1. Bertemu

20.6K 963 46
                                    

Beberapa kali decakan kesal keluar dari mulut Nina. Tumitnya nyeri harus berlari kecil di atas heels sebelas sentimeter, dari halte depan menuju lobi gedung Anderson Group. Kalau bukan karna laporan dua bendel yang diinfokan Mrs. Lala selaku general manager Nina, ia pasti masih berjalan anggun di trotoar samping tanpa deadline bodoh pagi buta. Nina pikir posisinya sudah satu level lebih tinggi setelah dua tahun bekerja di perusahaan properti tersebut, tapi semua sama saja, ia tetap lah kacung Anderson Group.

Lirikan sadis dilayangkan Nina pada salah satu karyawan kutu buku yang menghalangi jalannya menuju lift. Kalau sedang dalam kondisi genting, kadang orang-orang di sekitar seperti terus menguji kesabarannya.

"Permisi, spada! Bisa minggir sedikit? Gaji belum turun, nih. Jangan sampe tensi gue naik habis dipecat gara-gara telat masuk kantor," semprot Nina membuat karyawan kutu buku itu mengambil dua langkah ke samping kiri.

Julukan sebagai Biang Gossip Anderson Group sudah melekat di tubuh Nina sampai dengan bulir-bulir keringat wanita itu. Hanya dengan berucap sedikit saja, beberapa orang pasti memilih untuk minggir, menjauh, tidak berurusan dengannya daripada harus digossipi sampai mulut berbuih.

Rambut sebahu disibak kasar. Nina menekan panel angka dua belas di mana lantai tempat kerjanya berada. Ia sendirian, tanpa si kutu buku yang memilih untuk mengalah menaiki lift setelah Nina. Dan begitu lift sampai, Nina tak punya banyak waktu untuk sekadar mengemis sarapan pagi pada Agus si penjaga pantry. Ia menyalakan komputer tabung yang kadang harus dipukul dua kali supaya mau diajak kerja sama.

Ini memang neraka bagi Nina.

"C'mon .... Harusnya AG udah fasilitasi komputer tabung gue pake layar datar." Komputer tabung itu dipukul hingga empat kali sebelum mau menyala. Hampir saja Nina frustasi karna waktunya semakin menipis untuk mengerjakan sisa laporan.

"Morning, Nina sayang!" Suara melengking menyapa Nina yang sudah dalam fokus mengetik laporan. Ia hanya melirik ke wanita berambut panjang yang membawa sepotong donat hasil rampokan.

Tidak ada jawaban. Wanita berambut panjang itu melambai ke depan wajah Nina yang berusaha mengabaikan. "Pagi, Buk? Grasak-grusuk amat?" sapanya lagi.

"Nggak liat gue lagi sibuk?" ketus Nina tanpa sedikit pun melirik orang di depannya.

"Ih, ditanyain baik-baik juga, malah tengil."

Nina mencebik malas. "Gue lagi nggak bisa di ganggu."

"Kenapa? Belum juga jam kerja, udah ngadep komputer aja."

Embusan napas keras terdengar dari dua lobang hidung Nina. Kini pandangannya tak lagi ke jajaran huruf di layar komputer. "Mona, lo bisa diem, 'kan? Gue ada deadline laporan dua bendel dari Mrs. Lala. Sedangkan laporan itu belum selesai gue buat gara-gara lo cerewet dari tadi!"

Seandainya Nina memang boleh memilih, ia tidak akan salah lagi untuk memilih teman yang setidaknya tahu kondisi, bukan seperti Mona yang bahkan mulutnya kadang berbicara bodoh tanpa batas. Nina lelah dengan Mona, sometimes .... Berharap teman baiknya itu tahu seberapa keras perjuangan Nina supaya bertahan pada posisi kacung di Anderson Group.

"Laporan di pertengahan bulan? Wow, selamat ya atas anugerah yang lo dapet!"

Nina memicing. Thank, Mon. Lo adalah sahabat paling receh yang gue punya.

"Anugerah mbahmu!"

Mona terkikik geli. "Santai kali, Nin! Mrs. Lala paling dateng jam sembilan, mending lo ke pantry ngemis sarapan sama Aa' Agus."

"Gue ke sana habis laporan ini selesai."

"Owkey. Tapi kayaknya lo kalah cepet sama anak-anak lain. Donat di pantry pasti udah habis."

• Scandal • [Sudah CETAK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang