7. Cemburu

1.5K 317 86
                                    

"Panggil namaku, kak!"

Jihoon meneguk salivanya kasar. Manik kelam perempuan di hadapannya menunjukkan binar harapan yang begitu jelas. Tentu itu adalah sebuah permintaan sederhana Nadine yang sudah ia tunggu sejak lama. Cukup dengan Jihoon memanggil namanya saja. Hal kecil yang membuat jantung Nadine sangat berdebar.

Nadine mendekat, mengikis setiap jarak antara dirinya dan Jihoon. Perempuan yang hanya memiliki tinggi sedada Jihoon itu masih menunggu seniornya untuk membuka suara.

"Kak Jihoon!"

Bibir Jihoon terasa kelu. Dia sebenarnya keberatan dengan permintaan Nadine saat ini. Meskipun hanya memanggil sebuah nama, tapi ini terlalu rumit untuk Jihoon. Amat sangat rumit. Kenapa tidak bisa membiarkan Jihoon merasa tenang sedikit saja?

Napasnya sedikit tercekat. Nadine semakin gencar untuk mendekat agar Jihoon mau memanggil namanya. Nadine bahkan berpikir untuk merekamnya sekarang juga. Jarang sekali ia bisa sedekat ini dengan senior yang sudah ia kagumi sejak lama.

"Kak-"

"Nadine."

Nadine sontak menjauh. Jantungnya berdetak tidak karuan, bahkan bisa saja Nadine kehilangan nyawanya sekarang juga. Suara selembut sutra yang sudah Nadine idamkan sejak lama. Kini memanggil namanya. Memanggil nama yang sudah Jihoon benci sejak lama.

"Oke, Nadine." Jihoon menghela napas. "Udah, kan?"

Nadine menggigit bibirnya kuat-kuat. Rasa senang membuat dadanya serasa penuh oleh ribuan kupu-kupu. Jika boleh, dia akan berlari berkeliling balai kota untuk memberitahukan semua orang kalau Jihoon sudah memanggil namanya.

Ini memang sangat sederhana. Tapi tidak bisa Nadine pungkiri, kalau ini benar-benar sangat berarti untuknya.

Tanpa sadar, perempuan itu memeluk tubuh mungil Jihoon. Mendusel di dadanya hingga membuat Jihoon hanya bisa membatu di tempat. Dia sangat terkejut dengan apa yang sudah ia dapatkan.

"Dari kemaren dong, kak! Ya ampun, aku seneng banget!" Nadine menitikkan air matanya. "Coba dari kemaren kak Jihoon manggil namaku. Aku udah mati duluan kali, ya?"

Gadis itu masih membuat jiwa Jihoon serasa melayang. Dia sudah berkeringat dingin ketika Nadine mengeratkan pelukannya. Tanpa sadar, tangannya pun membalas pelukan Nadine dengan menepuk pundak gadis itu.

"Y-ya." Jihoon jadi gugup sendiri. Dia berdeham pelan untuk menghilangkan kecanggungan.

Tidak mungkin kan kalau Jihoon merasakan perasaan konyol seperti dulu lagi?

-Ciao Jihoon-

Setelah kejadian di balai kota beberapa waktu yang lalu, Nadine semakin semangat untuk kembali mendekati Jihoon.

Nadine selalu memanfaatkan waktu dengan baik. Dia masih sering mengintip Jihoon di ruang musik, atau menonton semua pertunjukan musiknya seorang diri. Nadine benar-benar sudah terobsesi oleh Jihoon.

Tapi anehnya, Jihoon juga semakin terbuka dengan keberadaan Nadine. Dia sama sekali tidak merasa risih ketika gadis itu selalu mengekor kemanapun ia pergi. Bahkan Jihoon diam-diam selalu mencari sosok Nadine jika gadis itu tidak ada di sekitarnya.

Ucapan Nadine selalu terngiang di dalam benak Jihoon. Sebuah harapan yang kembali muncul. Bahkan Jihoon berharap kalau Nadine akan menepati ucapannya.

"Aku bakal terus suka sama kak Jihoon. Tapi, kak Jihoon juga harus suka sama aku."

Dan Jihoon hanya bisa membuang muka karena dia terlalu malu dengan tingkah Nadine yang begitu pemberani. Dia adalah perempuan pertama yang terlihat ngegas dalam mendekati Jihoon. Berbeda dengan orang-orang yang sebelumnya pernah mendapat penolakan dari Jihoon.

Ciao Jihoon [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang