19. Timbul Cemburu

8.2K 679 32
                                    

"Kok kamu nggak bilang sama aku kalau kita pergi sekarang?"

Sandro masih sibuk dengan tablet di genggaman ketika mendengar pertanyaan Nina. Dia duduk di atas ranjang, menyandar pada punggung tempat tidur dengan kedua kaki lurus di atasnya. Nina benci jika mengajak orang lain bicara tetapi perhatian orang itu ada ke hal lain. Sandro mulai belajar bagaimana cara membuat Nina cemburu. Sialan!

"Penting?" Sekilas lirik diberikan Sandro. Dia kembali sibuk dengan si tablet.

"Penting! Kamu kira aku setuju kamu bawa pergi gitu aja?!"

Dada Nina naik turun. Rasanya kepala Sandro yang menyimpan wajah tampan dan penuh dengan ide brilian itu ingin ia pelintir sampai putus dari lehernya.

"Aku nggak mau ke mana-mana. Lagian rencananya aku mau pulang ke Solo!"

Sandro baru menaruh perhatian ke Nina begitu mendengar kata Solo.

Ngeselin, Nina kesal. Memang selain tampan, Sandro tidak lepas dari label brengsek yang membuat Nina gemas setengah mati. Rrgh, pokoknya brengsek.

"Mau apa?" tanya Sandro dengan tatapan polos.

"Pulang lah."

"Aku tahu, maksudku mau apa pulang?" Kini Sandro menatap Nina mengernyit.

"Kangen sama Mami," jujur Nina dengan kepala menunduk. Kali ini ia tak main-main.

"Oh." Setelah itu Sandro kembali menekuni tablet sialannya yang diyakini Nina tidak se-sexy tubuh bak gitar Spanyol milik wanita itu.

Nina melangkah lebar, lalu secepat kilat ia merebut tablet Sandro dari tangannya.

Apa?!

Dagu Nina terangkat. Melalui sorot mata, menantang Sandro yang langsung merasa kehilangan tablet kesayangan menimbulkan rasa puas tersendiri. Nina menyembunyikan tablet tersebut ke balik tubuhnya. Ia menang ketika Sandro menghela napas berat lalu menegakkan badan, menaruh perhatiannya ke Nina secara penuh.

"Duduk sini," perintah Sandro sambil menepuk sisi ranjang sebelah.

Nina memicing, ia tidak mau mendapat jebakan batman lagi, atau mungkin dibuat patuh untuk kembali mengulang adegan nista itu. Bagi Nina, Sandro sudah cukup menyiksanya sampai lima kali bahkan ketika Nina sadar kalau cara berjalannya harus berbeda setelah itu, Nina semakin enggan untuk mengulangnya.

Tapi ... bukan kah itu masih ganjil? Orang bilang sesuatu yang ganjil tidak baik, 'kan? Dalam hati Nina menggeleng, dasar laknat!

Tidak ada pilihan lain, Nina menghempaskan bokong ke samping Sandro. Sebelah tangannya masih setia menyembunyikan tablet kalau-kalau Sandro berniat merebutnya.

"Apa?" tanya Nina ketus.

"Paris atau Maldives?" tanya Sandro membuat kerongkongan Nina kering kerontang.

Jebakan Hulk ini namanya, bukan lagi Batman. Mata Nina juling dalam waktu singkat. Siapa yang tidak pusing kalau disuguhi dua pilihan berat seperti itu? Kalau begitu caranya, Nina tidak tahu harus menolak atau menerima tentang ajakan Sandro untuk memberantaki ranjang. Bukan kah Nina memang mudah disuap?

• Scandal • [Sudah CETAK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang