Mereka berempat sedang berada dalam mobil sport milik Fachmi.
Tadi, Fachmi tak henti-hentinya berteriak frustrasi. Ia sangat merasa bersalah.
Bagaimana bisa, ia berlaku demikan kepada Kayla, gadis yang telah mengalihkan semua kehidupannya?
Ia pengecut. Ia bajingan. Ia bangsat yang melebihi bangsat berkelas.
Ia membiarkan seorang gadis memperjuangkannya, sementara gadis itu sendiri sedang berjuang mempertahankan hidupnya.
Ia sangat, ah ... seperti apa lagi ia harus memaki dirinya? Sepertinya, semua kata-kata kasar sudah sangat tidak pantas untuknya. Ia lebih dari itu.
"Cepetan, bego!" teriak Fachmi frustrasi. "Adel, argh!" ia mengacak rambutnya kasar.
"Diem, nyet! Gue lagi fokus nyetir, anjing!" Andri melirik sinis Fachmi yang duduk di sebelahnya.
"Huh ... Gue bangsat! Bajingan! Gak tau diri, argh! Gue udah biarin lo menderita, Del. Ini semua salah gue, salah gue!" Fachmi menonjok dashboard mobilnya dengan keras. "Gue, gue ... ah!"
"Mi, jangan rusakin mobil lo juga, kali!" ucap Retta yang duduk di kursi belakang, bersama Cecil.
"Diem lo, bacot!" Fachmi menatap Retta tajam.
"Dri, buruan. Gue takut Kayla gak selamet." Cecil menepuk-nepuk kursi kemudi yang diduduki Andri.
"Gak! Gak mungkin! Dia pasti selamet, lo gak boleh bercanda, Cil!" Fachmi menatap Cecil marah.
"Kayla lagi sekarat, Fachmi! Dia sekarat!"
Gigi Fachmi terdengar gemertak. Ia menginjak pedal rem dengan paksa.
"Apaan lo, lo mau bikin kita celaka, huh?" kesal Andri.
Mobil ini memang milik Fachmi, tapi bukan ia yang mengemudi. Melainkan, Andri. Cecil dan Retta takut terjadi sesuatu yang tak diinginkan jika Fachmi yang mengemudikannya. Pikiran kacau dapat membuat konsentrasi terpecah.
Fachmi keluar dari mobil tersebut. Ia berjalan memutari mobil, dan membuka pintu kemudi. "Awas!"
"Lo gak boleh bawa mobil, Mi!" cegah Retta.
"Fachmi, lo lagi kacau. Gak boleh main-main!" ucap Cecil.
"Minggir!"
Andri menatap Fachmi ragu.
"Minggir!" penekanan sangat terdengar, saat Fachmi mengucapkan kata itu.
"Gue yang bawa mobil!" lanjutnya dengan kesetanan.
Andri pun akhirnya bergeser. Ia merasa tidak mempunyai hak untuk menentangnya. Itu mobil Fachmi, bukan mobil miliknya.
Fachmi segera menjalankan mobilnya. Ia melajukan mobil dengan kecepatan sedang.
Di tengah-tengah perjalan, ia menaikkan kecepatannya menjadi tinggi.
Sangat tinggi.
Beberapa kendaraan hampir akan ia tabrak. Tapi, Fachmi berhasil menghindarinya dengan baik. Rupanya, Fachmi lihai dalam mengemudi.
Mobil melaju semakin kencang. Teriakan-teriakan histeris terdengar dari kursi belakang.
"Astaghfirullah, Fachmi! Gila, lo! Gila!"
"Fachmi, sadar! Ya ampuuun!"
"Eh, setan! Bener-bener gila, ya, lo?"
Semua itu teriakan histeris dari ketiga orang yang berada satu mobil dengannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Different Time [COMPLETED]
Teen Fiction[Revisi Tertunda] -Tentang waktu, juga ramalan cinta. Tentang rasa, sekaligus perjuangan.- Fachmi Aldiansyah. Seorang cowok berhati dingin dengan ketampanan maksimal luar biasa. Hidupnya sangat monoton. Atau bahkan, terlalu datar untuknya. Jika bos...