Hari yang cerah takkan pernah menyembunyikan rasa kesepian yang selama ini melanda. Bukan hal yang mudah jika seseorang dapat menepis rasa kesepiannya dari kehidupan yang sudah bertahun-tahun dijalani. Hanya bayangan jejak dan pantulan cermin yang menemani. Tidak lupa juga dengan iringan musik untuk meramaikan suasana ini.
Perempuan itu bernama Lalisa Val Chandra, sering dipanggil Val. Saat ini dia akan berumur 17 tahun dalam waktu 3 bulan. Tidak pernah terbayangkan olehnya dapat berumur 17 tahun dengan kehidupannya yang sangat membosankan.Dia bukanlah anak kandung dari kedua orangtuanya yang mengasuhnya saat ini. Punya orang tua tiri dan kakak tiri membuatnya canggung dalam segala hal, sehingga dia melakukan apa saja yang menurutnya baik. Melakukan semua yang diperintahkan bibi supaya tetap dapat diterima di keluarga yang selama ini menampungnya.
Di sekolah pun tidak ada perbedaan berarti. Beruntung Val mendapat beasiswa, sehingga dia selalu berusaha dengan giat untuk mempertahankan apa yang dia miliki. Orang tua kandung yang merupakan sahabat dari orang tua tiri Val, meninggalkan Val dalam kondisi ketika Val masih berkulit merah. Tidak pernah terbayangkan ketika Val harus mendapat cemoohan dari teman-temannya yang mengatakan bahwa Val adalah anak yang kurang diuntung. Belum lagi disebut dengan anak buangan.
Tidak ada yang spesial dalam hidup Val, tapi bukan berarti dia tidak mempunyai sahabat.
"Val, udah masuk ke grup chat kelas belum?"
"Belum. Tolong invite saya ya."
"Sipp. Oh ya, tadi aku dengar akan ada anak baru yang akan masuk ke kelas kita."
"Oh.." kataku singkat.
"Oh doang?"
"Jadi saya harus bilang apa? Eh, Ria, anak barunya cowok atau cewek? Dia ganteng atau enggak? Gitu?" kata Val seraya berusaha menyamakan logat bicaraku dengan Ria.
"Hehe, habisnya kamu selalu terpaku dengan isi buku-buku di hadapan kamu ini!"
"Saya harus mempertahankan beasiswa saya, Ria. Saya akan dimarahi bibi jika saya tidak dapat mempertahankannya," tukas Val sambil menutup buku.
"Iya deh. Maaf."
Suasana istirahat membuat kelas dalam keadaan tak beraturan. Murid-murid berhamburan keluar ruangan seakan lepas dari kandang yang menjerat. Senyuman menghiasai wajah para siswa yang selalu berusaha fokus dengan pembelajaran. Wajah anak polos yang tidak akan pernah terlupakan.
Seperti biasa, setelah pulang sekolah, Val akan langsung kembali menuju rumah, masuk kamar, kemudian belajar.
"Val, bibi masuk!"
"Iya, Bi. Masuk aja."
"Kamu harus bener sekolah ya! Kamu harus bisa menyaingi kedua orangtuamu sambil mengatakan bahwa aku bisa sukses tanpa kalian! Ingat itu!" kata Bibi sambil meletakkan coockies dan jus jeruk di meja belajar Val.
"Iya, Bi. Val ga bakalan lupa."
"Ya udah, jangan buka yang aneh-aneh di laptopnya."
"Iya, Bi."
Brak
Pintu tertutup kasar. Keheningan pun kembali merajai suasana ini. Val tidak tahu apa yang ada di pikiran bibi yang selama ini mengasuhnya. Dahulu orang tua kandung dan orang tua tirinya adalah sahabat, tetapi mengapa seperti saling membenci?Val tidak pernah ingin menanyakannya walaupun penasaran. Tidak lebih dari sekedar membenci, oleh karena itu, dia ingin menjadi manusia yang lebih baik setelah ditinggalkan oleh kedua orang tua kandungnya.
“Selamat pagi anak-anak. Hari ini kita kedatangan teman baru. Silahkan masuk!”
Terdengar suara langkah tegas dari luar sana. Sudah dipastikan bahwa murid baru ini bukanlah seorang perempuan. Sepatu putihnya masuk mendahului seluruh anggota badannya.
“Wah, dia tampan sekali!”
Terdengar suara bisik para perempuan di kelas Val. Sepertinya memang begitu.
“Halo, selamat pagi. Saya Kevin Aptasa Kurniawan. Panggil saja Kev,” jelasnya singkat.
“Baik. Kamu duduk di bangku kosong sebelah sana.”
Pria tinggu itu segera mengarah ke bangku sebelah Val.
“Kamu tidak boleh duduk di sini. Di sini ada orangnya,” tukas Val yang tidak ingin mengisi bangku temannya itu dengan orang lain.
Kev pun pindah ke sebelahnya, yang kebetulan memang kosong.
“Kev, kamu duduk saja ke sebelah Val saja,” suruh wali kelas kami, Pak Andro.
“Tapi, Pak, di sini memang ada orangnya. Tapi hari ini dia tidak masuk sekolah karena sakit,” ujar Val sambil mengacungkan jarinya ke atas.
“Iya, bapak tahu. Oleh sebab itu, biarkan Kev duduk di sebelahmu hari ini. Bantu dia hari ini karena dia tidak punya buku yang akan kita gunakan hari ini,”
“Baik, Pak.”
Tampak raut menyerah dari muka Val. Bagaimana tidak? Apakah dia harus melawan guru karena dia tidak suka ada yang mengisi bangku temannya yang tidak datang datang dengan orang asing yang baru datang?
“Cepat kamu membeli buku cetak kamu dan segera pindah ke bangku kosong di sebelah sana,” bisik Val kepada Kev.
“Aku ingin bersamamu,” katanya pelan.
"Jangan usil kamu!"
Sepertinya laki-laki di sebelah Val memang ingin berada di samping Val. Dari awal ketika Kev masuk ke kelas barunya, Kev langsung menatap Val yang asyik dengan bukunya dari depan kelas.
Kelas pun berlangsung aman dan tentram seperti biasanya. Makhlum, karena kelas Val dan teman-temannya itu berada di kelas special, di mana para murid dengan nilai tinggi bergabung dalam satu kelas. Tidak heran bahwa isi dari kelas ini tampak membosankan karena hampir semua murid di kelas ini terpaku kepada buku, termasuk dengan Val dengan ambisinya ingin mempertahan beasiswa yang telah dia raih dengan susah payah.
“Val, aku pulang duluan ya, Mamiku jemput aku hari ini. Nyebelin banget,” tukas Ria sambil menepuk bahu Val.
“Oke. Kamu jangan marah sama mami kamu, kamu kan ga sering-sering banget dijemput sama mami kamu,”
“Iya, iya. Aku duluan ya.”
Val tampak tertunduk karena sebenarnya dia tidak ingin merasa kesepian. Namun dengan sifatnya yang hanya bisa terfokus nyaman dengan satu orang, yaitu Ria, maka dia akan kesulitan untuk membuka dirinya dengan orang lain. Jika hanya untuk sekedar basa-basi, Val masih bisa mengatasinya dengan orang selain Ria..
“Hei, Val!” tepuk seseorang dari belakang Val.
“Apaan sih, Jauh sana!”
“Galak banget! Kamu teman pertamaku, setidaknya kamu melihatku!”
“Untuk apa saya melihat kamu?” kata Val sambil membuka roti langka yang sudah Val dapatkan ketika istirahat makan siang tadi.
“Hei, hei..” Kev menjahili Val dengan mengambil roti yang hendak dimakan oleh Val.
“Ih, apaan sih! Balikin ga?!” ancam Val.
Kev memakan roti itu tanpa sadar bagaimana rasa suka Val terhadap roti. Muka merah menyala dan mata tajam menghiasai wajah Val yang biasanya terlihat kalem, cantik, dan imut itu. Tidak seperti biasanya.
“Kenapa kamu memakan roti saya! Kamu tidak tahu sedang berhadapan dengan siapa!”
Kev tampak kebingungan, karena Val tampak berbeda. Sepertinya Kev telah melakukan kesalahan besar yang membuat teman pertamanya sangat marah kepadanya.
“Ak, ak, akuuu, aku tidak memakan rotimu, lihat, aku hanya memakannya sedikit saja, hmm, rasanya selainya sangat enak..” Kev berusaha untuk menenangkan Val yang sudah sangat kelihatan sangat marah.
“Sedikit katamu? Sudah susah payah saya mendapatkan roti ini, dan kamu dengan tenangnya memakan roti ini!!!!”
“Tapi aku..”
Val langsung pergi begitu saja tanpa menoleh ke arah Kev sedikit pun. Kesan pertama dengan anak baru membuat mood pulang sekolahnya siang ini rusak tak terkendali.
🏁🏁🏁🏁🏁
KAMU SEDANG MEMBACA
Bread in School
Teen FictionGimana bisa jadian? Kev, jahil. Tapi perhatian banget ke Val dan malah jadi suka sama Val. Val, fokus untuk menyukai roti, bercita-cita menjadi bread traveller, kemudian sangat menyukai belajar, belajar, dan belajar, dan merindukan Kev? Hah? 😪😪...