5. Untuk Apa?

9.6K 700 23
                                    

Semua masalah besar dan runyam sejak pagi tadi didapatkan Nina, membuat otaknya perlu pendingin seperti sekarang. Nina membungkuk, memasukkan sebagian kepala yang terbalut shower cap tipis berwarna hijau motif bunga, ke bagian freezer lemari es. Aroma aneh tercium, dan udara menyejukkan mulai merasuk ke dalam shower cap. Tetapi semua masih terasa sama, denyut itu belum mau hilang sampai sepuluh menit ke depan. Nina sudah tidak tahan dengan aroma bongkahan es dalam freezer.

Nina melepas shower cap, lemari es juga ia tutup sedikit kasar. Bahkan memasukkan kepala ke freezer masih belum ampuh sejak Sandro berhasil melancarkan niatnya. Di dalam mobil, dengan kondisi derum mesin masih menyala dan AC yang tidak terlalu dingin, dia menyematkan cincin sederhana bermata satu ke jari manis Nina. Tidak ada yang lebih baik daripada mendengar ajakan nikah dari lelaki tampan seperti Sandro, yang jelas karna dia juga mapan. Tapi tadi sore, benar-benar jadi kejadian yang Nina harap bisa segera ia lupakan.

"Ini tanda kamu adalah tunanganku sekarang."

Gerakan Sandro santai. Dia punya aura yang membuat orang di sekitarnya tiba-tiba hilang fokus. Baru saat Sandro mengangkat pandangan, Nina merasakan sesuatu yang ringan terasa melingkar di jari manis.

Mulut Nina sulit digerakkan, hanya bisa membuka aneh dan terkesan membuat si pemilik mulut terlihat idiot.

Sandro mengangkat tangan Nina, memperlihatkan cincin yang barusan dia sematkan dengan ekspresi biasa. "Harganya mahal. Jadi simpan baik-baik."

"Cuma itu??" tanya Nina shock.

"Memangnya harus apa?" Seperti tak ada kejadian berharga dalam hidupnya, Sandro melepas tangan Nina, kemudian seatbelt yang dia kenakan. Dia keluar dari mobil dengan pandangan meneliti. Tuhan begitu baik karna parkiran sedang dalam kondisi lengang.

Jantung Nina berdebar. Ia meringis meratapi betapa jari manisnya tidak memperindah cincin tersebut. Jari yang kusam karna tanggal tua, sudah seperti upik abu bersanding dengan si cincin perak bermata satu. Pantas saja pria bule itu membencinya, pikir Nina maklum. Karna dari kepala sampai ujung kaki pun, Nina tak ada bagus-bagusnya jika bersanding dengan Sandro, tidak layak.

"Tunggu!" Nina menyusul Sandro keluar, mendekatinya yang memiliki badan tinggi tegap. "Kenapa saya?"

"Karena kamu pilihanku."

"Tapi kenapa? Kamu ... sama sekali belum mengenalku." Nina mengernyit merasakan panggilan aku-kamu sedikit kaku di lidahnya. Sandro ini CEO!

"Aku mengenalmu sama persis seperti sahabat kamu mengenalmu." Pandangan Sandro kosong. Suaranya yang seksi tertelan seperti sedang menggumam sendiri.

"Darimana kamu tahu?"

"Dari dulu." Ucapannya nyeleneh, sekaligus datar. Dan posisi mereka terpisah karna sebuah mobil barusaja melintas.

This will be the most exciting scandal ever. Anderson akan menggunjing si biang gossip sampai wanita itu tak kerasan duduk di kursi kubikelnya.

Nina menghela napas. Kilau dari mata cincin di jemari manis semakin memperparah denyut kepala. Masalah itu luar biasa mengganggu. Dengan kata lain, Sandro baru saja menciptakan sebuah skandal bersama Nina. Ia, yang bahkan hanya berstatus sebagai kacung di perusahaan Sandro, yang biasa berkencan dengan komputer tabung setiap hari, dan sekarang Nina punya tanggungan berat untuk mengencani satu lelaki tampan. Ya, CEO Anderson Group memang tampan.

***

Belum juga sembuh dari denyut di kepala, ponsel yang tersambung kabel charger di atas meja bergetar panjang. Bukan karna ada panggilan masuk, melainkan beberapa pesan online diterima Nina dalam sekali waktu. Sudah bisa ditebak siapa dalang dari getaran panjang tersebut. Nina merasa ia dan teman-temannya seperti satu jiwa dan satu raga, saling terhubung saat salah satunya sedang tertimpa kabar duka.

• Scandal • [Sudah CETAK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang