Belum Sempat

17 4 0
                                    

Ketika semesta menakdirkan kita untuk berjarak, sebagian diriku merasa hancur berantakan. Kamu jauh denganku, menyisakan aku yang terus-terusan bermetafora akan bersamamu setiap saat.

Saat melihatmu dari kejauhan, ada rasa bahagia dan nyeri yang bersamaan hadir. Turut menghadirkan gelenyar aneh saat kamu lebih lepas tertawa, dibandingkan saat denganku, saat kamu hanya sibuk terfokus denganku.

Punggungmu, kini menjadi hal favorit untukku. Bahkan jika ada pilihan, kau melihatku dengan tatapan sinis atau kamu tak menyadari hadirku, dan aku hanya bisa melihatmu dari jarak yang jauh.., aku tentu lebih memilih opsi kedua. Karena aku justru tak sanggup bertatapan, kalau sebenarnya kamu tak ingin.

Bersamaan dengan itu, aku disini berusaha untuk bangkit lagi. Aku merasa sedih, kamu telah menyimpulkan semuanya sendiri tanpa pernah menuntut sedikit penjelasan untukku. Disetiap malamku, aku kesusahan menahan rasa penasaran itu. Sekuat tenaga aku lakukan agar aku tak melulu memikirkan, apakah kamu disana memikirkanku sebanyak aku lakukan?

Kamu tak pernah tau derita yang kupendam. Susah payah kusembunyikan dengan penyamaran senyum palsu ini. Harusnya kamu tetap ada disisiku.. Harusnya kamu meyakinkanku, bahwa kamu yang terbaik, bahwa akupun ingin kamu yakinkan, agar kita bisa berangkulan bersama.

Sekarang, kamu justru lebih terasa asing bagiku. Ternyata, aku harus tahan dengan segala kejujuran yang muncul saat ini. Bahwa aku tak pernah menjadi milikmu. Bahwa bahagiaku hanya sesaat. Bahwa waktuku melupakan bayang-bayang pahit, hanya sebentar saja, karena kamu telah bertepi, seolah kehilangan asa. Dan aku justru terperangkap diserang kenangan.

Kenapa kamu tak menungguku lebih lama? Kenapa kamu tak mau berdiri disampingku untuk waktu yang lebih lama? Aku hanya sempat bahagia sesaat, aku belum sempat memilikimu. Bahagiaku, ternyata belum cukup. Karena itu sudah sirna, lenyap ditelan kenyataan bahwa aku tak pernah memilikimu barang sedetikpun.

Aku sadar, aku tak berhak memaksamu untuk bertahan. Aku tak bisa menahan tanganmu dengan tatapan memohon agar kau tetap disisi. Kamu malah menganggapku penipu, yang pernah membuatmu harus berurusan dengan wanita tak tau diri semacam aku.

Aku hanya ingin kesempatan. Kesempatan untuk memberi penjelasan, walaupun nantinya kamu tak akan mau memperbaiki. Aku tak mengapa. Aku hanya ingin menjelaskan kalau sebenarnya, kamu sendiri yang tak pernah paham akan diriku yang abu-abu. Maafkan aku yang terlalu payah dipecahkan sehingga mematahkan segala harapan.

Sekarang... aku justru ingin melihatmu lebih lama walaupun kamu tak pernah tau. Kamu hanya sibuk dengan urusanmu untuk membenciku. Tanpa pernah kamu mengerti, aku disini terpuruk karna kamu merapuhkanku.

Segala luka ini, telah mendewasakanku. Terima kasih setidaknya kamu berhasil membuatku sadar perasaan yang kumiliki. Setidaknya aku tau pilihanku walaupun kamu tak lagi menjadikanku sebuah prioritas.

Walau kau merapuhkanku, aku justru paham aku punya peran dari segala bencimu. Maafkan aku yang bodoh karena terperosok jauh dalam hal yang tabu.

Izinkan aku selalu memperhatikanmu dari radius yang jauh. Izinkan aku selalu memandangmu diam-diam dari spasi yang membentang di antara kita. Karena sejujurnya, aku lebih bahagia daripada harus bertatapan dengan sorot kebencian itu. Izinkan aku untuk mengirimkan doa pada langit selalu, semoga semesta mau menyampaikannya lewat mimpi indahmu.

Izinkan aku untuk selalu mencintaimu dalam diamku. Dalam rapuhku.

Dariku, yang belum sempat memilikimu.

Ternyata... aku terlalu buta untuk menyadari kamu berharga.

Semoga waktu dapat menjadi penyembuh yang baik bagi segala derita ini. Semoga melupakan kamu tak hanya menjadi anganku saja.

Tentang MerelakanmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang