Bagian III. Manusia: 5. Walau tidak dibalas genggam?

606 115 40
                                    

Jakarta
06 Maret 2012



















Seulgi berlari membelah jalanan. Kaus putihnya kontras dengan langit yang sudah mulai gelap.

Beberapa menit berlalu akhirnya ia sampai di tempat tujuan.

Tanpa basi-basi tangannya pun mulai mengetuk pintu berwarna putih yang berada tepat di depannya itu.

Dan benar saja, ia sejenak terpaku ketika sang pujaan hati membukakan pintu.

Ketuk tepat di hatinya.

"Selamat malam." Sapa Seulgi tanpa meninggalkan pandangannya dari Irene

"Selamat malam." Balas Irene seraya membuka pintunya lebih lebar lagi.

"Mau masuk?" Lanjut Irene, mengundang Seulgi dengan ramah.

Namun undangan itu malah ditolak dengan sebuah gelengan kepala dari Kang Seulgi.

Dan tanpa membuang waktu, ia pun meraih tangan Irene.
"Ayo kita keluar, jalan-jalan sebentar."

Irene menaikan keningnya, sesungguhnya terkejut akan sikap Seulgi yang semakin blak-blakan.

Dengan perlahan ia melepaskan tangannya dari genggaman Seulgi-yang syukurlah tidak terlalu erat.

"Bukannya kita akan menonton?" Kata Irene sambil menunjukan ruang tamu di belakangnya yang tertata rapih pada Seulgi.

Ya benar, kesepakatan kencan mereka hanya sebatas menonton satu film di rumah Irene. Bukan keluar makan malam atau jalan-jalan.

Namun gelengan dari kepala Seulgi membuat dahi Irene semakin berkerut.

"Seulgi.." Pelannya sambil menyeka keringat pada dahi Seulgi yang sedang berjatuhan.

"Tanpa ingin menyakiti perasaanmu, aku tidak mau keluar." Tolak Irene sambil menepuk pundak Seulgi dengan perlahan.

Namun tentu saja, Kang Seulgi akan memasukan itu ke dalam hati.

Tampaknya ia akan merasa tersinggung.

"Penolakanmu telah menyakiti perasaanku." Ucap Seulgi

Benar kan?
Lagipula ini Kang Seulgi.

Atas perkataan dari Seulgi itu Irene menatapnya dalam-dalam.

Yang ditatap pun membalas menatap.

Untuk beberapa saat mereka saling tatap.

Saling menatap..
Tetap menahan tatap..
Tetap seperti itu.

...
...
...

Beberapa menit diam dalam kontes saling menatap, salah satu dari mereka pun menghela napas dan akhirnya menggangguk dengan pelan.

Ah.
Ia tak akan pernah menang melawan tatapan itu, huh?

Irene pun tersenyum melas dan secara tiba-tiba menutup pintu.

Seulgi terpaku disana, menatap pintu putih yang saat ini menjadi penghalang bagi dirinya untuk menggapai Irene.

Pundaknya jatuh, melemah karena kekecewaan.

Kenapa..
Kenapa ia tak menerima saja?

Sudah bagus ia diterima dan diajak menonton di rumah gadis yang ia sukai.

Kenapa malah meminta lebih?

Dasar Seulgi, kau benar-benar tidak-

Namun tiba-tiba pintu terbuka dan menampilkan Irene yang tengah memakai jaket.
"Ayo." Ucapnya sambil berjalan melewati Seulgi.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 16, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Robot, Cyborg, atau Manusia?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang