9. Bukan Alasan Klasik

10 1 0
                                    

Betul kata pepatah, lebih mudah mendapatkan seribu musuh dibandingkan satu teman.

Kev kembali sekolah seperti biasanya dan membawa dua bungkus roti kesukaan teman sebangkunya seperti biasanya.

Kelas sudah terlihat ramai. Biasanya kelas unggulan itu lebih sepi dari kelas lainnya. Tapi berbeda dengan kelas unggulan ini, tetap ramai seperti biasanya jika tidak ada guru.

"Rotinya untuk Val lagi Kev?" tanya David yang memang duduk di depan bangku Kev dan Val.

"Iya, seperti biasa," jawab Kev.

"Kamu itu jahil tapi tiap pagi bawain roti untuk Val. Maksud kamu apa sih?"

"Vid, aku kasih tau ya, kalo kamu suka Val, jangan dipendem! Udah, gitu aja."

"Jadi maksud kamu, Val udah punya pacar?"

"Ga tau."

"Kenapa manusia-manusia di kelas ini begitu polos dan sangat mudah untuk dijahili?" ujar Kec dalam hati.

Berita Val sudah punya pacar, sudah menyebar begitu saja bagaikan angin, terutama di kalangan laki-laki.

Val yang baru datang merasa aneh dengan keadaan kelas yang menatap Val dengan mata yang tidak dapat diartikan.

"Ada apa, ya?" kata Val dalam hati.

Val duduk dan seperti biasa melihat dua bungkus roti pemberian Kev di atas meja Val.

Val menhembuskan nafas panjang, antara ingin membuang, menyimpan, atau memakan roti-roti yang terlihat menggiurkan itu.

"Kenapa dilihatin? Biasanya langsung tancap gas," kata Kev yang sedari tadi sudah melihat raut kebingungan di wajah Val.

Val emosi begitu mendengarkan suara Kev, sehingga membuatnya sangat sangat sangat berniat untuk tidak menyantap roti-roti itu.

"Kok disimpan?" tanya Kev yang kebingungan.

Kev sangat menyayangkan hal itu karena Kev tidak akan melihat wajah imut Val dalam menyantap roti pagi ini.

"Dimakan dong, Val."

Val dengan sigap menyimpan roti itu dan memasukkannya ke dalam tas.

Kejadian yang sama pun berulang setiap hari sampai minggu-minggu berikutnya. Kev tidak menyangka bahwa Val benar-benar menjauhinya.

Bel pun berbunyi, anak-anak berhamburan keluar kelas untuk meninggalkan sekolah.

"Val, hari ini kita pulang bareng yuk," ajak Ria.

"Uhh, ayo. Saya rindu pulang barengan sama kamu," jawab Val dengan senang.

Ria dan Val berjalan sambil bersenda gurau seperti anak sekolah lainnya. Akhirnya di dekat taman, mereka lebih memilih beristirahat sebentar karena panas matahari yang terik.

Suara sepeda motor mendecit tepat di depan mereka. Siapa?

"Kev.." terka Ria.

Kev membuka helm nya dan mengibaskan rambutnya yang lepek karena helm.

Val segera beranjak pergi ketika tahu bahwa Kev yang datang.

"Eh, Val tunggu!" kata Ria sambil sedikit berlari mengejar Val. Kev pun ikut mengejar Val.

"Tunggu Val!" kata Kev sambil menarik lengan Val.

"Lepasin saya! Saya ga mau apapun yang berhubungan dengan kamu lagi," jawab Val, namun Kev tidak berniat melepas lengan Val.

"Kalian ada apa sih?" tanya Ria yang kebingungan.

"Kalian berantem?" tanya Ria lagi yang mulai mengerti situasi.

"Oh, pantas saja Val sudah tidak pernah menceritakan tentang Kev lagi," kata Ria menjawab pertanyaan nya sendiri.

"Lepasin saya, ini ga lucu!" Val ngotot ingin menjauh dari Kev, namun Kev lebih mencengkeram lengan Val lebih kuat lagi.

Val kesakitan karena cengkeraman tangan Kev yang semakin kuat. Rontaan untuk melepaskan diri dari Kev justru membuat pergelangan tangan Val semakin sakit.

"Kev, lepasin! Lengan Val akan membiru besok jika kamu menggenggam nya lebih kuat lagi dari ini!" kata Ria mencoba melepaskan tangan Kev yang begitu kuat.

Pergelangan tangan Val sudah sangat kesakitan. Namun ditahannya.

"Gini aja ya, aku ga tau duduk permasalahan kalian apa, sampai kalian bertengkar hebat seperti ini. Tapi Kev, kamu lihat Val kan? Kasih waktu sampai dia bener-bener bisa kamu ajak bicara, okey?" lerai Ria.

"Aku pengen bicara serius sama kamu, Val," kata Kev.

Val hanya diam, sambil menahan sakit.

Ria memaksa Kev untuk meninggalkan mereka berdua setelah melihat Val yang enggan merespon Kev.

"Kita duduk dulu ya, Val. Kamu kenapa sama Kev?" tanya Ria, sambil melihat Kev yang sudah berlalu dengan motor besarnya.

"Kesabaran saya sudah habis menghadapi semua kejahilan dia. Gara-gara dia, saya terlalu sering pulang sore. Bibi memarahi saya, dan saya jadi terpaksa berbohong dengen alasan saya ada kerja kelompok."

"Kapan Val? Kapan? Kan belakangan ini kamu udah menjauh dari Kev. Buktinya kamu udah jarang ceritain tentang dia ke aku,"

"Dia masih tetap mengganggu saya, karena saya tidak merespon semua yang dia lakukan kepada saya. Dan lagi, saya dimarahi sewaktu bibi sakit kemarin. Makanya saya ingin menjauh dari dia!"

"Bibi marah? Masa orang sakit bisa marah?" tanya Ria.

"Bisa. Bibi marah karena saya jadi kurang fokus belajar dan Nol jadi sering mengomeli saya karena saya selalu memintanya untuk menjemput saya di tempat-tempat yang bukan tempat untuk saya berkunjung."

"Nol, kakakmu itu?"

"Iya. Ria, saya ga mau nyusahin mereka. Bibi dan Nol jadi sering beradu pendapat untuk menjaga saya. Saya merasa tidak enak," kata Val sambil memegang lengan yang sakit sehabis dicengkeram Kev tadi.

"Coba aku lihat," kata Ria sambil melihat lengan Val.

Val hanya diam.

"Astaga, nanti malam ini akan membiru. Apa yang akan kamu lakukan Val? Nol akan mengomelimu!"

"Aku cukup pakai sweater atau cardigan aja, itu cukup kok," jawab Val.

"Tapi sekarang kamu kan ga bawa!"

"Tenang aja, saya akan cepat sampai rumah dan masuk kamar, Ria," jawab Val dengan senyuman.

Malam pun tiba, seperti biasa sudah saatnya untuk berkumpul di ruang makan. Namun untuk malam ini, akan sedikit terasa sunyi, karena Ibu Nol sedang ada perjalanan dinas ke kota lain.

"Lu ga makan, Val?"

Nol menghampiri Val di kamar yang sedang belajar.

"Duluan aja. Saya makan nanti aja."

"Tumben lu pake baju lengan panjang begini. Lu sakit?" tanya Nol yang tidak segan-segan untuk memeriksa dahi Val dengan tangannya.

"Enggak kok."

"Ya udah, gue anter aja ya ke sini. Gue juga sekalian pengen main-main di kamar lu," kata Nol.

"Cukup bawain makanan. Ngapain juga main main di sini? Kamu kira ini taman bermain?"

"Lu itu ya, kalo ke Ibu, nunduk-nunduk gitu. Kalo ke gue, lancar aja mulut lu ngebalas kalimat gue," kata Nol sambil keluar dari kamar Val.

"...."

Di tempat lain, Kev yang sedang belajar kembali terbuyarkan pikirannya dengan sikap Val. Menurutnya, kejahilannya itu tidak parah dan lagi Kev selalu membawa roti kesukaan Val setiap pagi.

Kling Kling

Ada pesan masuk di hp Kev.

Tanggung jawab kamu! Tangan Val benar-benar membiru!
-Ria-

Pada akhirnya Kev kehabisan akal untuk mendekati Val. Kev sadar bahwa cengkeramannya terhadap lengan Val sedikit keluar kontrol tadi siang. Tapi apakah benar sampai membiru?

🏁🏁🏁🏁🏁

Bread in SchoolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang