Begitu pintu ditutup rapat oleh Mrs. Lala, Sandro mengedikkan dagu ke sofa marun beludru di ruangannya.
Is that a code? Nina masih dalam kegamangan hati untuk pergi menuruti perintah Sandro. Jika promosi naik jabatan dari seorang legal menjadi sekretaris CEO sudah diterima Nina, lalu untuk apa ia harus duduk di sofa marun itu? Harusnya Sandro mengusir Nina untuk menemui Mrs. Merry, menanyakan surat kontrak dengan jabatan baru daripada harus bicara empat mata. Bisa-bisa terjadi sebuah fitnah, dan Nina tidak akan siap jika status biang gossip akhirnya harus digossipi secara massal oleh seluruh staff Anderson Group.
Tidak ada pilihan, pikir Nina lesu melihat Sandro justru berdiri dengan kedua tangan dilipat di depan dada. Lelaki itu menunggunya untuk duduk.
Ekspresi terhenyak keluar begitu saja saat Nina akhirnya pergi ke sofa marun di ruangan Sandro. Bokongnya yang perlahan turun merasakan kenyaman luar biasa di sofa tersebut. Mulutnya sedikit membulat, seandainya ia punya banyak uang, Nina berniat membeli sofa yang sama untuk ia taruh di rumah kontrakannya. Ya, jika hanya ia punya banyak uang, karna di kondisi sekarang saja status kemiskinannya masih belum hilang. Rumah kontrakan yang ia huni selama merantau juga masih nunggak empat bulan. Semua karna gaji Nina habis sebelum waktunya demi membeli keperluan-keperluan khilaf.
"Nina Swastika Ranggeswari."
Nina mendongak, tatapan polosnya bertemu dengan ketajaman sorot Sandro. Beberapa detik ia kebingungan tentang dari mana Sandro tahu nama lengkapnya.
"Ya?"
"... How sexy you are."
***
"... How sexy you are."
Nina tidak salah dengar. Mulutnya terbuka sedikit, merasakan keseluruhan badan menegang hebat hanya mendengar kalimat pendek barusan. Ia sudah mengedip beberapa kali demi menghalau terkena sawan mendadak. Bukannya Nina tidak menyukai Sandro yang kelewat hot, dan masuk ke dalam jajaran the most handsome man in this world. Tapi auranya, sudah pasti Nina takut. Kondisi itu yang membuatnya otomatis merapatkan kedua paha. Sudah banyak cerita-cerita erotis yang dibukukan antara seorang CEO mengharapkan kehangatan kelamin dari bawahannya. Nina tidak mau itu terjadi! Tidak!
"Mak-maksud Bapak apa?" tanya Nina terbata. Ia mulai tidak nyaman dengan posisi duduk di sofa marun. Tatapan Sandro seperti menelanjangi. Menatap dari ujung kepala Nina, turun dengan hati-hati, lalu kembali ke kepala.
Kilat geli muncul di mata Sandro saat dia melihat Nina semakin merapatkan paha. Langkahnya bergerak mendekat. Sandro tahu dia sudah seperti ancaman bagi wanita mungil berambut sebahu di depannya, tapi siapa yang peduli?
Sesaat Sandro diam pada tempatnya yang berdiri di samping sofa single. Kedua tangannya disimpan di saku kanan-kiri celana. "Kamu punya tiga teman dekat di perusahaanku. Mereka masing-masing bekerja di divisi legal, kompeten, cukup bisa dipertimbangkan."
Sekarang Sandro beralih duduk ke sofa di depan Nina. Gerakannya begitu santai sampai Nina sendiri merasa ia sedang bicara dengan orang lain.
"Aku ingin menawarimu dua pilihan."
Nina meneguk saliva dengan perasaan tak enak. Jantungnya sudah dua kali lipat terpompa lebih cepat.
"Bekerja sebagai sekretarisku dengan mengorbankan tiga temanmu, atau bekerja sebagai sekretarisku sekaligus ikut andil mengurusku, maka kamu aman." Tatapan tajam Sandro berubah tenang. "Waktumu memilih."
"Mengurus ... anda?" tanya Nina dengan kening mengernyit dalam. What does the meaning of that? Otaknya yang hanya berisi beberapa bahan mentah gossip seakan tak bisa mengolah apa yang diucapkan Sandro.
KAMU SEDANG MEMBACA
• Scandal • [Sudah CETAK]
Romance(17/21+) dipublish 31 Juli, 2018 - tamat 8 Januari, 2019 POV 3 [ Sandro & Nina ] Mereka sama-sama buta soal hati. Mereka hanya menerima segala manfaat dari sebuah hubungan yang dibentuk. Taipan bernama Sandro menikahi wanita miskin penuh gaya berna...