29

561 39 3
                                    

"Lo gila Rin," gumamnya dalam hati. 

Setelah tenaganya terkumpul, Reno membenturkan tubuhnya ke pintu namun tidak berpengaruh apa-apa. Ia mendobrak berkali-kali hingga pintu itu terbuka dengan sendirinya, ya meskipun ganggangnya terlepas dan terlempar ke sembarang arah.

Reno tersenyum simpul karena usahanya tidak sia-sia, ia mengelus lengan kanannya yang terasa sakit akibat dibenturkan tadi. Ia masuk ke dalam, mencari sosok Aery di dalam gudang yang minim cahaya. Apalagi hari ini sudah sore jadi cahaya matahari tidak sepenuhnya menerangi ruangan itu.

Ia menyingkirkan kardus-kardus besar yang berisi berkas-berkas lama karena menghambat langkahnya. Seperti yang di lihat tadi, ternyata Aery masih berdiam diri di tempat yang sama. Reno menghampiri gadis itu, kini ia berada di depan Aery.

"Hidup itu gak adil ya?" tanya gadis itu dengan nada meledek.

Reno mundur beberapa langkah, bersandar pada dinding yang bercat indigo sambil memangku tangan dan sedikit menyilangkan kaki.

Lelaki bertubuh jangkung tersebut menghela napas, matanya menatap keluar ventilasi udara yang tampak berwarna jingga karena sore hampir berlalu. "Kenapa?"

Aery hanya sedikit menengadah seakan pertanyaan barusan menghantam opininya. "Ya karna gue ngerasa hidup ini penuh dengan ketidakadilan."

Sesuai tebakan yang Hadis katakan saat di kantin tadi, bahwa hari ini akan turun rahmat Tuhan, dari luar terdengar suara gemuruh menggelegar, kilatan berwarna putih di langit terlihat menyeramkan. Sebentar hilang namun beberapa saat muncul kembali disertai suara seperti tabuh berbunyi. Perlahan rintik hujan berjatuhan membasahi kota Padang, termasuk rerumputan ilalang di samping gudang yang tumbuh liar.

"Keadilan tahu ketika ia hanya sekedar diinginkan dan ketika ia sangat dibutuhkan. Tapi keadilan tidak pernah lupa kapan ia harus datang." ucap Reno dengan bijak lalu pergi menuju pintu gudang yang kondisinya begitu memprihatinkan. Jika salah satu guru tahu soal ini, bisa-bisa Reno akan di hukum bahkan diminta untuk ganti rugi. Ya memang perhitungan, bukankah begitu cara kerja hidup?

Langkahnya terhenti ketika sampai di depan pintu, ia berbalik menatap Aery yang masih membenamkan kepala di dalam lipatan tangannya. "Gue kebetulan lewat sini dan gak sengaja liat lo-" memasukkan kedua telapak tangannya ke dalam saku celana karena udara terasa mencukam. "Karma juga bagian dari keadilan dan cara kerjanya; tidak mengenal siapapun orangnya," ujung bibir sebelah kanan Reno sedikit tertarik ke atas.
Karma? Apa Aery sedang mendapat karma untuk saat ini? Tapi mengapa?

"Cih, bahkan gue semakin yakin bahwa hidup itu gak adil," ujarnya setelah mendengar kata Karma yang keluar dari mulut kapten sepakbola itu. Seingatnya ia tidak pernah melakukan kejahatan ataupun tindakan merugikan terhadap seseorang, lalu mengapa karma datang tanpa diundang?

***

Abak, Ama, bi Supiak dan pak Buyuang mondar-mandir di depan gerbang, mereka sedang menunggu kedatangan Aery sedari tadi. Ama melirik arloji dengan hiasan berlian di setiap sudutnya, pukul 23.57 wib dan gadis remaja yang bahkan belum menginjak usia 17 tahun masih tidak terlihat sosoknya di kediaman milik keluarga kaya ini.

Mungkin sudah segunung tumpukan rasa khawatir bersemayam di dada mereka yang tampak sesak.

"Saya khawatir jika kondisi non Aery semakin buruk," bi Supiak angkat bicara namun percuma karena Ama dan Abak sibuk dengan ponsel mereka untuk mencari tahu keberadaan Aery.

Rasa cemas semakin memuncak ketika mereka tidak tahu siapa yang harus dihubungi, tidak tahu sama sekali siapa teman anaknya di sekolah baru. Tidak satupun. Abak memijat keningnya kala rasa frustasi perlahan menyergap, ponsel yang berada di tangannya tampak diremas cukup kuat sedangkan Ama yang melihat hal itu mencoba mengalihkan pandangannya ke sisi jalan.

IMPOSSIBLE [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang