Seusai Fachmi berlatih, Kayla berdiri. Ia bertepuk tangan dengan sangat kencang, dan bersemangat.
Fachmi menoleh ke arah Kayla. Ia menatap Kayla lama. Entah apa yang sedang dipikirkannya sekarang.
Hari ini, sudah berapa kali Fachmi menatap Kayla? Sudah sangat sering. Dan disetiap tatapannya itu, selalu berbeda-beda.
Cewek aneh!
Entah mengapa, Fachmi lebih suka atau dalam artiannya lebih tidak menganggap gangguan Kayla sebagai masalah dibandingkan dengan gangguan Clara.
Gangguan Kayla itu berbeda dengan Clara. Jika Kayla selalu mengganggunya dalam berbagai hal, berbeda dengan Clara. Clara selalu memintanya untuk menemani belanja dan pergi ke salon setiap minggunya. Jika bosan, Clara akan memintanya untuk pergi ke bar untuk menemaninya meminum minuman beralkohol. Hanya sekedar menemani, tidak memaksa harus meminum. Karena Clara tahu, Fachmi tidak suka meminum minuman seperti itu.
Fachmi tahu, bahkan sangat tahu, bahwa Clara menyukainya. Tapi, bukannya Fachmi membalas rasa sukanya itu, ia malah merasa jijik terhadap Clara.
Meskipun Clara selalu memintanya untuk menemani segala aktivitas tidak pentingnya itu, Fachmi selalu menolak. Ia tidak suka berdekatan dengan gadis mana pun. Termasuk Kayla.
Fachmi tidak homo, ia masih normal. Hanya saja, saat ini ia masih menutup hatinya untuk hal-hal yang akan berujung pada kata cinta. Akan ada saatnya ia membuka hati untuk hal itu, pikirnya selalu begitu.
Fachmi mengambil tasnya yang tergeletak di ujung ruangan. Ia kemudian menyampirkannya di bahu sebelah kanan.
Fachmi pamit kepada sang pelatih, kemudian berjalan keluar.
Kayla membuntutinya. Clara ikut bangkit, dan ikut membuntuti di belakang Kayla.
"Amiii!" panggil Kayla melambaikan tangannya.
Fachmi berhenti, lalu menoleh. Ia menatap Kayla tajam.
Kayla berlari menghampiri Fachmi. "Ami, kamu keren banget, tadi. Aku sampe kagum, lho." Kayla bertepuk tangan sambil tersenyum lebar.
Fachmi mengangkat sebelah alisnya.
"Emh ... kenapa, Ami? Ami haus, pengen minum?" tanya Kayla menautkan kedua alisnya.
Fachmi diam. Tidak merespon apa-apa.
"Kalo Ami haus, aku beliin minum, ya. Uang aku masih sisa, kok." Kayla merogoh saku rok nya. Ia mengambil beberapa ribu uang yang tersisa di dalam sana. Terhitung lima ribu. Satu dua ribuan dan tiga uang ribuan logam.Fachmi menatap uang tersebut.
"Nih, Ami. Aku masih ada lima ribu, kok. Aku beliin minum, ya?" tawar Kayla.
"Gak perlu!"
"Tapi, kamu pasti kehausan, Ami. Gak pa-pa, kok. Tadi, aku udah jajan banyak. Jadi, gak bakalan jajan lagi."
Tak tahu mengapa, mulut Fachmi terasa gatal untuk menanyakan berapa nominal uang yang dibawanya gadis itu ke sekolah.
Tapi, untuk apa ia mengetahuinya? Bukankah selama ini ia tidak pernah mempedulikan gadis aneh itu?
Ah, Fachmi tidak mengerti!
"Lo bawa duit berapa?" akhirnya. Akhirnya pertanyaan itu terlontar mulus dari mulut Fachmi.
Fachmi sedikit menyesal telah menanyakan hal itu. Untuk apa ia ingin tahu urusan orang lain?
"Huh?" Kayla menautkan kedua alisnya. Detik selanjutnya ia tersenyum bahagia. "Apa, Ami? Ami tanya aku bawa uang berapa? Emh ... aku kalo sekolah gak bawa uang banyak-banyak, Ami. Karena, aku gak pake ongkos berangkat sekolahnya. Aku jalan kaki. Makanya aku selalu minta pulang bareng sama Ami."
KAMU SEDANG MEMBACA
Different Time [COMPLETED]
Fiksi Remaja[Revisi Tertunda] -Tentang waktu, juga ramalan cinta. Tentang rasa, sekaligus perjuangan.- Fachmi Aldiansyah. Seorang cowok berhati dingin dengan ketampanan maksimal luar biasa. Hidupnya sangat monoton. Atau bahkan, terlalu datar untuknya. Jika bos...