Little Lilya

379 20 2
                                        




"Alley! sini!" panggil Lilya. Anak yang di panggil malah menatapnya malas.

"Ada apa lagi sih, Aya?" tanya Alley.

"Pokoknya ke sini Alley. Lihat tuh. Ada ulat helm di pot mama!" kata Lilya geli bercampur penasaran.

"Sini Ley!" panggil Lilya lagi. Akhirnya Alley menyerah dan bangkit dari kursi tidurnya.

"Lihat tuh, ulatnya kok aneh ya Ley?" tanya Lilya.

"Hmmm...," kata Alley enggan.

"Alley, ulat itu boleh di pegang tidak?" tanya Lilya polos. Ia memajukan jari telunjuknya hendak memegang ulat tersebut.

"Jangan! Tidak boleh Aya!" kata Alley terkejut karena kenekatan Lilya.

"Kenapa? Kan lucu. Alley lihat tidak? Itu di kepalanya ada helm kan?"

"Aya, itu bukan helm. Itu memang kepalanya. Lagian, nanti kalau Aya pegang, tangan Aya bisa gatal-gatal."

"Ah, masa sih Ley?" kata Lilya. Ia mengerutkan keningnya sambil menatap ulat itu lebih dekat.

"Aya tau tidak? Ulat itu nanti tuanya jadi kupu-kupu loh.." kata Alley sok tahu.

"Ah ... yang benar Ley? Kok aneh ya, dari ulat bisa jadi kupu-kupu? Emangnya bisa Ley?"

"Yah, Aya masih kecil sih. Masa gitu saja tidak tahu?" kata Alley. Alley memang lebih tua dari Lilya empat tahun. Sekarang saja Alley sudah berumur Sembilan tahun dan sudah duduk di kelas empat SD, sedangkan Lilya baru mau masuk TK besar.

"Emangnya Alley tau dari siapa?" tanya Lilya.

"Aku tau nya dari mama, Mama dulu suka cerita sama aku. Lagian nanti kalau Aya udah SD, Aya pasti diajarin di sekolah." Kata Alley sambil menatap Lilya.

Lilya sangat lucu dan manis. Baginya, Lilya adalah teman kecil yang sangat menyenangkan. Walaupun masih kecil dan polos, Lilya membuat Alley senang berteman dengannya.

Awalnya, Alley malas berhubungan dengan siapapun. Mungkin karena anak bungsu yang selalu di manja, Alley sudah puas dengan apa yang di berikan orangtua kepadanya. Alley memilih untuk bermain dirumahnya sendiri dan tidak memperdulikan orang lain.  Sampai pada suatu hari, ia melihat seorang gadis kecil bermain-main di depan rumah Alley dengan teman seumurannya. Mereka semua tertawa-tawa sambil terus membangun istana dari pasir bangunan rumah.

Pernah sekali waktu Alley sedang mengintip mereka dari dalam rumahnya, dan Lilya lah yang memergoki Alley. Saat itu Lilya tersenyum lucu kepada Alley, lalu dengan gerakan isyarat, Lilya memanggil dan mengajak Alley untuk ikut bermain bersama mereka. Tapi karena waktu itu Alley merasa malu dan gengsi, ia malah membuang muka dan masuk ke dalam rumahnya.

Tetapi tidak semudah itu mematahkan semangat Lilya. Ia semakin gencar menarik  perhatian Alley untuk ikut bermain bersama dirinya. Waktu itu Lilya sengaja mengajak teman-temannya untuk bermain sepeda di depan rumah Alley. Mereka memutari kompleks perumahan lalu berhenti di depan rumah Alley. Ketika Alley sedang duduk di kursi malas di halaman rumahnya, Lilya dengan sengaja memanggil Alley.

"Psssstt!" panggil Lilya. Alley hanya menatapnya.

"Sini, main bersama kami disini!" kata Lilya semangat.

"Tidak, aku tidak kenal kalian. Lagian, aku kan lebih tua dari kalian. Aku sudah besar." Jawab Alley malas.

"Tidak apa-apa. Kami banyak permainan seru. Oya, namaku Lilya. Kamu siapa?" kata Lilya sambil meneriakkan namanya.

"Aku tetap tidak mau. Kalian main saja sana, jangan ganggu aku."

"Jangan begitu. Hanya kamu di kompleks ini yang tidak mau bermain bersama kami. Kamu sombong ya!" kata Lilya cemberut. Alley hampir tertawa melihatnya. Polos sekali.

"Sudah sana pergi. Aku tidak mau bermain bersama kalian!" teriak Alley, lalu ia berbalik dan masuk ke dalam rumah.

Saat itu mama Alley yang menyaksikan kejadian tersebut dating dan menghampiri anaknya. Ia bingung kenapa anaknya tidak pernah mau berbaur dengan teman-temannya yang lain.

"Alley, Kenapa kamu menolak ajakan mereka untuk bermain bersama?" tanya Wiranda.

"Ah mama, Aku tidak mau. Lagian semua di sana hampir separuhnya anak perempuan, dan mereka semua masih kecil. Mana mungkin Alley mau bermain dengan mereka." Kata Alley.

"Alley, kamu tidak boleh begitu. Mereka kan tetangga di sini. Seharusnya kamu mau berbaur dengan mereka."

"Mama ...,"              

"Alley ... besok pagi mama akan mengajak kamu berkenalan dengan teman-teman di sekitar sini. Mereka pasti senang sekali mendapat teman baru." Kata Wiranda sambil mengelus rambut anak bungsunya. 

Mama bilang kalau Alley tidak boleh bermain dirumah sepanjang waktu. Dirinya harus keluar rumah dan bertemu dengan teman-teman barunya. Jujur Alley sedikit marah, karena dirinya harus berpindah kota dan berpisah dengan teman-teman sekolahnya. Mama dan Papa memang seringkali mendapat tugas dinas dan berpindah-pindah kota. 

Kekesalan Alley tidak berlanjut lama. karena dengan berada di Jakarta, Alley bisa bertemu dengan Lilya. Begitulah sampai akhirnya Alley bisa berkenalan dengan Lilya. Laki-laki kecil yang tadinya tidak bisa di ajak bermain bersama, kini malah mendatangi rumahnya. Walau awalnya Alley tidak begitu tertarik dengan setiap hal yang dilakukan Lilya, dan hanya menatap Lilya dengan tatapan malas dan tidak bersahabat. Namun setelah mulai mengenal Aya dan beberapa tetangga lainnya, ia semakin terbiasa dan mulai berbaur dengan tetangga-tetangganya, walau pada akhirnya yang paling dekat dengan Alley hanya si kecil Lilya. Gadis yang suka mengganggu dirinya.

Sejak itu, Alley makin sering menghabiskan waktunya bersama Lilya. Dalam hal sekecil apapun, Alley akan meminta Lilya untuk menemaninya, begitu juga dengan Lilya. Ia berkali-kali mengatakan kalau Alley sudah seperti kakak kandung baginya. Kakak yang selalu melindunginya dari apapun. Dan Alley menerima tantangan itu dengan tangan terbuka. Ia senang memiliki adik perempuan yang bisa di lindunginya karena ia adalah anak bungsu. Ia tidak memiliki adik yang bisa ia lindungi.

"Alley ..., " panggil Lilya lembut. Alley tersadar dari lamunan panjangnya.

"Alley mikirin apa? Dari tadi Aya kan ngajakin Alley ngomong. Alley tidak dengar ya?" tanya Lilya polos.

"Aduh, Maaf Lilya. Tadi Alley keasikan bengong. Aya mau tidak mengulangi lagi omongan Aya yang tidak sempet Alley dengar tadi?" tanya Alley.

"Alley tidak boleh tinggalin Aya lagi ya? Apalagi kalau sampai bengong kayak tadi. Nanti Aya bisa marah sama Alley. Janji ya?" kata Lilya dan ia mengacungkan jari kelingkingnya.

"Janji!" kata Alley dan ia melingkarkan jari kelingkingnya pada kelingking mungil Lilya. Dan setelah itu, Lilya kembali menceritakan semua yang tadi tidak sempat di dengarkan Alley.

                                                                                     ***

My Sweet OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang