"Masih ngarep sama kak Jihoon?"
Nadine membelalakkan mata. Buru-buru ia melipat kertas yang ada di hadapannya. Pena yang ia pegang hampir saja terjatuh. Gadis itu mengusap dadanya pelan, sedikit terkejut ketika teman dekatnya tiba-tiba ada di belakang.
Laura duduk di hadapan Nadine. Mata sipitnya menyipit ketika melihat kertas yang Nadine sembunyikan. Dia tentu tahu apa yang Nadine lakukan. Menulis memo singkat yang akan ia tempelkan di kotak bekal yang sering ia berikan pada Jihoon.
Ngomong-ngomong, Nadine suka sekali mengirimkan Jihoon bekal dengan memo di atasnya. Walaupun Nadine tahu bahwa bekal itu sering Minghao habiskan, tapi ia tetap rutin membuatkan Jihoon bekal tiap minggu. Dan hingga saat ini, Jihoon tidak tahu siapa pengirimnya.
"Lo nggak capek dijudesin terus? Masih banyak cowok yang mau nerima lo. Kak Jihoon emang terkenal, tapi dia nggak baik sama lo, Nad."
Nadine mendengus kesal. Ini sudah menjadi ketiga kalinya Laura mengatakan hal yang sama beberapa kali. Dia mengatakan bahwa Jihoon tidak akan pernah membalas perasaannya. Lihat saja sikapnya yang cuek mendekati dingin!
Bahkan Laura yakin, Jihoon hanya mau berbicara pada Minghao. Sahabatnya yang mengikuti klub bisbol, sama seperti Nadine.
"Terserah gue, dong. Kok lo yang ngatur?" dengus Nadine. Dia kemudian melanjutkan tulisannya.
Laura menghela napas. "Bukannya gitu. Gue cuma kasian aja kalo lo diginiin terus. Emangnya lo nggak capek?"
Nadine tersenyum kecil. Tentu saja ia lelah. Lelah dengan semua cara yang ia lakukan untuk menarik perhatian Jihoon. Nadine pernah mencoba masuk klub vokal, dan selalu berakhir dengan beberapa bentakan Jihoon karena Nadine memiliki suara yang cukup buruk.
Dan akhirnya dia kembali ke klub bisbol, karena itu memang dunianya sejak awal. Dan beruntungnya, dia mulai berkenalan dengan Minghao, seniornya sekaligus sahabat Jihoon. Tentu suatu berkah tersendiri ketika Jihoon tiba-tiba datang ke lapangan hanya untuk sekadar mencari inspirasi sambil menunggu Minghao selesai dengan klubnya. Dari situ, Nadine bisa melihat Jihoon sampai ia puas.
"Gapapa. Gue bakal terus nyoba deketin kak Jihoon pake cara gue sendiri. Salah satunya ya ini."
Laura bisa melihat kotak makan berbentuk manusia salju yang Nadine bawa hari ini. Ini sudah menjadi kotak ketiga yang Nadine buat untuk Jihoon. Dan laki-laki itu sama sekali tidak penasaran siapa pengirimnya.
"Kali ini, lo mau taruh di lokernya lagi?" tanya Laura.
Binar mata Nadine terlihat berubah. Entah sejak kapan, tekadnya mulai berubah. Dia menempelkan memo itu di atas kotak makan. Dengan senyum cerah yang baru pertama kali Laura lihat, gadis itu semakin yakin dengan tekad kuat yang ada di dalam hatinya.
"Hari ini ada latihan tim bisbol putra. Pasti kak Jihoon nonton."
"Jadi?"
"Jadi, gue bakal ngasih secara langsung, gimana?"
Laura pikir, Nadine sudah gila. Dia memang sudah gila. Sejak awal mengetahui perasaan Nadine pada Jihoon, Laura bahkan sudah mengklaim bahwa gadis itu memang sudah gila.
Apa dia mau mendekati seekor singa jantan yang begitu buas?
Jihoon memang seperti itu. Dikenal sebagai pribadi yang kasar dengan lidah yang begitu tajam. Tapi Nadine sama sekali tidak menyerah untuk menarik perhatiannya.
-Ciao Jihoon-
"Mama bilang, liat partiturnya! Jangan kamu buat permainan sendiri!"

KAMU SEDANG MEMBACA
Ciao Jihoon [✔]
Fanfiction[ 4th Ciao Seventeen Series ] Bagi Jihoon, hidupnya hanya diisi oleh dua hal. Musik dan Piano. Jihoon tidak pernah merasakan apa itu cinta sejak ia kecil. Hidupnya hanya diisi oleh sentakan keras dan tuntutan dari kedua orang tuanya. Menjadikan ia t...