa. Hidupnya sangat monoton. Atau bahkan, terlalu datar untuknya. Jika bos...