15. Perdebatan Pagi

8.3K 666 22
                                    

"Nina masih tidur?" bisik Renita lirih.

Di dapur rumahnya, Sandro berusaha bersikap tenang saat menghabiskan sarapan bersama Noah dan kedua orang tuanya. Pagi itu tak seperti biasanya. Renita datang berdua bersama Frans setelah bujuk rayu untuk menengok Noah, yang sebenarnya memiliki kedok sebagai pertemuan kedua Frans dengan Nina. Tetapi ... Renita harus menelan kekecewaan sebab Nina justru belum bangun.

What a cruel condition. Sandro melirik Renita yang sedikit cemas. Wanita itu takut jika Frans baru akan melihat Nina setelah jam tak lagi bisa dianggap pagi oleh lelaki bule itu. Karna menurut Frans, jam pagi hanya ada pada jam tiga dini hari sampai dengan tujuh.

Sandro terus menghabiskan makanannya tanpa membalas Renita yang semakin cemas. Sesekali dia juga memantau Noah. Anaknya pagi ini lahap menghabiskan sarapan nasi goreng butan Bi Iyul meski tangannya juga tak bisa diam memainkan miniatur dinosaurus.

"Proyekmu ada masalah?" Frans menyesap teh buatan Renita. Lelaki yang dikenal begitu mempermasalahkan tinggi rendahnya kasta itu tengah membaca halaman politik di koran.

Tatapan Sandro berpindah dari nasi goreng ke Frans untuk beberapa detik. "Semua baik."

"Aku ingin mengusulkan ke pihak HRD tentang PHK di beberapa staff."

Kunyahan Sandro memelan. "Why?"

"Dengar-denan wanita yang kamu bawa ke pesta ulang tahunku bekerja di lantai dua belas, bukan?" Frans melipat koran dan menaruhnya di atas meja. Ia melirik Sandro sebelum kembali menyesap teh.

Renita sendiri sudah kalang kabut. Ia tahu jelas yang menjadi topik pembahasan adalah Nina. Belum tahu jika Sandro resmi mempersunting wanita itu saja, Frans sudah sangat sadis, apalagi jika lelaki bule itu bertemu dengan Nina di jam sekarang?

Diam-diam Renita melirik jam berukuran sedang yang disandarkan di atas lemari es. Sudah hampir pukul delapan pagi, tamat sudah riwayt Nina.

"Aku tidak masalah Daddy memecat Nina."

"Kenapa? Dia akan hidup dari uangmu?" Tatapan Frans biasa, tapi mulutnya yang pedas bagai balsem.

"Dia akan hidup dari uangku," ulang Sandro mengikuti kesantaian Frans supaya tidak diremehkan. "Aku sudah janji dengan Nina untuk menerima apa yang kumiliki, dan itu termasuk uang."

"Untuk apa janjimu?! Sarah adalah wanita yang harus kamu prioritaskan, Seva! Dia berhak atas segalanya tentangmu!"

"Frans, enough. Noah di sini dan aku nggak mau kalian ribut kayak gini." Renita menengahi dengan caranya. Tetapi memang yang namanya Frans, tidak pernah mau begitu saja menurut apa kata Renita. Kadang wanita itu jadi sedih, sebesar apa pun bakti Renita kepada Frans, semua terlihat masih kurang di mata lelaki bule itu.

"Bawa Noah keluar, aku masih ada urusan dengan anak kita."

"Dia masih makan, Frans!" tegas Renita tak mau selalu kalah.

Melihat isterinya ngotot, Frans tak punya kekuatan lain untuk mendebat. Ia melirik Noah dan tersenyum ketika melihat cucunya begitu lahap menghabiskan nasi goreng.

"Habiskan, habiskan semuanya." Frans membelai sayang puncak kepala Noah.

Sandro yang melihat itu hanya melempar tatapan terima kasih kepada ibunya. Tanpa Renita, mungkin Nina masih akan diseret ke pembahasan sampai Frans tak tahu lagi harus bagaimana meracuni Sandro tentang jangan berhubungan dengan Nina. Sandro masih hapal betul seperti apa nasihat itu, yang mengatakan bahwa Nina adalah racun di kehidupannya.

***

Tidak ada mimpi indah yang bergelayut manja dalam tidur Nina. Ia bangun secara tiba-tiba saat satu ingatan menghantam otak di sela-sela tidur.

• Scandal • [Sudah CETAK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang