3. Fiancé

11.1K 790 29
                                    

Tuhan harusnya mengambil nyawa-nyawa orang mesum seperti Sandro. The most handsome men in this world nyatanya tidak ikut memperhitungkan otak. Sandro bukan termasuk ke jajaran itu, dia lebih tepat masuk ke jajaran The Most evil face for Playboy Magazine! Geez. Wajah tampan tapi tak punya aturan saat menggoda wanita. Nina benci tabiat orang seperti Sandro barusan.

Mobil berhenti di rumah mewah dua lantai, dengan gerbang menjulang tinggi di depannya. Nina meneguk saliva, melihat susasana rumah itu sangat ramai, banyak mobil terparkir di pelataran depan. Sekilas menyimpulkan, baik si pemilik rumah mau pun tamunya, mereka semua orang kaya. Pikiran tentang kawin lari lagi-lagi mampir ke otak Nina

"Pak, saya nggak usah turun, ya?"

Sambil melepas seatbelt, Sandro melirik Nina tajam tanpa menjawab. Dia sudah muak dengan panggilan 'Pak' yang menambah kesan tua di dirinya. Dan kalau memang Nina tak kapok menggunakan sapaan itu, Sandro memang harus menghukumnya.

"Pak!"

"Turun."

Nina menggeleng, ia mencengkeram seatbelt erat-erat. Berada di rumah mewah tersebut bukanlah urusannya. Sial, tatapan tajam Sandro memang harus dikondisikan kalau tidak mau Nina colok sampai keluar bola matanya.

"Turun." Intonasi Sandro sudah mulai mendesis tegas saat dia pergi membukakan pintu mobil untuk Nina turun. Kalau Nina pintar, wanita itu sudah harus mengikuti perintah Sandro kalau tidak mau hukumannya bertambah dua kali lipat lebih nikmat.

Tidak ada yang bisa Nina lakukan selain keluar dari mobil, mengikuti jejak Sandro yang bahkan menunggunya di samping mobil untuk memasuki halaman rumah tersebut. Nina sedikit was-was menatap sekeliling rumah, takut seandainya tenda dekor sebagai tanda acara kawinan memang ada di samping rumah itu. Marrying him as a CEO just like heaven, but it still look like ... not reality.

Sandro sedikit menggeser tubuh Nina ke samping, dia membuka pintu mobil penumpang lalu merogoh sesuatu dari dalam dashboard. Kini di tangannya, tersimpan sekotak kecil warna merah hati dengan judul Tifanny n Co.

Mulut Nina terkatup rapat dengan mata memicing, meneliti kotak merah hati tersebut. Ini bukan acara kawin lari, atau uang kaget yang memang bisa membuat Nina kaget sekaget-kagetnya. Tapi ini .... Hampir saja Nina menyodorkan tangan unuk dipasangkan cincin oleh Sandro sebelum lelaki itu berlalu dari depannya. Oh, mungkin Nina terlalu percaya diri.

Sandro melirik sekilas dan kembali melayangkan perintah menggelitik di telinga Nina. "Masuk."

"Pak, bisa nggak perintahin ke saya selain kata masuk? Risih di kuping."

Hanya gumaman yang jadi jawaban Sandro, tidak membuat segalanya lebih baik. Sebelah tangan Sandro kini merangkul pinggang Nina, menciptakan rona pipi malu-malu yang membuat Nina merasa seperti wanita seutuhnya. Dan melihat hal tersebut entah kenapa menciptakan rasa geli tersendiri untuk Sandro. Sepertinya hanya Nina yang merasa sangat senang dirangkul olehnya, sepertinya hanya wanita itu yang terlihat seperti tak pernah diperlakukan manis oleh seorang lelaki sebelum Sandro.

Ah ... hampir saja Sandro lupa, kenyataan soal Nina yang melajang empat belas tahun sebenarnya sudah jadi jawaban utama dari pikiran Sandro tadi. Satu senyum miring mengukir di bibir Sandro, tipis.

"Pak, malu," cicit Nina sambil mencoba melepaskan rangkulan. Tapi semua tahu itu tidak berhasil.

Sandro semakin mengeratkan rangkulannya. Menarik Nina mendekat pada tubuhnya hingga bagian sisi samping tubuh mereka menempel. Nina harap posisi itu tidak menimbulkan kejanggalan dalam tubuhnya, karena ia sendiri merasakan itu! Suhu tubuh Sandro panas seperti demam, membuat Nina membayangkan sosok werewolf yang diperankan oleh Jacob Blake. Mereka memang mirip.

• Scandal • [Sudah CETAK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang