epilog

1.8K 273 74
                                        

Marseille, Prancis, 2025

Senyum lebar mengembang setelah ia selesai melaksanakan tugasnya. Air mata haru begitu tampak, menunjukkan betapa bahagianya sosok laki-laki yang berdiri gagah di atas panggung. Lengkap dengan wajah sumringah dan senyum manis yang tidak luntur sejak permainan pianonya selesai. Ini adalah hari yang sangat membahagiakan untuk Jihoon.

Jihoon.

Satu nama yang begitu dielukan begitu ia menginjakkan kakinya di negara penuh kisah romantis. Negara yang selalu menjadi tujuan utama sejak namanya melambung tinggi, kini berhasil ia pijak dengan banyak prestasi yang ia torehkan. Mimpinya sebagai pianis terkenal yang bisa menggelar konser tunggal di Prancis, sudah tercapai berkat kerja keras yang ia terapkan sejak ia masih SMA.

Tujuh tahun perjuangannya untuk meraih mimpi, kini terwujud dengan semua usaha yang ia lakukan dengan giat berlatih dan sering mengikuti beberapa kontes musik. Dan inilah kenyataannya, Jihoon menjadi salah satu musisi yang diperhitungkan di dunia. Keahliannya dalam bermain piano memang mempunyai makna tersendiri di dunia musik.

Langkahnya terburu-buru ketika menuruni panggung. Wajah Jihoon bahkan terlihat begitu panik ketika memasuki ruang tunggu. Seperti ada satu hal yang ia lupakan, dan baru mengingatnya di tengah konser berlangsung. Ah, Jihoon harus segera bergegas sekarang!

"JIUN, TEMEN GUE!" pekik seseorang ketika ia melihat Jihoon memasuki ruang istirahat. "Selamat, konsernya berjalan lancar!"

Namanya Minghao, dia adalah sahabat sekaligus manajer Jihoon saat ini.

Namun, pekikan Minghao tadi langsung diabaikan oleh Jihoon. Dia benar-benar tidak peduli saat sahabatnya ingin memberikan sebuah pelukan, karena di dalam otaknya hanya satu yang terus terbesit dengan jelas. Bahwa Jihoon harus datang ke suatu tempat.

"Lo kenapa sih, Hoon?" tanya Minghao ketika Jihoon sibuk mencari sesuatu. Hingga akhirnya ia menemukan sebuah undangan yang tergeletak di atas meja rias. Langsung saja, Jihoon membacanya dengan seksama. Mencerna dengan jelas kalimat demi kalimat yang tertulis di dalamnya.

Minghao tidak tahu mengenai undangan yang Jihoon terima. Yang ia tahu hanyalah wajah panik Jihoon ketika selesai membaca isi undangan, dan langsung menyambar jaket tebal yang tergantung tidak jauh dari tempatnya berdiri. Meninggalkan Minghao dengan ribuan tanya di dalam kepalanya.

"Gue pergi sebentar," kata Jihoon. Lalu, meninggalkan ruang istirahat dengan tergesa-gesa.

Minghao hanya menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Jihoon memang sulit untuk ditebak isi hatinya. Namun, dia akhirnya menyadari sesuatu bahwa ini adalah kota yang selalu Jihoon impikan untuk dikunjungi sejak mengetahui bahwa ia akan menggelar konser di negara mode itu.

Kota Marseille.

"Ah, pantesan! Ini kota tempat tinggalnya Nadine!"

-Ciao Jihoon-

Halo, kak Jihoon!

Apa kabar?

Ada banyak yang mau aku ceritain ke kakak, sekaligus temu kangen kita buat yang pertama kali setelah kita dewasa, hahahaha. Bisa kan hari Jumat ini ke stadion kota Marseille jam enam nanti? Aku tunggu!

Nadine

🔹🔹🔹

Napas Jihoon terengah-engah. Dia bahkan hampir saja diteriaki oleh sopir taksi karena nyaris membiarkan pintu mobilnya terbuka lebar. Jihoon terlihat sangat terburu-buru. Wajar saja, dia sudah telat dua jam lebih dari yang ditentukan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 20, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Ciao Jihoon [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang