Ini adalah tahun pertamaku di SMA, Aku hanyalah seorang gadis biasa yang lebih suka menyendiri di kelas. Tak banyak yang mengenalku, aku biasa menghabiskan waktuku di perpustakaan- menundukan kepala ku, asyik membaca buku. Aku tak tertarik dengan kegiatan ekstrakulikuler, bagiku kegiatan-kegiatan tambahan itu hanya menguras tenaga saja. Sebulan lebih bersekolah di SMA Sentosa, dan tak ada yang berani mendekatiku. Terakhir- yang aku ingat, saat ada beberapa siswa yang berusaha keras mendapatkan perhatianku, aku membentak mereka. Dan benar saja berita tentang diriku yang 'kurang ramah' segera menyebar diseluruh penjuru sekolah. Berita yang terdengar dramatis dan dilebih-lebihkan bagi telingaku. Oh ayolah.. Aku tak sejahat itu. Hanya saja aku tak ingin waktu berkualitas antara aku dan buku-bukuku di ganggu orang lain, bagiku itu sangatlah tidak sopan. Tapi aku bersyukur karena desas-desus diriku yang kurang 'bersahabat' itu menyebar dengan begitu luasnya, tak ada lagi yang datang menghampiriku, jangankan datang mendekat, melihat mataku saja tak ada yang mau. Hanya Jisoo- sepupuku yang berani mendekatiku, tentu saja dia adalah seseorang yang tumbuh besar bersamaku, dia tau betul bahwa gosip tentangku tidak semuanya benar. Selain Jisoo aku tidak mempunyai teman, entahlah. Aku dianggap seperti tak ada bagi siswa-siswi SMA Sentosa, namun aku tidak peduli. Tak punya teman bukanlah sebuah masalah bagiku, aku bisa bertahan sendiri tanpa bantuan orang lain. Aku lahir sendiri bahkan mati pun pasti sendiri- ya itulah kepercayaan yang aku pegang. Hey, kau harus terbiasa hidup sendiri karena tak semua orang bisa tetap tinggal dalam hidupmu; setidaknya itu yang selalu aku tanamkan dalam diriku setiap kali aku bangun dari tempat tidurku.
Aku terbiasa sendiri dan inilah hidupku.
Tentu saja tadinya aku berpikir demikian, sampai pada akhirnya dia datang dengan cara yang tak disangka-sangka.
Dengan wajah tanpa ekspresi itu..
Tiba-tiba..
Dia datang menyatakan perasaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Robot, Cyborg, atau Manusia?
Ficção AdolescenteIrene pun menatap Seulgi lekat-lekat. Ada makna dibalik tatapan yang tak biasa itu. Dan benar saja, jantung Seulgi serasa diajak lari keliling Indonesia saat sang pujaan hati berucap.. "Ya, aku mau" ----