"Daddy, Mommy mana? Apa dia sudah dimakamkan?" Johnny seketika membanting garpunya pada piring, saat mendengar pertanyaan Jisung, membuat Guanlin dan Mark terkejut, begitu juga dengan Jisung.
"Sudah Daddy bilang, Mommy belum mati, dia masih hidup." Ucap Johnny.
Ketiga putranya seketika bungkam sembari saling menatap, namun tak lama Guanlin buka suara. "Kalau begitu biarkan aku bertemu dengan Mommy, aku ingin melihat kondisinya." Ucap Guanlin.
"Mommy sedang butuh banyak istirahat, jadi tidak boleh ditemui orang lain dulu kecuali Daddy." Kata Johnny.
"Kau gila Dad, Mommy sudah jelas meninggal, tapi kau malah menyembunyikannya di kamar. Bagaimana jika akhirnya Polisi datang dan menggeledah rumah kita?" kata Guanlin.
Brak! Semuanya tersentak saat Johnny tiba-tiba melempar piringnya ke meja makan, hingga piringnya pecah dan isinya berhamburan di meja makan.
Ia kemudian berjalan menghampiri Guanlin. Perasaan Guanlin seketika berdebar dan takut, ia sampai menggenggam erat garpu ditangannya.
Johnny meraih kerah baju Guanlin hingga Guanlin berdiri dari kursinya, dan satu pukulan kemudian mendarat dipipi Guanlin, hingga Guanlin jatuh ke lantai.
Mark tersentak. Ia beranjak dari kursinya, dan menghampiri Guanlin untuk membantunya duduk. Mark kemudian menatap tajam Johnny.
"Guanlin tidak salah! Daddy yang memang gila!" seru Mark.
Johnny beralih memukul Mark, membuat Jisung membelalakan matanya, ia segera mendekati Ayahnya, menarik kerah baju Johnny kemudian mengepalkan tangannya, hendak melayangkan pukulan pada Johnny. Namun saat pukulan sebentar lagi akan mendarat di wajah Johnny, pesan Ibunya tiba-tiba terngiang dibenaknya.
Dimana ia tidak boleh bertengkar dan menyakiti Johnny. Akhirnya Jisung hanya mendorong Johnny untuk menjauh dari Kakak-Kakaknya, sebelum akhirnya ia pergi begitu saja, dengan perasaan frustasi dan kesal.
Johnny terdiam, sembari menatap Guanlin dan Mark yang tengah saling membantu untuk berdiri.
Mereka kemudian pergi meninggalkan Johnny begitu saja di dapur.
Namun sebelum pergi, Mark sempat mengatakan sesuatu. "Kalau Daddy muak dengan kami, akan pergi. Maaf selama ini merepotkan dan bersikap lancang padamu."
♦♦♦
"Haechan! Kau merokok lagi!" Haechan seketika terbatuk dengan asap yang mengepul dari mulut dan hidungnya, saat Kakaknya tiba-tiba muncul sambil membentaknya, yang membuat dirinya terkejut.
"Kakk... kau mengejutkanku!" gertak Haechan seraya berdecak kesal.
"Siapa suruh merokok?! Kau kan masih dibawah umur! Lagi pula rokok itu tidak sehat! Mau cepat mati?!"
Haechan memutar kedua bola matanya malas. "Sudahlah Kak, aku mau izin,"
"Izin apa?" tanya sang Kakak.
"Aku akan pergi untuk waktu yang lama, ada kegiatan di sekolah. Jadi tidak perlu cari aku kalau tidak pulang-pulang." Balas Haechan.
"Kau tidak berbohongkan?" kata Kakaknya dengan tatapan curiga sampai menyipitkan matanya.
"Bohong? Tidak!" elak Haechan. "Ya sudah aku pergi dulu ya? Sudah ditunggu teman-temanku."
Kakaknya hanya mengangguk, ia kira setelah itu Haechan akan langsung melengos pergi, namun anak itu ternyata menghampirinya terlebih dahulu, dan memeluknya erat, sebelum akhirnya bergegas pergi.
♦♦♦
Lucas dan Jeongin yang pertama kali datang ke sekolah. Mereka sempat bertemu dengan Woojin di masa ini, dimana ia masih kuliah dan tampak begitu cerah, tidak seperti Woojin di masa depan yang tampak stress dengan aura menyedihkan, meskipun Woojin mencoba tetap bersikap ramah pada mereka.
"Jeong," panggil Lucas.
Jeongin segera menyahutinya dengan menolehkan kepalanya ke arah Lucas. "Ada pisau lipat disakumu? Untuk apa? Robot itu tidak akan bisa kau bunuh menggunakan pisau."
Jeongin seketika tercengang sembari menyentuh kantung celana kirinya. Lucas itu sama seperti dirinya, namun masih jauh lebih hebat dirinya.
"Kau mau melukai Guanlin, dan anggota gengku yang lain? Agar mereka dimangsa robot?" tebak Lucas.
Jeongin seketika menggelengkan kepalanya. "Tidak begitu..." Jeongin mencoba menyangkal. "Pisau ini masih kita butuhkan dibeberapa kondisi."
Lucas akhirnya terdiam. Mencoba mempercayai ucapan Jeongin.
Jeongin menelan ludahnya, ia mencoba membuang rencana buruknya pada benaknya, agar Lucas tidak bisa membacanya.
Jeno tiba-tiba muncul, disusul Jaemin, Hyunjin, Haechan, dan Baejin.
Baejin sudah tampak jauh lebih baik.
"Kalian sudah memastikan tidak punya luka atau sakitkan?" tanya Lucas, yang diangguki mereka berlima.
"Hanya tinggal Renjun, Guanlin, Jisung dan Mark. Kemana mereka?" dengus Hyunjin sembari melipat kedua tangannya di depan dada.
Jeongin akhirnya mengambil ponselnya hendak menghubungi Renjun, tak butuh waktu lama agar telfonnya diangkat.
"Renjun, kau dimana?"
"Ban sepedaku bocor tadi, ini sebentar lagi selesai diperbaiki. Maaf ya menunggu lama."
"Ya, tidak apa-apa. Guanlin, Mark dan Jisung juga belum datang."
Renjun seketika terdiam diseberang sana, hanya untuk beberapa saat, sampai akhirnya ia berbicara. "Soal... pembicaraan kita tentang dendam pada Guanlin dan gengnya, lupakan saja. Kita harus bekerja sama dengan mereka sekarang, agar masa depan kita terselamatkan. Meskipun Guanlin dan gengnya tetap tidak mau berteman dengan kita, biarkan saja. Yang penting, kita tetaplah harus jadi orang baik."
Jeongin bungkam, matanya melirik satu persatu teman-teman geng Guanlin, tidak termasuk Lucas.
Ia kemudian berdehem pelan. "Eum, ya." Gumam Jeongin.
Setelah berbasa-basi sejenak, sambungan telfon pun terputus.
Jeongin menghela nafas berat.
Renjun terlalu baik.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Grim | NCT, W1 & Stray Kids ✅ [Proses Revisi]
Fiksi PenggemarHanya bercerita tentang anak-anak yang mencoba menyelamatkan masa depan mereka, yang mengerikan dan suram. Penuh darah dan ketakutan.