14. Mabuk

8.4K 643 47
                                    

Jam sudah menunjukkan pukul 21.00 malam tapi Sandro belum juga pulang ke rumah. Lelaki itu sama sekali tak paham seperti apa kekhawatiran Nina yang tidak tertuju pada Sandro, melainkan pada janjinya ke pasukan Kutukupret yang terus-terusan menagih ke Moana.

Club malam yang sering dijadikan spot ajang traktir-mentraktir Nina dan para sahabat jika ada yang berubah status dari single ke taken. Yang jelas, yang paling beruntung adalah Nina. Dulu ia jarang diminta traktir karna selama empat belas tahun statusnya tetap single hingga mendekati tidak laku, tetapi beda dengan sekarang yang sudah jadi isteri orang.

Depan heels Nina mengetuk-ngetuk lantai kamar Sandro, tak sabaran. Sudah sejak jam tujuh malam ia menemani Noah di kamarnya hingga tidur nyenyak. Jadi, Nina berharap sekarang adalah waktu untuk ia mengurus diri sendiri. Harusnya Sandro sudah pulang, harusnya. Karna Nina sendiri sudah dandan cantik hingga mengenakan heels dan dress ala clubbing yang masih tergolong sopan. Hanya dress polos warna hitam selutut dengan punggung terbuka. Rambut sebahu Nina juga ditata messy supaya kelihatan clubbing. Dan secara tak tahu diri, Sandro justru mengikuti jejak Bang Toyib yang tak pulang-pulang.

Nina membuka notifikasi group Pasukan Kutukupret yang sudah menanyakan di mana ia sekarang.

Masa iya sih batal?

Sementara otak Nina sedang buntu. Ia ingin sesuatu menghiburnya. Tapi seandainya ia langsung pergi, Nina harus naik apa? Tempat itu juga bukan rumahnya yang bisa seenaknya dimasuki apalagi ditinggalkan. Nina berdecak, sekarang ia benar-benar menyesal sudah menikah dengan Sandro! Sangat menyesal.

***

Pekerjaan begitu menyita waktu Sandro yang harus bisa memilah waktu dengan baik. Acara pernikahan mendadak pagi tadi sudah berhasil membatalkan lima jadwal video converence bersama beberapa CEO lain. Lalu, dampaknya adalah Sandro yang rela lembur sementara malam tersebut merupakan malam pertamanya bersama Nina.

Suara tulang yang menjerit ngilu terdengar begitu Sandro meregangkan badan. Dia menenggak habis kopi hitam yang sudah dingin sebelum menata semua berkas. Sudah hampir jam sepuluh malam, waktunya pulang sebelum sesuatu terjadi di rumahnya. Bukan kah Nina sudah tinggal di rumah tersebut? Sandro hanya tak mau jika sejak kepulangan isterinya tadi, Nina justru membuat kesempatan tersebut jadi ajang melarikam diri.

Ponsel dinyalakan setelah Sandro beranjak dari kursi kerja. Sebelah alisnya naik ketika tak satu pun ada notifikasi dari nomor Nina yang menghubungi atau menanyakan keberadaannya.

How uncaring she is, desah Sandro dalam hati, terlalu gemas.

Masih menyempatkan diri untuk merenggangkan tulang-tulang leher, Sandro melangkah keluar ruangan. Tangan kanannya membawa tas kerja dan jas, tangan kirinya melonggarkan simpul dasi yang terasa mencekik.

Sandro hanya berharap, kepulangannya nanti akan disambut dengan Nina yang tidur di ranjangnya. Bukan sebuah kabar jika Nina melarikan diri atau Noah yang berteriak melihat penolakan Nina. Seandainya itu terjadi, Sandro sudah bersiap menenggak sepuluh pil tidur sekali pun karna tubuh dan pikirannya sudah pasti menyerah.

Parkiran direksi begitu lengang. Sandro mengangguk kecil pada seorang satpam yang kebetulan berkeliling di Anderson Group. Begitu masuk ke mobil, tak ada jeda sedikit pun untuk Sandro dari menyalakan mesin mobil. Dia melajukan mobil tersebut dengan kecepatan tinggi. Lelah menggelayut, dan Sandro pikir dirinya tak masalah jika memang harus merelakan malam pertama untuk mandi dan pergi tidur.

Butuh waktu lima belas menit untuk Sandro sampai di rumahnya. Dalam hati dia menebak tentang di mana isteri barunya berada, sudah tidur kah ia?

Lalu seorang satpam jaga bergegas membukakan gerbang untuk mobil Sandro. Tanpa banyak omong seperti biasa Sandro keluar dan menyadari kalau rumahnya sudah kelihatan remang-remang.

• Scandal • [Sudah CETAK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang