Maret

12 2 0
                                    

Aku harusnya senang,
Harusnya aku bahagia,
tetapi semua perubahan seolah menggerus beragam perasaan yang seharusnya menetap. Kemana perginya bahagia?
Jikalau aku terus meratap tentang kepergian dan kehilangan.

Kulangkahkan kakiku lebih jauh lagi.
Meneliti ini semua ilusiku atau benar nyatanya?
Kamu yang benar beda atau aku saja yang mengada-ngada?
Kutajamkan lagi penglihatanku.
Kulihat kamu,
Kamu sedang berjalan menjauh, atau hanya aku saja yang sedang halusinasi?

Semua seolah abu-abu, tanpa celah.
Oksigen seolah menghimpit.
Bak ditikam batu sampai sesak merasuki.
Aku ingin mundur lagi.
Ingin kembali ke masa semuanya baik-baik saja.
Ingin kembali menata tanpa pernah berbuat salah barang sedikitpun.

Tapi aku malah melaju,
meneruskan apa yang tak ingin kurasakan.
Menunda perpisahan.
Menyedihkan ya?

Sampai akhirnya tak terasa, aku tlah di penghujung waktu.
Di ujung tebing dimana kamu memeluk,
Maaf, tapi aku tak bisa melanjutkannya.
Begitu katamu?!

Lututku lemas, telapaknya bak agar hingga aku jatuh limbung.
Mataku menatap liar puing-puing harapan berjatuhan hancur.
Merebakkan lagi patah-patah dalam jiwa paling dalam.
Aku hancur, entah untuk ke berapa kalinya.

Yang kuperjuangkan lantas percuma,
Bertahan dalam ikatan.
Mencoba lagi supaya kamu mau bertatap denganku.
Mencoba lagi supaya kamu mau merasakan dekap hangatku.
Mencoba lagi menata hati.
Padahal, aku sudah janji, akan kuberikan cinta yang sempurna buatmu.
Agar kau tak perlu ke genggaman lain.

Tapi sayang.
Kekuranganku merubuhkan fondasi kokoh yang dibangun dengan kenangan.

Harusnya, ini bulan paling menyenangkan untukku.
Tapi mana? Bahkan aku dihantam.
Hujan di luar, yang basah malah pipiku.
Hujan di luar, yang terkenang malah aku.
Langit yang bersedih, aku yang terperangkap.

Lagi lagi, aku harus merasakan pahit.
Berharap seolah ini semua delusi,
Padahal mataku sedang berelegi.
Bahkan aku tak terpejam.
Bukan, aku bukan sedang bermimpi.

Aku kehilangan peganganku,
Yang tau menuntunku,
Yang tak akan pernah membuatku sepi,
Yang tak akan pernah tiada di saat sulit,
Aku salah ya, percaya padamu?
Kamu bahkan brutal merusak hati.

Setelah banyak waktu terlewati,
Diantaranya tentang senyum kamu,
Tentang mata kamu,
Tentang detak jantung kamu,
Tentang dekap dan peganganmu,
Tentang hati kamu,

Dan tentang aku yang sadar,
Menunda perpisahan itu menyedihkan.

Aku merasa beruntung melewati fase itu,
Yang sebelumnya tak sanggup ku khayalkan.
Tapi aku berjalan terus.
Hingga pisah itu diharuskan.
Tanpa alasan, mau tak mau,
Kita terlepas.

Walau kehilangan sedang membunuhku perlahan,
Aku hanya ingin ucapkan terima kasih.
Terima kasih sekian waktu yang kau sisihkan.
Semoga hanya aku.

Terima kasih telah ajarkan aku kesendirian,
Semoga aku mandiri kelak.

Terima kasih juga untuk sakit mahaperih.
Terima kasih sudah mendewasakanku dengan luka.

Dari aku,
Yang bulan Maretnya selalu dipenuhi pilu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 02, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Tentang MerelakanmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang