"Aku belum mau usai."

31 9 0
                                    

Malam-malam begini, memang waktu yang tepat untukku, memikirkanmu, tenggelam dalam hanyut rasa. Semakin menyelami rasa sakitku.

Kadang ingin ku akhiri, namun terlampau sulit untukku temui sebuah ujung. Mengapa? perpisahan ini lebih sulit dari yang sebelum-sebelumnya? Apa karena sesalku yang menyeruak hingga aku menahan pedih seperti sekarang?

Ingatkah kamu? Biasanya kamu akan menemaniku hingga larut malam, saling kirim pesan hingga lupa waktu. Biasanya, kamu akan terus memaksa untuk tetap terjaga walaupun kantukmu sudah menyerang, hanya karena aku yang terlalu sulit untuk terlelap.

Tak bisakah itu terulang kembali?

Sekarang, aku sudah mengerti rasanya kamu. Yang berusaha sekuat upaya menahan rasa cemburu, tapi sadar tak berhak. Aku merasakannya sekarang. Ketika kamu lebih asik dengan yang lain, ketimbang sekedar melirikku. Aku sadar, aku sudah terlupakan.

Akhirnya aku tau, rasanya dinomorbelakangkan. Akhirnya aku tau, rasanya tak dijadikan prioritas bagi kamu. Sebab, kamu sudah melenggang pergi, tanpa punya niatan hanya untuk menengok ke belakang.

Tak apa, tak usah khawatirkan aku yang berdiri tegar disini. Aku hanyalah masa lalu yang kelam untuk kamu. Aku hanyalah sekedar memori buruk yang pahit untuk kau kenang.

Lihatlah ketika raut wajahmu berubah tak cerah saat tak sengaja bertemu tatap. Kamu memang begitu tak menginginkan hadirku. Sementara aku sudah mulai disadarkan logika, kamu sudah bertemu dengan yang dapat membuatmu melupakan sebagian besar diriku.

Aku sudah mulai disadarkan dengan perilakumu yang berbanding terbalik dengan beberapa bulan yang lalu. Kamu sudah tau caranya bahagia, dan sedikit banyaknya, aku senang atas hal itu.

Ingatlah aku, sebagai orang yang pertama kali berani menggores hatimu yang paling berat untuk kau obati. Maafkan aku telah melukaimu segitu kerasnya.

Walaupun sesalku banyak, kau juga harusnya turut mengerti. Aku disini terkekang oleh keadaan, yang tak bisa membuatku bergerak kemana-mana. Aku tak ingin usai, sungguh. Tapi, aku terpaksa diusaikan oleh waktu, dan kondisi.

Perasaan kita terpaksa berpura-pura seolah jenuh, mungkin bisa saja aku yang hanya berpura-pura, bisa saja kamu sudah benar-benar jenuh dan melupakanku.

Perasaanku terpaksa harus kusamarkan dengan senyumku. Walau kau tak akan tau, tapi disini, aku berharap, kamu dapat tau seberapa kecewanya aku yang berusaha mencari penopang lagi.

Dari aku, yang masih berusaha meraba situasi menyedihkan ini.

Dari aku, yang masih berusaha menuangkan segala keluh kesah hatiku yang telah patah ini dalam sebuah tulisan.

Dari aku, untukmu.
Yang terlanjur pesimis tanpa pernah melihat besarnya harapan.

Dari aku, untukmu.
Yang tak pernah bisa menyelami kesedihanku, sehingga kamu menyimpulkan dengan cepat semua perihal penyamaranku.

Dari aku, yang perasaannya terpaksa harus diselesaikan, tanpa pernah berpikir untuk mengusaikan sang kenangan.

Untukmu.

Tentang MerelakanmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang