Mereka berlari menjauhi gedung yang mulai dikerumuni para robot. Dan robot-robot itu mulai mengejar Guanlin serta lainnya, saat menyadari mereka telah pergi dari gedung.
Guanlin dengan susah payah berlari secepat mungkin. Kakinya sakit, ditambah ia membawa beban dipunggungnya, itu membuatnya semakin kewalahan. Mark sendiri telah pingsan, dengan kepala yang semakin mengucurkan darah.
Guanlin berharap mereka cepat-cepat sampai ke sekolah, lalu ke pintu waktu. Mark harus segera mendapat penanganan karena ia pendarahan hebat.
Brak! Jeongin tiba-tiba terjatuh, ia kemudian berteriak, mengerang kesakitan sambil menangis. Jeongin sadar dari awal ada yang tidak beres dengan tulang kaki kanannya.
Baejin tidak membiarkan Jeongin jatuh. Ia meraih kedua tangan Jeongin, membantunya berdiri, namun Jeongin langsung akan jatuh kembali.
Baejin berdecak, ia akhirnya meletakan Jeongin dipunggungnya, kemudian menyusul yang lain berlari.
Selama mereka berlari, jumblah robot yang mengejar mereka semakin banyak. Jeno menembaki setiap robot yang mendekati mereka menggunakan senapan. Memang tidak membuat robot-robot itu mati, tapi setidaknya bisa memberi mereka waktu untuk terus berlari sedikit lebih leluasa.
"Akhirnya!" teriak Jisung saat melihat gedung sekolah. Namun dari dalam sekolah, muncul berbagai robot yang membuat Jisung seketika menghentikan laju larinya.
Begitu juga yang lain.
Mereka terkepung.
Jisung yang sebelumnya berdiri dibarisan paling depan, dan memunggungi yang lain. Tak lama menoleh, pertama ia menatap kedua Kakaknya terlebih dahulu, sebelum akhirnya menatap Jeno, Jeongin dan Baejin secara bergantian.
"Aku akan jadi pengalih perhatian." Ucap Jisung.
"Apa maksudmu?!" sahut Guanlin dengan rahang mengeras. Firasatnya tidak enak, dan ia seperti bisa menebak rencana Jisung.
"Aku akan lari ke arah robot, aku akan jadi mangsa mereka. Agar robot hanya fokus padaku, dan kalian bisa pergi." Kata Jisung.
"Kau gila?!" teriak Jeno.
"Mau bagaimana lagi?! Minimal ada jalan untuk keluar dari kepungan robot ini. Kita juga tidak punya senjata lagi selain yang Jeno pegang." Balas Jisung.
Guanlin menggelengkan kepalanya. "Tidak, tidak." Ucap Guanlin.
"Mark hampir mati bodoh!" teriak Jisung. "Lagi pula aku tidak bisa hidup tanpa Mommy. Pesanku. Jangan bunuh Daddy. Mommy bilang jangan menyakiti Daddy, apa lagi membunuhnya."
Setelah mengatakan itu Jisung langsung berlari ke arah robot yang sudah siap memangsanya. Guanlin tentu tidak tinggal diam, dia langsung hendak mengejar Jisung, namun Jeno segera menahannya.
"Ayo pergi!" teriak Baejin saat ada jalan yang terbuka, karena sebagian robot sibuk dengan Jisung.
Guanlin tidak tahu harus bagaimana. Ia malah mematung di tempat dengan air mata yang menetes begitu saja, tapi Jeno segera menariknya untuk pergi.
"JISUNG!" teriak Guanlin.
♦♦♦
Dengan nafas yang rasanya hampir habis, Jeongin mengetikan sandi pada monitor. Dan bersamaan dengan pintu terbuka, Jeongin jatuh pingsan. Kali ini Jeno yang membopongnya, karena tangan Baejin yang tiba-tiba terasa sakit.
Guanlin sudah tidak berekspresi, pikirannya blank.
Yang ada dibenaknya hanya Jisung dan Jisung. Ia berharap semua yang ia alami ini hanya mimpi.
Sesampainya kembali di zaman mereka. Guanlin langsung tidak sadarkan diri.
Seseorang tiba-tiba muncul di koridor, dengan raut wajah khawatir.
"Woojin?" gumam Jeno.
"Hai, kalian mengenalku? Kenapa kalian datang dari pintu itu? Dan kondisi kalian... kenapa begini?"
"Hardik panggilkan ambulan!" hardik Baejin.
♦♦♦
"Itu hanya pintu untuk menyimpan barang-barang. Bagaimana bisa jadi pintu waktu?" ujar Woojin. "Lagi pula yang tahu pintu itu hanya aku, saat aku masih di sekolah disitu, itu sebenarnya hanya lubang karena ada kesalahan saat dibangun. Tapi... aku memang minta bantuan Ayah Mark untuk membuatnya jadi pintu, dengan ruang kecil untuk menyimpan barang. Ya hanya aku dan dia yang tahu. Dulu Ayah Mark pengurus sekolah."
"Sekarang aku tahu siapa pembuat pintu itu, pasti kau, tapi kau dimasa depan. Kau membuatnya, untuk menjemput anak-anak yang kira-kira bisa menyelamatkan masa depan. Dan anak-anak itu yang bisa membuka pintu." Kata Jeno.
Woojin hanya diam. Dia sebenarnya bingung dengan perkataan Jeno, tapi melihat kondisi anak-anak ini. Ia rasa, ia harus percaya tentang pintu waktu itu.
Jeno kemudian terdiam. Mencoba menyusun beberapa potongan kejadian, untuk menemukan sebuah jawaban.
Woojin, kenapa bisa masih hidup?
Dan satu jawaban yang Jeno dapat, karena Woojin yang mati, memang diri Woojin pada masa itu.
Jeno sempat berharap, teman-temannya yang mati juga ternyata masih hidup. Tapi setelah dipikir, sepertinya tidak. Mereka mati dalam diri mereka di zaman ini.
"Kenapa kau ada di sekolah?" tanya Jeno pada Woojin, setelah cukup lama terdiam.
"Beberapa hari ini, aku kerja part time jadi cleaning service di sekolah kalian." Balas Woojin.
Jeno menganggukan kepalanya mengerti. Ia kemudian terdiam lagi. Teman-temannya sedang menjalani perawatan, bahkan Jeongin, Mark dan Baejin harus menjalani operasi.
Tulang kaki Jeongin patah, sedangkan Baejin, tulang lengannya yang patah, dan Mark mengalami pendarahan.
Jeno sendiri di gips lututnya.
Yang membuat Jeno heran, kenapa Taeyong, dan orang tua atau anggota keluarga mereka belum ada yang datang ke rumah sakit menjenguk, kecuali orang tua Baejin.
Padahal pihak sekolah sudah menghubungi mereka.
TBC
Gimana story ini menurut kalian?
KAMU SEDANG MEMBACA
Grim | NCT, W1 & Stray Kids ✅ [Proses Revisi]
Fiksi PenggemarHanya bercerita tentang anak-anak yang mencoba menyelamatkan masa depan mereka, yang mengerikan dan suram. Penuh darah dan ketakutan.