Chapter Nine

1.5K 204 21
                                    

Sebagian cahaya itu terserap oleh bintang lainnya, sementara sebagian lagi masuk kedalam rengkuhan Sang Kematian.

*

Seokjin duduk di dekat jendela kamarnya, dengan pelan dia mengunyah kue buatan Taehyung. Seokjin tersenyum, dia bisa dengan jelas merasakan cinta dari Taehyung lewat kue itu. Rasanya memang tidak terlalu enak, dan terlalu gosong. Tapi bagi Seokjin, rasa kue ini sangat enak. Seokjin tahu, Taehyung masih sama seperti yang dulu. Seokjin menghela napas, dia hanya perlu menemui Taehyung sekali lagi dan membawa Taehyung ke rumah ini lagi.

Tok tok tok.

Seokjin menoleh, dia mengerutkan dahi menatap kearah pintu. Siapa itu yang datang? Seokjin tetap diam, dia ingat yang lain tidak akan mengetuk pintu saat berkunjung ke rumahnya. Siapa yang datang kemari selain mereka?

Tok tok tok.

Seokjin sedikit terkejut, dia mulai waspada. Seokjin beranjak, dengan perlahan dia berjalan keluar kamar dan sebisa mungkin tidak membuat suara apapun. Napasnya teratur, dia berusaha tetap tenang. Tidak mungkin itu Taehyung, karena anak itu juga tidak mengetuk pintu saat terakhir kali dia datang kemari. Dengan pelan Seokjin menuruni tangga, tangannya mengepal keras berusaha untuk tetap tenang.

“Seokjin-Ssi. Seokjin-Ssi, kau di dalam?”

Eh.

Seokjin terkesiap, dia berlari dan segera membuka pintu. Mata Seokjin terbelalak menatap sosok wanita di hadapannya. Hati Seokjin berdesir, wanita ini masih tampak sangat muda, walaupun mulai terlihat keriput di sekitar matanya. Seokjin sangat mengingat wanita ini.

“Apa kau melihat anak-anakku?”

*

Jimin, Lamia, Hoseok, dan Yoongi berlari kencang menyusuri jalan setapak di hutan. Jimin sangat panik, dia benar-benar berharap Jeongmin ada di rumah dan saat mereka bertemu, Jimin akan melihat senyuman Jeongmin. Mereka terus berlari, tak lama keempatnya berhenti di depan gerbang rumah. “Gerbangnya tertutup,” ucap Hoseok terengah, “sepertinya tidak ada orang di dalam.”

“Jeongmin,” Lamia berucap keras memanggil, “Jeongmin, apa kau di dalam?” Lamia menunggu sejenak, tapi tak ada jawaban dari dalam.

“Mungkin dia memang tidak ada disini,” ucap Yoongi, “sebaiknya kita pergi.” Yoongi baru akan berbalik saat melihat Jimin terpaku menatap rumah. Yoongi mengerutkan dahi, dia menoleh dan menyadari Jimin menatap kearah kamar. “Jimin, kau kenapa?” tanya Yoongi. Perasaan Yoongi mulai tidak nyaman, dia yakin Jimin merasakan sesuatu terjadi kepada Jeongmin, dan apapun itu jelas bukan sesuatu yang bagus.

“Hyung,” ucap Jimin, “aku tidak pernah membuka jendela kamar.”

Yoongi menoleh, dia terbelalak melihat jendela kamar terbuka. Jimin seketika berlari masuk rumah, dia berlari menaiki tangga seraya berteriak, “Jeongmin! Jeongmin kau dimana?!” Jimin membuka pintu, dia membelalakkan mata melihat Jeongmin duduk di sofa. Kepalanya tertunduk, dan matanya terpejam. Tangannya menggenggam sebuah apel merah yang menjadi kesukaannya.

“Jeongmin!” Lamia menjeblak masuk, dia menghela napas melihat Jeongmin ada di kamar. Lamia mendekat, dia menengok melihat Jeongmin yang memejamkan mata. Lamia diam cukup lama, matanya tidak berkedip menatap Jeongmin. “Jeongmin, kau tidur, ya?” bisik Lamia, “kau...” Lamia mengulurkan tangannya, menyentuh pundak Jeongmin.

Pluk.

Eh.

Suasana seketika sunyi. Hoseok terkejut melihat apel itu terjatuh dari tangan Jeongmin, menggelinding pelan ke bawah meja. Lamia terpaku, tangannya membeku di pundak Jeongmin. Lamia melihat tangan Jeongmin terkulai lemas ke sisi tubuhnya, tak sampai sedetik Lamia merasakan sekujur tubuhnya gemetar. “Jeongmin,” Lamia memanggil Jeongmin, tangannya perlahan menggoyangkan tubuh pemuda itu, “Jeongmin, kau mendengarku, kan?” Lamia terisak, dia semakin keras menggerakkan tubuh Jeongmin. “JEONGMIN, KAU MENDENGARKU KAN? BUKA MATAMU! LELUCONMU SAMA SEKALI TIDAK LUCU! JEONGMIN!” Lamia menjerit keras, dia seketika mendekap erat Jeongmin dan menangis keras. “Jeongmin, kumohon buka matamu,” Lamia terisak, “Park Jeongmin! Bangun!”

Twins (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang