9. Bertemu Lagi

1.3K 306 57
                                    

"Jihoon itu mati. Dia nggak pernah ngerasain cinta dari dia masih kecil."

Tetesan air yang jatuh dari pelipis diabaikan oleh Nadine. Kalau boleh jujur, Nadine merasa tidak terkejut mendengar penuturan Hanin barusan. Nadine tahu kalau Jihoon memang tidak pernah mendapatkan cinta sejak ia masih kecil, meskipun itu dari orangtuanya sendiri.

Hanin bersikeras mengatakan bahwa Jihoon bukanlah orang yang baik. Nadine seperti melihat kobaran api di dalam mata Hanin. Terus memaksa bahwa Nadine harus menjauhi Jihoon sebelum laki-laki itu bisa menyakiti hatinya lebih dalam.

Minghao bercerita banyak tentang Jihoon kepadanya. Nadine hanya tidak habis pikir kenapa Hanin mau merelakan banyak waktu untuk membicarakan hal yang bahkan sudah Nadine tahu. Tanpa Hanin katakan sekalipun, Nadine memang sudah tahu kalau Jihoon selalu menderita.

Maka dari itu, Nadine ingin menghidupkan hati Jihoon yang sudah mati.

"Jihoon terlalu sempurna. Dia selalu mandang kelemahan orang lain. Hatinya udah mati. Dia nggak akan pernah bisa nerima orang lain di hatinya setelah kejadian yang lalu bersama gue."

Tangan Nadine mengepal. Ingin rasanya ia memukul gadis bersurai panjang di depannya. Jihoon tidak seperti yang Hanin bilang, Jihoon sudah berubah saat ini!

"Kak Jihoon nggak sama kayak yang kakak bilang. Dia masih mau nerima aku. Kak Jihoon bahkan ikut seneng saat aku nonton lomba pianonya. Jadi, kakak nggak usah ikut campur!"

Napas Nadine terlihat naik turun. Melihat gadis yang lebih muda mulai terpancing emosi, Hanin berjalan mendekat. Dia kembali meyakinkan Nadine kalau Jihoon bukanlah orang yang bisa ia percaya.

Persetan dengan semua yang Nadine coba untuk buktikan, tapi Hanin tetap bersikukuh meminta Nadine untuk menjauh.

Kalo kamu cuma main biola biar bisa deket sama aku, itu tandanya kamu udah jadi orang lain. Cukup jadi diri kamu sendiri, meskipun kita beda. Aku kecewa karena kamu nggak mencintai musik seperti musisi lainnya, kamu main musik cuma buat ngambil hati orang lain. Aku nggak suka.

Seperti sebuah kaset yang berputar di dalam kepalanya, suara Jihoon kecil kembali terdengar di telinga Hanin. Perempuan yang sudah mengecewakan Jihoon lewat ulahnya, termasuk merusak kepercayaan Jihoon terhadapnya saat mereka masih kecil. Ditambah dengan sifat brutal Hanin dalam memisahkan Minghao dengan Jihoon.

Intinya, Hanin sudah memberikan banyak luka di dalam hati kecil Jihoon.

"Lo cuma kenal dia baru akhir-akhir ini. Lo bukan apa-apa di matanya. Lo bahkan beda dunia sama Jihoon!"

Berbeda dunia? Apakah maksudnya karena mereka menggeluti bidang yang berbeda?

Jihoon dengan musiknya dan Nadine dengan olahraga bisbol yang sudah ia mainkan sejak ia masih kecil.

"Beda dunia?" Nadine mengangkat sudut bibir. "Kakak pikir, aku nggak pantes buat kak Jihoon? Cuma gara-gara aku seorang anggota klub bisbol?"

"Lo bahkan nggak punya prestasi apa-apa."

"Aku udah cukup jadi diriku sendiri. Aku nggak perlu jadi seorang pahlawan buat bisa dapetin hati kak Jihoon."

"Lo gila? Lo punya apa buat disamain sama Jihoon yang sempurna?"

Pertengkaran hebat mulai keluar dari bibir keduanya. Tidak ada satu orang pun yang mau menghentikan pertengkaran konyol ini. Untung saja suasana di dalam toilet sangat sepi, hanya menyisakan dua orang perempuan yang beradu mulut untuk memperebutkan sosok Jihoon.

Hanin terus mengatakan bahwa Jihoon hanya mau bersanding dengan orang yang setara dengannya. Orang besar yang mempunyai banyak nama, mengingat bahwa Jihoon adalah seorang pianis terkenal sejak ia masih kecil. Sedangkan Nadine bukanlah gadis yang tepat untuk Jihoon.

Ciao Jihoon [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang