Kadang kala, memori terasa begitu menusuk nyeri ingatan. Mengerang kesakitan, dengan hampa yang menyesakkan dada. Bisikan ucapan manismu, hampir semuanya masih terbayang jelas. Tindakan kamu, hampir semuanya masih membekas.
Kisah kita sudah berakhir, aku memutuskan untuk sendiri bukan karena aku tak sayang. Tapi, mengertilah, ada kondisi yang tak bisa kupaksakan. Ada batin yang mati-matian bertahan didalam rasa tertekan. Aku kasihan pada diriku sendiri.
Memori, pergilah. Hanya engkau kunci satu-satunya agar dapat kuhilangkan pedih ini. Hanya engkau harapan satu-satunya agar aku tak melulu menghakimi diri. Agar aku berhenti menyesali semua perbuatanku.
Wahai kamu yang dulunya begitu aku puja, aku sudah berhenti karena menyerah. Aku sudah sampai dibatas aku tak mampu lagi bertahan. Pergilah, aku sadar aku tak pantas untuk kau perjuangkan lagi.
Wahai kamu, yang sampai sekarang masih membelenggu pikiranku. Jaga baik-baik dirimu. Kau tak boleh melulu sedih karenaku. Kau juga harus ingat, kau harus temukan pengganti yang lebih baik.
Jangan lagi mengharapkan aku yang buruk ini.
Jangan lagi menungguku untuk mengucap kata cinta.
Jangan lagi berdiri di barisan paling depan untuk seseorang munafik sepertiku.
Maaf membuatmu terjebak beragam masalah.
Kilasan memori kelam itu masih terus berputar lambat dalam otakku, bak kaset rusak. Aku membenci situasi ini. Aku benci aku yang depresi karena serba salah. Aku benci merasa tersudutkan oleh keadaan.
Sekarang aku dapatkan dua kunci. Selain memori itu yang harus pergi, kamupun serupa. Kamu pun harus tinggalkan aku. Tak mengapa aku sendiri. Tak mengapa aku kesepian. Tak mengapa aku tak mempunyai sandaran lagi saat kamu jauh.
Setidaknya biarkan aku bernafas lega. Tanpa dibayangi bayangan gelap yang selalu menghujam jantung hingga aku terjatuh kembali. Kamu harus pergi, jangan tunggu aku, dan bawa semua kenangan kita. Jangan buat mereka menjebakku dalam sebuah nostalgia.
Aku tak butuh itu. Aku hanya ingin bebas, walaupun kesepian. Aku hanya ingin tertawa lepas, saat ingatan itu tak lagi mencekik. Aku hanya ingin keluar dari semua perihal rasa hancur, retak, dan tertekan.
Biarkan aku mencari pegangan lain, walaupun harus meraba kembali. Biarkan aku bangkit sendiri dari keterpurukanku.
Lepaskan aku, jangan membuatku merasa tak tau arah. Jangan buat aku gila hanya karena kamu terus-terusan kekeuh dengan prinsipmu.
Dengar...
Walaupun aku sangat membutuhkanmu, aku ingin aku bisa belajar merelakan dan melepaskan. Agar perpisahan kita takkan semenyesakkan yang dulunya pernah kurasakan. Aku ingin kita sama-sama bergerak mundur, menjauhi titik dimana kita saling jatuh cinta.
Aku ingin kita sama-sama berusaha mengubur kenangan kita agar tak menyusahkan proses yang sering kali disebut berpisah ini.
Kamu baik, kamu tak jahat. Hanya saja, kenangan yang kau buat, memori yang kau ciptakan, masih melayang bebas di permukaan. Aku tak bisa bernafas dengan baik.
Aku sangat menyayangimu. Tapi maaf, waktu yang pernah kita jalani bersama kini menjelma menjadi sebuah kenangan yang pahit pula jahat. Dia menyerangku habis-habisan hingga membuatku terkulai pasrah, hanya karena tak mampu.
Bantu aku melupakanmu, permudah aku. Logika ku ingin menang saat ini.