Jika memang kamu merasa nyaman dengan seseorang, setidaknya jangan sampai kamu membiarkan dia pergi dari kehidupanmu. Merasa dikhawatirkan adalah sesuatu yang tidak dapat semua orang dapatkan.
“Nol, malam ini saya yang jaga bibi. Semalam kan kamu udah jaga. Kamu pulang saja, istirahatlah,” kata Val seraya mendorong Nol keluar kamar.
“Jangan, lu aja yang ke rumah. Biar gue saja yang menjaga ibu, sampai ibu sembuh,” kata Arnol menolak.
“Tapi bibi sakit apa? Mengapa dia sampai masuk rumah sakit?”
“Gue belum cerita ya? Ibu kecapean. Jadi ibu tiba-tiba pingsan di rumah, memang pas paginya sudah mengeluh sama gue, bahwa kepalanya sakit.”
“Maaf ya, sepertinya saya memang merepotkan kalian. Maafkan saya,” kata Val sambil menunduk.
“Jangan ngerasa gitu, Val. Selama ini kami tidak pernah merasa direpotkan. Jangan pernah menganggap kalo lu itu merepotkan kami,” kata Nol sambil mengelus kepala Val.
“Tapi saya kan memang merepotkan,” mata Val mulai berkaca-kaca.
“Val, denger gue. Selama ini lu menganggap diri lu merepotkan kan? Makan di dapur, selalu menunduk tiap lu bertemu ibu, belum lagi lu mati-matian belajar untuk mendapatkan beasiswa. Lu tahu ga, kalo ibu bisa nyekolahin lu ke sekolah yang bergengsi dan lebih baik dari sekolah lu yang sekarang,”
“....”
“Apalagi lu lebih sering tidak memikirkan kesehatan lu waktu belajar, sampai lu mimisan, dan lu ga sadar,”
Val mulai menangis. Ternyata selama ini ada yang melihat perilakunya di rumah.
“Val, jangan sungkan. Kalo lu memang sungkan, sungkan sama ibu aja, jangan sama gue. Gue bersedia kok jadi sesuatu buat lu,”
Nol memegang wajah Val dan menatap mata Val yang mengeluarkan air mata. Air mata itu segera dihapus oleh Nol, karena sangat begitu berharga.
“Lu inget perkataan gue tadi, ya. Jangan pernah menutup diri lu ke gue. Gue udah menilai semua perilaku lu dan lu ga pantes untuk menunjukkan perilaku lu itu ke gue. Lu denger gue kan?”
“Iya.”
“Jangan asal iya iya doang. Kalo lu ada masalah, jangan dipendam sendiri, ok?”
Val hanya mengangguk, tak berani menunjukkan wajahnya yang kini tengah dibanjiri air mata. Begitu terharu dengan perkataan yang keluar dari mulut Nol.
“Ya usah kalo lu mau jagain ibu malam ini. Nanti, gue balik lagi ke sini. Ada yang mau gue ambilin ga?”
“Aku lupa bawa baju tidurku,” Val langsung terbangun dari tangisannya.
“Buku lu gimana kabarnya?”
“Oh, kalau masalah itu udah saya atur, Nol.”
“Ok. Kalo masalah buku, lu memang ga pernah lupa ya.”
“Hehe. Itu prioritas.”
Akhirnya Val pun sedikit tersenyum.
***
“Eh, siapa tuh yang anterin Val? Ganteng banget..” bisik sekumpulan para pelajar perempuan yang ingin memasuki gerbang sekolah.
Nol memang tampan dan tinggi. Mungkin setelah Nol lulus dari sekolah pun, dia pasti akan bertambah tinggi lagi. Perempuan mana yang akan menolaknya jika dia memiliki semua kriteria yang ingin dimiliki oleh semua perempuan.
“Lu belajar yang bener ya. Inget, kalo ada yang gangguin lu, kasih tau gue, biar gue hajar!”
“Dengan apa?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Bread in School
Novela JuvenilGimana bisa jadian? Kev, jahil. Tapi perhatian banget ke Val dan malah jadi suka sama Val. Val, fokus untuk menyukai roti, bercita-cita menjadi bread traveller, kemudian sangat menyukai belajar, belajar, dan belajar, dan merindukan Kev? Hah? 😪😪...