Jika kebahagiaan itu dapat dijelaskan, maka saat ini Kayla akan menjelaskan bahwa dirinya sedang bahagia.
Fachmi sudah mau mengobrol dengannya. Meski kadang terlihat kaku dan cuek. Setidaknya, ia masih mempunyai peluang untuk bisa terus memperjuangkan cowok itu.
Setitik peluang, dapat timbul berjuta harapan.
Itulah prinsip hidup Kayla. Dan saat ini, keyakinannya sedang berjaya. Ia yakin, ia dapat menaklukkan Fachmi, cowok yang ia lihat ada dalam masa depannya.
Apa yang diucapkan Kayla waktu itu memang benar adanya. Ia datang dari masa depan. Ia mempunyai kemampuan bisa melihat masa depan seseorang, termasuk dirinya sendiri. Dan saat itu juga, nama dan wajah Fachmi ada dalam masa depannya tersebut.
Selama ini, kemampuannya itu tak pernah bisa diragukan. Ia pernah melihat masa depan seseorang, dan orang itu akan mengalami kecelakaan lusa. Dan benar, orang itu tewas dalam kecelakaan maut yang dialaminya.
Mulai saat itu, orang-orang terdekat Kayla mulai mempercayai kemampuan hebat yang dimiliki Kayla. Banyak juga orang yang memintanya melihat masa depan mereka, namun Kayla selalu menolaknya. Masa depan itu hanya Allah yang tahu. Ia hanya bisa meramal, bukan menentukan. Kayla yakin, semua penglihatannya tentang masa depan itu karena Allah memberikannya suatu kelebihan yang sangat jarang ditemui, bahkan tidak ada orang yang sama seperti Kayla.
Cecil datang dengan senyum cerianya. Ia berjalan ke arah kursi, dan duduk di sana. Ia menolehkan kepalanya ke samping.
Kayla tengah tersenyum bahagia di hadapan Fachmi. Cecil mengernyit bingung. Dan lagi, jika Cecil perhatikan, mata Kayla terlihat sembap dengan hidung kemerahan. Apa Kayla menangis?
"La, sini!" panggil Cecil.
Kayla menoleh, ia tersenyum. "Eh elo, Cil!"
Kayla menolehkan kepalanya kembali ke arah Fachmi. "Ami, nanti pulang sekolah, aku lihat kamu latihan ya, dadah."
Fachmi menatap punggung Kayla yang sedang berjalan menuju kursinya. Berjarak tiga langkah dari kursi miliknya.
"Kapan dateng, Cil?" tanya Kayla saat setelah duduk.
"Tadi." Cecil menatap Kayla lekat. "Lo abis nangis, ya? Kenapa?"
"Ah ... nggak, kok. Gue gak nangis."
"Jangan bohong, La!"
"Iya, gue beneran, Cil. Gak bohong!" Kayla menggeleng.
"Terus, mata sama idung lo kenapa, tuh?"
"Oh, ini. Iya ... mata gue tadi kelilipan. Soal idung, gue semalem kena flu."
Kelilipan sampai bisa sembab? Cecil tertawa dalam hati.
Lo bohong sama gue, La!
"Gue harap nanti atau sekarang, lo bisa cerita, dan terbuka sama gue, La."
"Ya ampun, pasti itu, Cil," ucap Kayla sambil tertawa renyah. "Lo sahabat gue!"
Cecil hanya tersenyum. Mungkin Kayla tidak ingin bercerita kepadanya karena itu masalah pribadi. Sangat privasi.
***
Selama berkumpul bersama teman-temannya di kantin, Fachmi tidak pernah fokus. Beberapa kali temannya bertanya mengenai suatu hal, Fachmi selalu menjawab hal lain.
"Mi, lo kenapa, sih? Gue lihat, dari tadi lo gak fokus mulu!" tanya Rizki yang merasa heran dengan sikap Fachmi hari ini.
"Huh? Gue? Kenapa?" tanya Fachmi tidak jelas.
"Tuh, 'kan, gue ngomong aja gak lo dengerin!" Rizki menghela napasnya.
"Mi, lo harus fokus! Kita lagi ngebahas hal penting ini!" ucap Erza.
"Emh ... ya, ya!"
Tadi pagi, saat setelah Kayla duduk kembali ke kursinya, tiba-tiba fokus Fachmi menjadi hancur.
Selama mengikuti jam pelajaran, Fachmi terus mencoba berkonsentrasi, tapi selalu gagal. Konsentrasinya selalu buyar ketika ia mengingat Kayla kembali bersikap normal padanya.
Ada sedikit rasa gembira dalam hatinya yang didominasi oleh perasaan lega.
Fachmi tidak tahu perasaan lega seperti apa yang ia rasakan saat ini. Inti pokoknya, Fachmi senang.
Sudut bibir Fachmi sedikit berkedut, bahkan sangat sedikit saat mengingat kejadian tersebut.
Dengan ekspresi seperti itu, Fachmi terlihat sangat tampan, dan sangat mempesona.
***
(Tbc)
KAMU SEDANG MEMBACA
Different Time [COMPLETED]
Fiksi Remaja[Revisi Tertunda] -Tentang waktu, juga ramalan cinta. Tentang rasa, sekaligus perjuangan.- Fachmi Aldiansyah. Seorang cowok berhati dingin dengan ketampanan maksimal luar biasa. Hidupnya sangat monoton. Atau bahkan, terlalu datar untuknya. Jika bos...