"Lo sadar nggak sih, kalo Nadine tuh ngejauh dari lo?"
Gerakan jari perlahan berhenti. Melirik sekilas, mata tajam itu langsung mengarah pada Minghao yang sibuk mengerjakan pekerjaan rumahnya. Laki-laki itu memang sering mengerjakan tugas di rumah Jihoon sambil menemani sahabatnya berlatih piano.
Yang diajak bicara hanya berdeham pelan. Berpura-pura mengecek partitur, sebenarnya Jihoon sedang memikirkan apa yang Minghao bilang tadi. Tentang Nadine yang menjauh dan mereka sudah tidak bertemu selama seminggu ini.
Jihoon juga tidak mengerti dengan kondisi Nadine saat ini. Namun jika mereka tidak sengaja bertemu, Jihoon akan sempat melihat sosok itu berbalik arah atau sekedar membuang muka saat mereka berpapasan. Jihoon sama sekali tidak mengerti, apa dia pernah melakukan sesuatu pada gadis itu?
"Keliatannya gitu, ya?" cicit Jihoon sambil sibuk membalikkan partiturnya. "Padahal gue kangen kerusuhan dia pas gangguin gue di ruang musik."
Jihoon tidak sepenuhnya berbohong. Siapa yang tidak rindu sikap heboh Nadine saat gadis itu sedang melancarkan aksinya? Nadine yang ngegas dan tidak tahu malu benar-benar menjadi hal yang paling Jihoon rindukan.
"Lo abis ngapain emang? Yang gue tau, Nadine orangnya malu-malu. Meskipun emang dia malu-maluin, sih. Pasti lo abis ngelakuin sesuatu sama dia, ya?" tebak Minghao.
Jihoon tersentak ketika Minghao menutup buku paketnya dengan kasar. Tatapan tajamnya langsung terlihat begitu Jihoon mematung dengan semua tingkahnya. Minghao memang selalu mengagetkan.
Jihoon teringat sesuatu. Apa jangan-jangan tentang Hanin? Atau perlakuan Jihoon di dalam bus malam itu?
"Nggak abis ngapa-ngapain."
"Boong."
Jihoon berdecak. "Buset, lo nggak percaya banget sama gue."
"Gue kenal lo nggak setahun dua tahun, tapi dari jaman kita masih ngedot. Gue tau kalo lo lagi boong, Bambang."
Jihoon berdecak sebal. Entah Minghao yang terlalu pintar atau dia yang terlalu bodoh, tapi Jihoon memang selalu gagal jika ingin menyembunyikan sesuatu dari Minghao. Sahabatnya itu pasti sudah bisa membaca gerak tubuh, atau bahkan dengan mimik tegang Jihoon yang begitu jelas. Intinya, Minghao selalu tahu kalau Jihoon sedang berbohong!
Jihoon mulai tidak peduli ketika Minghao terus mendesaknya. Dia memainkan lagi piano di depan dengan hati yang kesal, terus mengutuk kebodohannya karena tidak bisa ia sembunyikan dari Minghao. Pokoknya Jihoon kesal, memang. Jihoon sangat kesal.
Permainan piano Jihoon terdengar begitu cepat. Menandakan bahwa ia benar-benar dalam keadaan yang tidak baik setelah mendengar ucapan Minghao sebelumnya. Mengenai Nadine yang menjauh, dan Minghao yang terlalu ikut campur dengan masalah hatinya.
"Hoon, lo tuh nggak pernah kayak gini, apalagi semenjak lo kenal cewek." Minghao mendesah pelan. "Lo jadi sering boong sama gue, atau nggak jujur sama perasaan lo sendiri. Gue emang bukan siapa-siapa, tapi gue sahabat lo. Gue-"
"Gue cuma nyatain perasaan gue aja. Emang nggak boleh?" seru Jihoon dengan mata memerah. "Ada kalanya gue punya sebuah privasi yang harus gue keep sendirian. Dan lo nggak berhak tau."
"Jadi, lo udah nggak percaya sama gue?" sentak Minghao.
Jihoon mengusap wajahnya dengan kasar. "Hao, lo salah paham."
"Setelah gue yang ngenalin lo sama Nadine, ikut bantuin dia biar kalian lebih deket lagi. Termasuk ngerelain perasaan gue sendiri. Lo kejam banget nggak sih udah nyakitin dua orang dalam waktu yang sama?"
Jihoon tampaknya tidak mengerti dengan apa yang Minghao katakan. Merelakan perasaannya sendiri?
"Gue suka sama Nadine sejak lama. Tapi gue tahan itu semenjak dia cerita kalo dia suka sama lo. Tapi, lo malah kayak gini. Gue sahabat lo bukan, sih? Apa gue salah kalo gue mau tau hubungan percintaan sahabat gue sendiri? Apalagi ceweknya itu adalah cewek yang gue suka?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Ciao Jihoon [✔]
Fanfiction[ 4th Ciao Seventeen Series ] Bagi Jihoon, hidupnya hanya diisi oleh dua hal. Musik dan Piano. Jihoon tidak pernah merasakan apa itu cinta sejak ia kecil. Hidupnya hanya diisi oleh sentakan keras dan tuntutan dari kedua orang tuanya. Menjadikan ia t...