Time [24.b]• Fakta Baru

2.1K 78 0
                                    

Sepanjang perjalanan, Fachmi terus mendengus kesal. Bagaimana tidak? Si adik menyebalkannya mengajak gadis aneh itu untuk berkunjung kerumahnya.

What the*?!

Tadi, Kayla dipaksa Ona untuk menemaninya main di rumah. Alasannya, karena kakaknya itu tidak pernah mau bermain dengannya. Ona tidak mau terus-terusan menghabiskan waktunya dengan bermain gadget. Itu tidak baik untuk kesehatan matanya.

Karena itu, Ona harus menyeret Kayla ikut bersamanya.

Fachmi ke mari menggunakan sebuah mobil hitam dengan merek terkenal di Indonesia. Tak heran, kedua orang tuanya adalah pebisnis besar yang harta kekayaannya saja mungkin sudah tidak tertampung hanya dengan satu bank saja.

Kayla dan Ona duduk di kursi bagain belakang. Sedangkan Fachmi duduk di kursi kemudi.

"Kak ... tau, gak? Kak Fachmi itu gak suka makan nasi lho!" terang Ona sambil menatap Kayla lekat-lekat.

"Huh?" Kayla menatap Fachmi melalui kaca cembung dekat kemudinya.

"Iya, dia itu, uh!" Ona mendekatkan wajahnya ke telinga Kayla. "Sstt... Kak Fachmi phobia beras."

Kayla menolehkan kepalanya ke samping. "Huh? Phobia?"

Mendengar kata itu, Fachmi langsung menolehkan kepalanya ke belakang. Ia menatap Ona dan Kayla dengan tajam, tapi hanya sebentar.

"Apaan, sih?" tanya Ona menantang.

Kayla tertawa kecil. "Ami, lain kali kamu harus gerakin mulut kamu, ya. Jangan cuma natap aja, hehe."

"Tau, tuh! Kak Fachmi emang orang pelit! Pelit ngomong, pelit uang, pelit segala-galanya, deh." Ona mencubit sedikit tangan Fachmi.

"Diem! Gue lagi nyetir!" ucap Fachmi tanpa menoleh.

"Hahaha, peduli amat Ona sama Kakak!" Ona tertawa lepas.

"Jangan gitu, Ona. Kakak kamu lagi nyetir, lho. Bahaya kalo sampe konsentrasinya keganggu." Kayla melirik Fachmi sedikit.

"Iya-iya deh, Kak. Gak bakal ulangi lagi."

Kayla tersenyum manis.

"Eh, Kak ... sebenernya nih ya, Kak Fachmi itu cowok cengeng. Masa waktu aku sembunyiin semua celana dalamnya, dia nangis. Pake ngadu sama Mama juga lagi. Iuhh!" Ona tertawa sangat lepas.

"Eh, buntet! Itu aib gue, coeg!" Fachmi menghela napasnya kasar.

"Yah, gak pa-pa keleus! Aib, aib Kakak! Bukan aib aku, wle!" Ona menjulurkan lidahnya ke arah Fachmi.

"Perlu gue siksa lo?" Fachmi menatap Ona melalui kaca cembung.

Ona hanya tertawa dan menggedikkan bahunya.

"Kalian berdua itu lucu, ya. Jauh banget sifatnya. Kayak telinga kanan sama kiri. Deket tapi jauh. Gak pernah bisa bersatu, hehe." Kayla terkekeh geli.

"Yah, gak mungkin bersatu lah, Kak. Kalo juga ada yang betsatu, pasti nyeremin banget ngelihatnya." Ona bergidik ngeri.

Kayla hanya tertawa menanggapi ucapan Ona tersebut.

"Kak, Kakak tau gak kebiasaan Kak Fachmi kalo lagi tidur?" tanya Ona dengan sedikit meninggikan nada suaranya.

"Jangan buka aib gue lagi, goblin!" ucap Fachmi penuh dengan penekanan.

Ona mengibas-ngibaskan tangannya. "Jangan dengerin Kak Fachmi, Kak! Dia cuma banyak omongnya doang. Hehe."
Kayla memainkan mulutnya.

"Buntet!" Fachmi menolehkan kepalanya.

"Kalo Kak Fachmi tidur, tangannya itu harus megang sesuatu. Apa aja, asal bisa dipegang. Kalo nggak, dia gak bakalan bisa tidur!"

"Huh?" Kayla mengernyit.

"Iya, Kak. Makanya di kamar Kak Fachmi itu selalu ada barang yang bisa dipegang. Biar dia bisa tidur. Kebayang gak sih, Kak kalo sampe sekarang Kak Fachmi belum tidur? Udah kayak zombie mungkin."

Kayla tertawa mendengar penuturan Ona itu. "Kantung matanya jadi besar sama hitam, kulitnya juga pucet banget."

"Yah, gak beda jauh, Kak. Tipis lah, tipis."

"Woi, buntet! Stop it!" Fachmi menarik napasnya pelan, lalu membuangnya dengan perlahan.

"Yayaya, Pak Boss!" Ona memutar kedua matanya malas.

"Kak Lala, satu lagi. Ini tentang pengalaman cinta Kak Fachmi." Ona tersenyum sangat manis.

Fachmi melirik Ona jijik. Sungguh adiknya itu menyebalkan.

"Oh, iya? Gimana?" tanya Kayla antusias.

"Emh ... yah, gitu! Kak Fachmi mana ada bawa cewek ke rumah. Orang dia banci jalan tol!" Ona melirik Fachmi sinis.

Huh, Fachmi hanya bisa menghela napasnya lelah.

"Hehe, kamu ini. Bisa aja." Kayla tertawa.

"Iya lah, Kak. Aku pernah mikir sampe kayak gini lho, Kak Fachmi mungkin cowok gak laku atau paling mentoknya juga dia itu homo!"

Fachmi langsung menekan pedal rem. Tubuh Kayla dan Ona otomatis terpental ke depan.

"Si anjir. Gue masih doyan cewek, nyet!" Fachmi menatap Ona tajam.

Kayla tertawa. Sungguh sifat keduanya sangat berbeda.

Ona berdecak pelan. "Jalan lagi, Kak! Dengerin aku, ya! Aku 'kan tadi bilangnya 'pernah', kalo pernah ya udah terjadi. Mana bisa aku tarik lagi kata itu!"

Lagi-lagi, Fachmi menghela napasnya. Ia kemudian melajukan kembali mobil hitamnya itu.

"Kak Lala, Kak Fachmi itu emang gak pernah bawa cewek ke rumah. Tapi soal dia suka sama orang, dia pernah ngalamin fase itu," ucap Ona.

"Oh, iya? Kapan?" tanya Kayla penasaran.

"Aduh, aku lupa."

"Terus?"

"Iya, gitu! Kak Fachmi pernah suka sama cewek. Aku pernah lihat fotonya."

Kayla mengangguk. "Oh."

"Ceweknya juga cantik lho, Kak." Ona tersenyum mengatakan itu.

"Sekarang, dia ke mana?" tanya Kayla bingung.

"Nggak tau, Kak. Dia ninggalin Kak Fachmi gitu aja." Ona menggedikkan bahunya.

Fachmi sama sekali tidak tertarik membahas topik masa lalu seperti ini. Ia merasa lebih baik jika adiknya itu membeberkan semua aibnya dibanding membicarakan masalalunya.

Kayla mengangguk-anggukkan kepalanya. Satu fakta baru telah ia ketahui.

***

(Tbc)

Different Time [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang