Bel istirahat berbunyi 8 menit yang lalu. Seusai berkenalan dengan semua penghuni kelas, Kayla mengajak Cecil untuk pergi menuju kantin.
"Cil, gue laper. Kantin yuk," ajak Kayla.
"Gue juga laper, La. Ya, udah, ayo!" Cecil menarik tangan Kayla dan berjalan menuju kantin. Jarak kelas XII IPA 2 tidak terlalu jauh dengan kantin, kurang lebih 10 meter.
Sepanjang perjalanan, tatapan dan bisikkan pujian tak bisa dihindari lagi. Kayla menjadi sedikit agak risi.
Mereka sampai di kantin. Beberapa meja terlihat kosong, Cecil menarik Kayla untuk duduk di meja samping lapangan utama. Di sana, terlihat jelas seorang guru laki-laki tengah memberi komando kepada anak didiknya untuk beristirahat, memanfaatkan sisa-sisa jam istirahat yang hanya beberapa menit saja.
"Lo mau pesen apa, La?" tanya Cecil sambil bangkit.
"Emh, gue masih gak tau menu apa aja yang ada di sini. Jadi, gue ngikut lo aja, deh, Cil."
"Oke, samain kayak gue, ya?" tanya Cecil memastikan.
"Iya, Cil." Kayla mengangkat ibu jarinya tinggi.
Kayla mengedarkan penglihatannya, kantin di sekolah barunya ini sangat luas. Stand-stand makanan dan minuman berjejeran rapi di dekat pintu masuk. Sangat nyaman.
Ia meneliti dari ujung pojok sampai ke pojok lagi, banyak siswa-siswi yang memperhatikannya. Tatapan-tatapan mereka terlihat beragam, tapi Kayla tidak mempedulikannya. Sebenarnya agak risi, ah ... mau bagaimana lagi? Apa ia harus membuat pengumuman untuk mereka agar tidak memperhatikannya kembali? Terdengar sangat tidak memungkinkan.
Ia mengarahkan perhatiannya kepada empat cowok yang tengah asik tertawa lepas. Terlihat sangat menyenangkan.
"Fachmi," panggil Kayla.
Keempat cowok yang duduk tak jauh dari mejanya itu pun langsung menolehkan pandangannya ke sumber suara.
Kayla melambaikan tangannya. Fachmi hanya menautkan kedua alisnya bingung. Ada apa lagi ini?
"Mi, Kayla mau nyamperin lo, tuh!" Rizki menyikut tangan kanan Fachmi.
Fachmi melirik sedikit, kemudian menggedikkan bahu.
Kayla berjalan ke arah meja empat cowok tampan tersebut. Senyum selalu tercetak indah di bibir cantiknya.
"Hai, Mi. Gue boleh gabung, gak?" tanya Kayla saat berhadapan dengan keempat cowok itu.
"Fachmi doang nih yang disapa?" tanya Erza dengan wajah sok tersakiti.
"Emh, hai temen Fachmi," sapa Kayla hangat.
"Sebut nama dong, La!" ucap Rizki.
"Hehe, emh... Maaf ya, gue lupa sama nama-nama kalian. Bisa diulang?" tanya Kayla sedikit ragu.
"Tentu. Gue Rizki, ini Dio, itu Jaki dan yang itu si Kampret!" Rizki menunjuk mereka bertiga secara bergantian.
"Bidadari, nama gue Erza, bukan Jaki! Seorang pangeran yang selalu diimpi-impikan oleh seluruh kaum hawa di muka bumi ini." Erza menepuk-nepuk dadanya bangga.
"Bonus anak mami!" celetuk Dio sambil tertawa.
"Iya, gue anak mami sama papi gue." Erza tersenyum lebar.
"Jadi?" tanya Kayla.
"Apa, La?" tanya Dio tidak mengerti.
"Gue boleh duduk di sini?"
"Dengan tangan dan hati terbuka yang siap memelukmu kapan pun kamu mau, asik dah. Silakan, La." Erza berdiri,cdan merentangkan kedua tangannya.
"Hehe, nggak-nggak. Gue gak mau sama lo, gue maunya sama Fachmi," tolak Kayla mentah-mentah, dan langsung duduk di samping Fachmi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Different Time [COMPLETED]
Teen Fiction[Revisi Tertunda] -Tentang waktu, juga ramalan cinta. Tentang rasa, sekaligus perjuangan.- Fachmi Aldiansyah. Seorang cowok berhati dingin dengan ketampanan maksimal luar biasa. Hidupnya sangat monoton. Atau bahkan, terlalu datar untuknya. Jika bos...