6. Kesepakatan Lain

2.3K 271 0
                                    

"Nina!!!"

Panggilan maut barusan membuat Nina merasa lift menjauh seperti gerbong kereta, meninggalkannya tanpa belas kasih. Ia tidak bisa menggapai pintu besi lift saat tubuhnya lebih dulu diseret oleh dua orang yang ia kenal.

"Apaan, sih. Lepas. Bocah banget kalian!" sungut Nina sambil berusaha melepaskan cekalan di tangannya.

"Lo jalan sama CEO kita??" Laras mengertakkan gigi, menahan suara.

"Habis dari hotel mana?" tanya Mona terlampau polos.

"Malem ini lo harus traktir kita di Moana, Nin! Lo tahu? Gue, Mona, dan Erik nggak akan percaya tentang semua alibi lo yang ketahuan jalan sama CEO sendiri!"

Nina menutup kedua telinga. Ia sudah bisa menebak akan ada sesi introgasi dan tagih janji yang dilakukan ketiga sahabatnya. Nina tidak mau dipojokkan seperti itu, tapi dengan kedua tangan berada di telinga masing-masing, menutup segala pertanyaan dari mulut Laras dan Mona, Nina justru membuat kedua sahabatnya memekik tiba-tiba. Nina tersentak, Mona lebih dulu mengambil tangan kanannya untuk diperiksa.

Dear, God ... cincinnya!

"Lo merit sama CEO kita?!" Ekspresi Laras melongo, gilirannya memeriksa tangan Nina baik-baik.

"Nina Swastika! Jelasin!!"

Semua orang yang kebetulan ada di lobi, melempar tatapan sinis pada Nina. Dengan tatapan itu mereka menyindir tentang jam kerja yang sudah berjalan sementara Nina masih di lobi dan mencari keributan bersama dua wanita lain. Sial, kondisi ini benar-benar membuatnya sulit bernapas meski hanya satu kali tarikan oksigen. Apalagi dengan rumor yang beredar, bahwa Nina Swastika si biang gossip tertangkap basah jalan dengan CEO.

"Gue nggak merit. Ssstt ... jangan keras-keras." Telunjuk Nina menempel di permukaan bibir. "Seriously, darla. Apa yang kalian lihat di laman gossip Anderson itu fake. Apa yang udah lo pada denger dari mulut staff lain?"

"Banyak rumor tentang lo. Mulai dari skandal perebut laki orang, simpenan CEO, sampe jadi dalang Miss. Lala dimutasi. Kedudukan lo sebagai biang gossip Anderson bisa runtuh, Nin. Lo apa-apaan sih pake jalan sama CEO kita??"

Nina menggeleng tegas. Ada banyak ketakutan tentang dirinya yang akan turun kasta. Semua ini gara-gara Sandro. Nina jadi semakin kesal pada lelaki yang berhasil memberinya cincin di jari manis.

"Gue nggak punya pilihan, Ras ... Mon."

"Pilihan apa?" Laras memicing. "Lo ... jatuh cinta sama CEO kita?"

"Gila lo!"

Kepala Nina terdorong ke belakang secara singkat, Laras memperlakukan wanita berambut sebahu itu dengan kejam.

"Jangan keras-keras!" Wanita berbehel itu menunjuk-nunjuk cincin bermata satu di tangan Nina yang menjadi permasalahan besar. "Cincin ini punya power buat posisi lo! Lo tunangan? Diajak kawin? Bilang sama kita!"

"T-tunangan."

Mulut Mona terbuka lebar, bersiap meneriakkan gambaran shock yang bisa ia lakukan, tapi Laras buru-buru membekapnya.

"Good job, darla. Jadi, lo ikut beli cincin itu sama Sandro? Di mana? Berapa harganya?" Kedua alis Laras naik-turun jenaka.

Dengan kepala menggeleng Nina menatap Mona yang sudah terbebas dari bekapan Laras. Ia tidak tahu harus bicara apa dengan kedua sahabatnya, bahwa Sandro yang memberi dua pilihan dengan salah satunya harus mengorbankan Erik, Mona dan Laras. Nina tidak sanggup. Kini Nina mengamati cincin bermata satu tersebut hati-hati. Kalau dari bentuknya, terlalu sederhana dan tidak mungkin harganya sampai ratusan juta, tapi siapa sangka kalau memang betul cincin tersebut bisa tembus satu milyar. Bukan kah Sandro orang kaya?

• Scandal • [Sudah CETAK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang